Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Totok Siswantara

Jagat Kiai dan Berita Kehilangan Melanda Negeri

Agama | Monday, 30 Jan 2023, 10:15 WIB
Ilustrasi Jagat Kiai

 

Menebar kasih sayang semesta

Membangun peradaban baru yang mulia

Tuk kedamaian dan bahagia bersama

Dalam ridha Allah Tuhan yang Maha Esa

Salah satu bait dalam lagu mars Satu Abad NU berjudul “Merawat Jagat Membangun Peradaban” diatas meneguhkan jati diri organisasi keagamaan terbesar di Tanah Air. Lagu mars itu ciptaan KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) bersama musisi Tohpati. Mars itu kini mulai akrab di telinga warga Nahdliyyin.

Mars diawali dengan kalimat Subhanallah dan Allahu Akbar. Mars adalah salah satu jenis lagu yang kerap dinyanyikan dalam pertemuan sebuah lembaga, organisasi, atau kelompok tertentu. Keberadaan lagu mars ini pun menjadi ciri khas masing-masing lembaga, organisasi atau kelompok tersebut. Lagu ciptaan Gus Mus itu memberikan karakter yang khas tentang spirit dan nilai NU untuk mengendalikan semangat zaman.

Gus Mus pun memberikan penjelasan lirik Mars Kalimat itu sebagai ungkapan batin terhadap segala capaian NU selama satu abad. Lalu, ditulis kalimat Alhamdulillah. Alasannya, semua capaian NU, termasuk pasang surut dan dinamikanya, tak lepas dari kehendak Allah. ’’Sejak kebangkitannya, saya tulis di situ. NU istiqamah dan setia menjaga akidah dan sunnah Rasul. Istiqamah dan setia menjaga agama, nusa, dan bangsa,” kata Gus Mus dikutip NU Online.

Kado ultah ke-100 NU pada hakekatnya dipersembahkan dalam wujud sikap egaliterisme NU kepada bangsanya. Ta bisa dimungkiri, egaliterisme itu telah mendorong proses demokratisasi di semua bidang kehidupan. Rakyat selalu mendambakan kepada Jagat Kiai untuk menjadi mahkamah yang obyektif, arif dan kewibawaannya mengatasi hirarki sistem kekuasaan.

Harapan rakyat agar NU yang saat ini dipimpin oleh Gus Yahya tidak mengungkapkan sesuatu berdasarkan selera golongannya, melainkan lebih menjadi representator dari suara-suara yang selama ini dipinggirkan dan tertindas. Hal ini akan menjadi modal keyakinan rakyat bahwa Jagat Kiai tetap menjadi kata-hati dan mata-hati bagi perikehidupan bangsa serta akan melempangkan jalan bagi Mahatma Persatuan Indonesia yang didesain oleh the founding fathers Republik ini.

Akhir-akhir ini banyak eksponen bangsa yang mengalami kehilangan. ibu rumah tangga kehilangan daya beli karena harga bahan pokok kian melonjak, buruh kehilangan pekerjaannya karena PHK massal, politisi semakin kehilangan nuraninya, Tak ketinggalan aparat kepolisian kehilangan kredibilitasnya.

Pendek kata berita kehilangan sedang melanda negeri ini. Selain mengasuh dan mengelola pesantren, fungsi sosial dan spiritual dari para Kiai yang sudah lazim adalah mewartakan candra jiwa atau tanda-tanda zaman melalui suatu perlambang. Perlambang yang lazim diutarakan tentang adanya berita kehilangan yang dihadapi oleh bangsa.

Ketika saya sholat di masjid pedesaan di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur misalnya, dalam khotbahnya Kiai sering menegaskan suatu warning kehilangan, seperti ; Kali ilang kedunge ( sungai kehidupan kehilangan atau mengalami pendangkalan makna ), pasar ilang kumandange ( kehidupan ekonomi kehilangan prospeknya ), pamong ilang wirange ( penguasa kehilangan harkat dan martabat dihadapan rakyatnya ), senopati ilang wibawane ( petugas kepolisian kehilangan kewibawaanya ) dan masih banyak lagi berita-berita kehilangan yang disiarkan dan dipancarluaskan oleh Jagat Kiai.

Semua itu diharapkan menjadi penawar racun collective ignorance yang tengah diderita oleh bangsa ini. Bangsa jangan sampai kehilangan azimat berbangsa. Sehingga situasi politik seperti "kadya gabah den interi" ( seperti butir-butir gabah yang diayak diatas tampah ) akibatnya sinergi bangsa menjadi rapuh. Apalagi jika ada pihak yang suka menaburkan bibit konflik dan bunga api perpecahan. Jagat Kiai juga memberi peringatan kepada kalangan elite politik yang menstimulir timbulnya kelompok yang eksklusif dan rakus dalam mendapatkan akses kemakmuran yang berakaibat semakin menipisnya etos kerja rakyat.

Dalam menemukan azimat bangsa yang sering mehilang tersebut Jagat Kiai punya kata kunci untuk menemukannya kembali. Yakni melalui reinforcement dan mengartikulasikan three in one kehidupan berbangsa dan bernegara. Tritunggal tersebut dilingkungan pesantren lebih dikenal dengan istilah tri-ukhuwah. Dengan arti hendaklah mengembangkan sikap persaudaraan bukan hanya dengan sesama kaum muslimin ( ukhuwah Islamiyah ), melainkan juga dengan sesama warga bangsa yang lain ( ukhuwah wathoniyah ) serta dengan warga dunia manapun tanpa diskriminatif ( ukhuwah basyariyah ). "Azimat" tersebut dapat menjadi pegangan rakyat dalam menembus belantara kompleksitas struktural akibat ketidakadilan dan pemiskinan.

Rakyat berharap agar Jagat Kiai terus berperan sebagai pamong atau mengasuh kekuasaan. Karena dalam tataran ideal seorang kiai adalah pamong budaya yang menjadi mata-hati dan kata-hati. Pamong budaya yang membantu rakyat untuk melihat dan mengenali virtual reality dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yakni realitas dimana rakyat tidak bisa mengenali lagi, ketika menggunakan kacamata, sudut pandang, dan ukuran-ukuran yang konvensional.

Selama ini Jagat Kiai telah intensif melakukan strategi "NU untuk semua", dan pada gilirannya nanti akan berbuah "semua untuk NU". Itulah sebabnya siapapun dan apapun merek parpolnya, dipersilahkan masuk kantong-kantong NU serta bebas melakukan komunikasi politik. Kalkulasi dan kecerdasan politik Jagat Kiai itu semakin memperbanyak varian posisi dan modus koalisi. Pendek kata posisi NU saat ini dalam kondisi kanan kiri oke. Kini NU lebih fleksibel serta kompatibel dengan warna parpol apapun itu. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image