Indonesia Masih Rentan Korupsi
Info Terkini | 2023-01-26 08:30:36Pada tanggal 20 Agustus 2022, rakyat Indonesia disuguhkan dengan OTT Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila), Prof Dr Karomani. Ia terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT). Dalam OTT tersebut, Karomani ditangkap bersama sejumlah pejabat kampus dengan barang bukti berupa uang sekitar Rp 2 miliar.
Karomani dan beberapa pejabat kampus diduga mengatur proses seleksi penerimaan mahasiswa baru. Ia disebut mematok tarif beragam mulai dari Rp100 hingga Rp 350 juta per mahasiswa yang ingin lolos lewat jalur mandiri.
Total uang yang diterima Karomani dan kroninya sebesar Rp5 miliar.
tahun 2022, KPK juga melakukan pengungkapan sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan kepala daerah, yakni Bupati Memberamo Tengah Ricky Ham Pagawak dan Bupati Bogor Ade Yasin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan, jumlah tersangka kasus korupsi sebanyak 149 orang sepanjang tahun 2022. Jumlahnya meningkat 34,23% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 111 tersangka.
Selain itu, KPK telah melakukan delapan operasi tangkap tangan (OTT) sepanjang tahun ini. Oeprasi tersebut dilakukan di beberapa wilayah, yakni Kota Bekasi, Penajam Paser Utara, Langkat, Surabaya, Bogor, Yogyakarta, Pemalang, Lampung, Jawa Timur dan Jakarta.
Korupsi yang berasal dari Bahasa Latin corrumpere (berarti busuk, rusak, menggoyahkan) telah ada dari sejak peradaban mesir kuno, Babilonia, Yunani, Cina serta romawi. Berdasarkan catatan peninggalan Babilonia, perilaku koruptif mencapai puncaknya sekitar tahun 1200 sebelum masehi yang melibatkan para pejabat pemerintahan. Oleh sebab itu ketika Raja Hammurabi memerintah Babilonia, membuat Code of Hammurabi untuk menghukum pejabat yang korupsi
Di Indonesia perilaku korupsi juga sudah ada dan mengalami pasang surut sejak masa kerajaan-kerajaan di Nusantara. Korupsi berlanjut terus pada masa Kolonial Belanda, Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Bahkan Begawan Ekonom Indonesia, Prof. Sumitro Joyohadikusumo, pada awal tahun 1980-an, menengarai 30 persen dana APBN dikorupsi.
Melihat sejarah panjang korupsi di atas, dan “massif”-nya perilaku korupsi yang terus berkembang sampai dikategorikan sebagai extraordinary crime, terbersit dalam pikiran kita, apakah korupsi merupakan budaya turun-temurun sejak dulu?
Korupsi merupakan perbuatan busuk yang mempunyai daya rusak yang sangat luar biasa antara lain mempengaruhi perekonomian nasional, meningkat kemiskinan dan ketimpangan sosial, merusak mental dan budaya bangsa, mendistorsi hukum, dan mempengaruhi kualitas layanan publik. Semakin tinggi korupsi di suatu negara, bisa dipastikan negara tersebut tidak sejahtera/maju dan layanan publiknya memprihatinkan. Sebaliknya, negara yang sangat rendah tingkat korupsinya, maka negara tersebut sejahtera/ maju, kehidupan sosial dan pelayanan publiknya baik. Oleh sebab itu, korupsi bukanlah budaya, namun kemungkinan bisa membudaya
Melihat korupsi yang ‘massif’ dan daya rusaknya, maka sudah selayaknya seluruh komponen bangsa untuk memerangi korupsi dan mencegahnya supaya tidak membudaya di Indonesia. Artinya korupsi tidak menjadi kebiasaan yang dianggap wajar.
Perilaku korupsi bisa saja dianggap perbuatan yang wajar jika masyarakat sudah bersikap permisif terhadap korupsi dan tidak membangun sikap anti korupsi. Oleh sebab itu pencegahan dan pemberantasan korupsi harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia.
Negara pertama yang mendapat indeks persepsi korupsi paling rendah adalah Denmark. Ada sistem yang terintegritas bagi aparat penegak hukum dalam bidang akademik. Hal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman dan komitmen mereka untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Menurut Dr Indah Sri Utari, persoalan korupsi persoalan bangsa & “masalah korupsi” pada dasarnya bukan hanya masalah hukum, tetapi karakter. Hanya mengandalkan hukum untuk mengatasi korupsi tidak akan nyelesaikan masalah. Aturan sebenarnya dibuat hanya untuk ultimum remedium
Selain komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi, pemerintah terus berupaya untuk bersikap transparan terhadap publik.
Menurut Dr Indah Sri Utari ada 4 strategi pemberantasan korupsi dalam upaya pencegahan yakni strategi perbaikan sistem, penindakan, pendidikan dan partisipasi publik..
Peran masyarakat dalam memberantas korupsi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Strategi preventif, masyarakat berperan aktif mencegah terjadinya perilaku koruptif, misalnya dengan tegas menolak permintaan pungutan liar dan membiasakan melakukan pembayaran sesuai dengan aturan. Strategi detektif, masyarakat diharapkan aktif melakukan pengawasan sehingga dapat mendeteksi terjadinya perilaku koruptif sedini mungkin. Selanjutnya adalah strategi advokasi, masyarakat aktif melaporkan tindakan korupsi kepada instusi penegak hukum dan mengawasi proses penanganan perkara korupsi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.