Raslina Rasyidin, Pintu Berkah Pekerja dan Seni Negosiasi
Politik | 2023-01-20 19:24:32Keahliannya bernegosiasi sangat berguna bagi gerakan serikat pekerja. Militansi organisasi pekerja atau buruh tanpa disertai dengan kepiawaian negosiasi, maka perjuangan itu akan menemui jalan buntu. Bergabungnya seniman atau artis nasional, Raslina Rosyidin dalam barisan serikat pekerja merupakan pintu berkah yang bisa melipatgandakan greget perjuangan.
RETIZEN.REPUBLIKA.CO.ID, Dimata publik wanita tersebut banyak sisi profesionalitasnya, ternyata semua sisi itu sukses dilakoninya. Profesi sebagai seniman, artis sinetron, pemberdaya UMKM, pelaku usaha, pengurus serikat pekerja, pengurus pusat organisasi cendekiawan (ICMI), Duta Kemanusiaan, filantropi dan pegiat bakti sosial telah menyita waktu kesehariannya. Untuk keluarga hanya tersisa sedikit.
Retizener Republika sempat mengikuti aktivitas Raslina yang setiap harinya punya jadwal padat. Langkah sigap dan bicara cepat adalah ciri wanita itu. Wawancara dengan Raslina, penulis kali ini hanya membatasi satu topik saja. Yakni tentang hal yang paling penting bagi langkah dan perjuangan serikat pekerja atau serikat buruh.
“Yang terpenting bagi serikat pekerja dalam berbagai tingkatan organisasi, dari tingkat PUK (pabrik) hingga pengurus federasi dan Konfederasi adalah kemampuan bernegosiasi untuk memecahkan berbagai masalah ketenagakerjaan,” ujar Raslina.
Lebih lanjut Raslina yang juga menjabat sebagai pengurus pusat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI ) dan juga pengurus pusat Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ( FSP Parekraf ) itu menyatakan bahwa strategi unjuk rasa yang melibatkan ribuan pekerja selama ini sudah berkali-kali dilakukan. Penggalangan massa selama ini bisa dilakukan dengan baik. Sayangnya porsi negosiasi masih sedikit dilakukan. Negosiasi adalah proses dan ada ilmunya, hasilnya bukan kalah dan menang, tetapi adalah kemaslahatan bersama, win-win solution.
"Menjadi negosiator bisa saja dalam bentuk team, dalam hal ini tugas negosiator mewakili kepentingan orang banyak. Di negeri kita baik dalam pemerintahan, kelembagaan maupun organisasi apapun bentuknya, pasti ada anggota pengurus yang punya kapasitas kapabilitas masing-masing. Dan tentunya sesuai dengan substansi dan terakhir adalah persetujuan kelompok untuk memperjuangkan hal tersebut," jelas Raslina.
Kepada kawan-kawan pengurus serikat pekerja, Raslina selalu menekankan pentingnya olah seni negosiasi dalam konteks menjalanklan Hubungan Industrial yang konstruktif. Baik negosiasi terkait penyusunan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), maupun tentang aturan ketenagakerjaan. Unjuk rasa besar-besaran hingga mogok kerja, tanpa disertai dengan strategi negosiasi maka hasilnya kurang efektif. Rivalitas SP dengan pemerintah maupun DPR sejatinya adalah sesama anak bangsa. Alangkah eloknya jika setelah aksi unjuk rasa besar-besaran dan perang wacana di media, jangan lantas berhenti begitu saja, mesti disambung dengan dialog dan negosiasi.
"Saya ingin menekankan dua arah, yang berimbang, baik ke organisasi pekerja maupun pemerintah harus tajam dan peduli. Negosiasi kepada para pengambil keputusan, termasuk kepada DPR dan pihak lainnya seperti Kemenaker, perlu diefektifkan dengan dasar kepentingan orang banyak," tegasnya.
“Perlu dukungan data yang memadai dan narasi yang tepat jika melakukan negosiasi,” terang Raslina. Rekam jejaknya menunjukkan bahwa dirinya adalah negosiator yang hebat, terbiasa negosiasi dengan pejabat tinggi negara, menteri, pimpinan dan anggota legislatif. Paparan Raslina terkait dengan negosiasi, sesuai dengan konten buku karya Roger Dawson, yang berjudul Secret of Power Negotiating. Buku itu mengulas kehebatan seni negosiasi yang membantu semua kalangan membuka pintu sukses.
Berikut resume pandangan dan pemikiran Raslina hasil diskusi dengan Retizener Republika tentang strategi negosiasi terkait dengan perjuangan serikat pekerja.
Strategi Negosiasi dan Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI menginginkan ada konsep baru untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Untuk itu perlunya penerapan konsep baru dalam melakukan pembinaan kepada para stakeholders untuk mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas pembuatan PKB.
Pada era sekarang ini pembuatan PKB tidak lagi bisa hanya fokus melihat kepada tumbuhnya perusahaan yang terlibat, tetapi juga harus memperhatikan dampak dan kualitasnya, serta dapat diukur dan dikaji secara mendalam.
Hubungan Industrial yang berupa Perjanjian Kerja Bersama (PKB) memerlukan teknik perundingan atau negosiasi untuk menghindari jalan buntu (dead lock). Jalan buntu memicu aksi mogok oleh pekerja dan tentunya akan dibalas oleh pengusaha dengan lock out atau menutup perusahaan.
Pembuatan PKB idealnya diikuti oleh perwakilan serikat pekerja (SP) yang memiliki kemampuan berunding khususnya teknik negosiasi. Selain itu juga dibutuhkan wakil SP yang mampu membedah manajemen perusahaan dan memiliki kemampuan untuk melihat kondisi obyektif baik internal maupun eksternal perusahaan.
Selain itu wakil SP yang ditunjuk dalam pembuatan PKB harus pandai menulis proposal atau usulan pasal-pasal yang mesti disepakati. Anggota SP yang hanya pandai bicara atau suka orasi bakar emosi biasanya kurang cocok menjadi perunding yang handal.
Undang undang telah menempatkan serikat pekerja dan pihak pengelola perusahaan sama-sama kuat. Dalam arti jika serikat pekerja memiliki hak sekaligus senjata pamungkas berupa aksi mogok kerja dalam menuntut hak-hak normatifnya, begitupun para pengusaha juga memiliki hak sekaligus senjata berupa langkah untuk me-lock out perusahaannya.
Hanya saja, mekanismenya diatur lebih lanjut oleh UU yang mana secara garis besarnya para pengusaha dilarang secara diam-diam, melainkan harus membicarakan lebih lanjut dengan serikat pekerja yang ada dilingkungannya lewat forum perundingan.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa forum perundingan tidak diikuti oleh para perunding yang efektif. Akibatnya proses perundingan secara dini sudah mengalami kebuntuan. Atau hasil perundingan yang diperoleh tidak memuaskan karena dalam status win-lose atau lose-lose. Begitu pula teknik bernegosiasi juga sering kurang memadai. Padahal dalam situasi penting seperti itu kuncinya terletak kepada kepiawaian bernegosiasi.
Ada baiknya merujuk pakar negosiasi Leight L. Thompson dalam bukunya The Mind and Heart of the Negotiator, bahwa alasan yang menyebabkan seseorang menjadi perunding yang buruk bukanlah terletak pada faktor motivasi dan kemampuan intelektual dari si perunding.
Menurutnya, akar masalahnya terjadi pada tiga hal yang mendasar yaitu; faulty feedback, satisfacing, dan self reinforcing incompetence. Dalam berbagai kasus sengketa ketenagakerjaan, tidak jarang para perunding justru melakukan faulty feedback atau umpan balik yang salah.
Pengurus serikat pekerja hendaknya janmgan kekurangan data dan materi perundingan. Pemerintah dan perusahaan perlu memberikan bahan-bahan yang terkait dengan kondisi terkini. Hal itu untuk mencegah fenomena self reinforcing incompetence. Karena fenomena tersebut menyebabkan ketidakefektifan dalam melakukan perundingan.
Sebelum perundingan dimulai atau memasuki substansi pembahasan isi perundingan secara detail, masing-masing pihak sebaiknya melakukan klarifikasi atau menjelaskan mengenai tuntutan yang merekan inginkan. Sedikit banyaknya tuntutan yang dikemukakan oleh masing-masing pihak serta baik tidaknya kerjasama yang ada di antara mereka selama proses tersebut, akan menentukan terbangun atau tidaknya suasana yang kondusif bagi proses selanjutnya. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.