Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Slamet Samsoerizal

Melongok Pertanian di Singapura

Gaya Hidup | Thursday, 12 Jan 2023, 20:08 WIB
Pemanfatan lahan atap gedung sebagai pertanian Singapura (Sumber: Pinterest.com)

Singapura nyaris mengimpor semua bahan pangan dari luar negeri. Tercatat, lebih dari 90% hasil pertanian yang dibutuhkan berasal dari negara tetangga seperti: Indonesia, Vietnam, Malaysia, China, dan Thailand. Sisanya berasal dari produk pertanian domestik. Beberapa jenis sayuran dan buah-buahan yang ditanam oleh petani setempat hanya cukup dijual untuk pasar domestik.

Ketersediaan hasil pertanian yang aman dan cukup, khususnya sayur dan buah-buahan, menjadi program yang sangat penting di Singapura. Hal ini demi ketahanan pangan negeri berkepala singa itu. Selain itu, mengingat tingginya angka konsumsi masyarakat setempat terhadap kelompok komoditas tersebut, yakni 72,3 kg/kapita/tahun untuk sayuran dan 85,7 kg/kapita/tahun untuk buah-buahan.

Agrotechnology Park

Selain melalui aktivitas impor, pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat juga dilakukan melalui pengembangan kawasan atau areal pertanian baru. Kawasan yang disebut dengan Agrotechnology Park ini pada dasarnya merupakan hasil akhir dari pengembangan wilayah potensial dengan berbagai aktivitas pertanian terpadu yang dilengkapi dengan sarana infrastruktur seperti: air, listrik, dan jalan yang memadai.

Secara hukum lahan di kawasan ini adalah milik pemerintah, sehingga bagi petani atau pelaku usaha yang ingin mengusahakannya harus menyewa selama 10-30 tahun dengan luasan lahan masing-masing berkisar 2-30 hektar.

Hingga saat ini terdapat enam kawasan Agrotechnology Park di seluruh Singapura, masing-masing berlokasi di Lim Chu Kang, Murai, Sungei Tengah, Nee Soon, Mandai and Loyang. Total luas keenam kawasan pertanian tersebut mencapai 709 ha, yang terdiri dari 224 lahan yang diusahakan untuk pertanaman hortikultura (sayur-buah-tanaman hias), peternakan maupun perikanan.

Dari total areal pertanaman seluas 96 ha tersebut diusahakan beragam jenis tanaman. Rinciannya: 70 persen sayuran daun yang ditanam di lahan , 3 persen aneka kecambah, 17 persen sayuran hidroponik, 7 persen jamur, dan 4 persen buah.

(sumber: agrotechmarket.com)

Teknik budidaya sayuran daun sebagian besar dilakukan didalam screenhouse, yang dikenal sebagai protected cultivation, dengan sistem irigasi bertekanan dan penggunaan alsintan dalam penyiapan lahan. Pada sebagian kecil areal pertanaman juga digunakan teknik budidaya aeroponik dan hidroponik.

Memenuhi Ketahanan Pangan

Niatan pemerintah Singapura pada tahun 2030 akan memenuhi sendiri 30 persen kebutuhan pangannya. Bagaimana caranya?

Kebutuhan untuk mengamankan pangan selama krisis dan melestarikan lahan untuk iklim yang layak huni mengubah fokus pertanian dari daerah pedesaan ke kota. Namun dengan 90% makanan Singapura berasal dari luar negeri, tantangannya sangat berat.

Rencana tersebut meminta semua warga di kota untuk menumbuhkan apa yang mereka bisa, dengan hibah pemerintah diberikan kepada mereka yang dapat menggunakan teknologi untuk menghasilkan jumlah yang lebih besar.

(sumber: openPR.com)

Direktur Departemen Strategi Pasokan Pangan di Singapore Food Agency, Goh Wee Hou menyatakan, bahwa target tersebut mempertimbangkan lahan yang tersedia untuk hasil pangan pertanian dan potensi kemajuan teknologi dan inovasi.

“Produksi pangan lokal saat ini menyumbang kurang dari 10% dari kebutuhan nutrisi kita.” sambungnya.

Pangan yang berpotensi untuk peningkatan produksi dalam negeri antara lain sayuran, telur, dan ikan. Menurut Singapore Food Agency, ketiga jenis barang ini biasa dikonsumsi, namun mudah rusak dan lebih rentan terhadap gangguan pasokan. Protein alternatif seperti daging nabati dan daging yang ditanam di laboratorium juga dapat berkontribusi pada sasaran “30 kali 30”. Pada tahun 2020, ada 238 peternakan berlisensi di Singapura.

Hanya 1% tanah Singapura yang digunakan untuk pertanian konvensional. Itu menimbulkan kendala tersendiri dalam pelaksanaannya. Meskipun demikian, pemerintah telah menaruh harapannya pada teknologi, menyatakan bahwa pertanian sayuran LED bertingkat dan sistem akuakultur resirkulasi dapat menghasilkan sayuran dan ikan 10 hingga 15 kali lebih banyak daripada pertanian konvensional.

Dalam mewujudkan program tersebut, Pemerintah menggandeng semua pihak terlibat. Pemerintah mencanangkan pertanian vertikal. Berbagai akses dibuka. Ini mulai dari atap tempat parkir hingga ruang luar yang digunakan kembali dan interior bangunan.

Tercatat, sejak 2017, Lim Chu Kang dan Sungei Tengah, lahan di dua distrik di pinggir kota disewakan. Untuk apa? Ya, demi proyek pertanian komersial berskala besar.

Kita pun menemukan Taman Natsuki sebagai rumah kaca di pusat kota, menempati ruang yang digunakan kembali di bekas halaman sekolah. Rumah kaca dirancang khusus untuk pertanian menghadapi iklim tropis agar sirkulasi udara lebih baik. Melalui rumah kaca ini dapat nghasilkan 60-80 kg makanan per meter persegi.

Sekarang Singapura menerapkan model vertikal untuk pertanian perkotaan — bereksperimen dengan taman atap dan pertanian vertikal untuk memberi makan banyak penduduknya.

Teknologi yang digunakan Jack Ng dalam sistem pertaniannya disebut dengan “A-Go-Gro”. Modelnya seperti Roda Ferris, dengan ketinggian 30 kaki. Rak-rak sayuran disusun dalam sebuah rangka alumunium, dan dapat berputar untuk menjaga sirkulasi cahaya matahari, aliran udara dan pengairan.

Semua sampah organik menjadi kompos dan dapat digunakan kembali. Sistem perputaran (Air powering frame) air dibantu oleh gaya gravitasi dan membutuhkan sedikit konsumsi listrik. Menurut Jack Ng pengusaha yang membangun 2.000 menara untuk sistem pertaniannya, menyampaikan bahwa energi yang diperlukan untuk daya satu air powering frame adalah setara dengan energi yang dibutuhkan 60 watt bola lampu.

Seluruh sistem, masing-masing hanya membutuhkan lahan seluas 60 meter persegi. Sebanyak 120 menara telah didirikan di Kranji, 14 km dari pusat bisnis Singapura. Dalam beberapa tahun ini, Jack Ng menjual sayurannya dengan merk Sky Greens, yang dijual di supermarket.

Aktivitas ini memberikan alterntif produk impor kepada konsumen. Meskipun harga sayuran Sky Greens 10% lebih mahal dari sayuran yang dijual di pasaran, namun sayuran ini banyak digemari karena sayuran vertikal produknya memeiliki nilai plus. Salah satunya, sayuran tersebut lebih segar daripada sayuran lainnya yang dijual di Singapura.

Sky Greens didukung oleh pemerintah Singapura karena memungkinkan negara dengan luas wilayah yang kecil menjadi mandiri akan sumber pangan. Jack Ng percaya bahwa sistem pertaniannya dapat diadopsi di seluruh dunia, terutama di Asia Tenggara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image