Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imazizah

Resesi Global 2023, Cari Tahu Penyebab?

Edukasi | Thursday, 12 Jan 2023, 12:36 WIB
Ilustrasi resesi ekonomi global 2023 - Freepik

Resesi adalah kondisi yang terjadi ketika kegiatan ekonomi menurun secara signifikan dalam waktu yang lama dan berhenti selama berbulan-bulan. Dan bertahun-tahun ketika kondisi ini terus mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ekonomi suatu negara dalam kondisi buruk, seperti yang ditunjukkan oleh produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat dan pertumbuhan ekonomi riil negatif selama dua kuartal berturut-turut. Perkembangan teknologi juga berkontribusi terhadap penurunan ekonomi.

Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pemerintah harus tetap mewaspadai risiko global terhadap perekonomian negara. Menurutnya, perlu disiapkan tiga kemungkinan krisis tahun depan, yakni krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial. Ia menjelaskan, risiko keuangan telah berubah dari pandemi Covid-19 menjadi risiko global. Percepatan inflasi yang cepat ditanggapi oleh bank-bank sentral di seluruh negeri dengan pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga yang menahan inflasi pada akhirnya akan melemahkan ekonomi global. “Hal ini tentunya memunculkan tiga potensi krisis yang harus diwaspadai pada tahun 2023 yaitu krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan di beberapa negara yang tidak memiliki landasan yang kuat,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers. Sekretariat Presiden YouTube pada Kamis (1 Desember 2022).

Penyebab dan Dampak Resesi Global 2023

International Monetary Fund (IMF) memprediksi bahwa salah satu faktor utama yang akan menciptakan titik gelap perekonomian dunia pada 2023 adalah keruntuhan finansial beberapa negara akibat pasar keuangan yang tidak stabil. Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, menyatakan dalam pidatonya di Universitas Georgetown di Amerika Serikat bahwa diperkirakan ekonomi sepertiga negara produsen dunia akan menyusut setidaknya dua perempat tahun berturut-turut, yaitu pada tahun 2022, 2023.

Ia juga menyatakan, pertumbuhan ekonomi akan terasa seperti resesi dikarenakan pendapatan riil mengalami penyusutan serta harga-harga mengalami kenaikan. Secara garis besar, IMF memperkirakan kerugian output global yang diderita berkisar sebesar 4 triliun US Dolar selama tahun 2022 sampai dengan 2026. Hal tersebut menunjukkan terjadinya kemunduran yang cukup besar bagi ekonomi dunia.

Dari adanya resesi gobal terjadi adanya penurunan penerimaan pajak dan bukan pajak pemerintah menyebabkan penerimaan PPN di kas. Pinjaman kepada bank asing juga meningkat, yang pada gilirannya menyebabkan defisit anggaran dan utang negara yang besar. Pengangguran meningkat, daya beli masyarakat rendah, PDB menurun, impor lebih besar dari ekspor. Ini harus dikendalikan oleh pemerintah Indonesia, yang memerlukan langkah-langkah makro. pertumbuhan ketimpangan ekonomi dan risiko kejahatan yang tinggi. Perusahaan menekan biaya operasional karena pemutusan hubungan kerja atau PHK tidak memiliki daya beli nasional.

Strategi Menghadapi Resesi Global Tahun 2023

Untuk mengatasi berbagai potensi krisis tersebut, Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan. Maka APBN 2023 juga dirancang untuk menjaga optimisme bahwa pemulihan akan terus berlanjut, sadar akan kesadaran global. Ia mengatakan, dalam APBN 2023, penerimaan negara ditetapkan sebesar Rp2.63 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp2.021 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 1, triliun dan subsidi Rp0, triliun. Sementara itu, belanja pemerintah dialokasikan Rp 3.061,2 triliun, yang meliputi belanja negara Rp 2.2 6,5 triliun dan transfer ke daerah Rp 81 ,7 triliun. Defisit APBN tahun 2023 juga dimaksudkan untuk lebih kecil yaitu Rp598,2 triliun atau 2,8 persen dari produk domestik bruto (PDB), lebih rendah dari defisit APBN 2022 sebesar 3,9 persen dari PDB. “Oleh karena itu, Perpu tetap menjalankan Perpu 1/2020 yaitu stabilisasi keuangan publik, dimana defisitnya harus dijaga di bawah 3 persen dari PDB pada tahun 2023,” ujarnya. Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, belanja tahun depan akan difokuskan pada peningkatan kualitas SDM. Selain itu, fokus pada penyelesaian proyek infrastruktur strategis nasional yang mendukung transformasi ekonomi dan pembangunan ekonomi hijau, termasuk pembangunan Ibukota Nusantara (IKN). Pemerintah juga akan terus memperluas, memperkuat, dan mereformasi jaring pengaman sosial. Untuk itu, data kemiskinan masyarakat tertinggal akan diperbaiki dan diperbarui melalui survei Daftar Ekonomi dan Sosial. “Peningkatan pelayanan masyarakat akan terus dilakukan melalui reformasi birokrasi dan kementerian/lembaga,” imbuhnya. Sri Mulyani juga meminta agar Kementerian/Departemen dan Pemda mulai mempersiapkan pelaksanaan anggaran tahun depan. Sehingga pada awal tahun 2023, penyelenggaraan APBN dan APBD dapat dilaksanakan secara optimal. “Sehingga di awal tahun bisa langsung dilaksanakan dan bermanfaat bagi masyarakat serta mengurangi risiko global yang melemahkan perekonomian secara keseluruhan”, pungkasnya.

Dalam situasi perekonomian negara yang cukup rentan terhadap pengaruh dinamika ekonomi dan politik global, menurut Sultan, pemerintah sebaiknya menyiapkan paket kebijakan ekonomi yang dapat menjamin kesinambungan dengan tetap menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional yang positif. “Kami melihat kinerja perekonomian kita selama ini cukup baik, meskipun harus diakui secara mikro, dampak inflasi terhadap pangan, sarana produksi pertanian dan energi berdampak cukup kuat terhadap perekonomian nasional. Pemerintah perlu menyesuaikan jarak antara ikatan ekonomi Indonesia dengan rantai pasok global,” tegasnya. Sultan melanjutkan, namun kami sangat optimis pemerintah dapat menjaga momentum pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia jika memiliki regulasi kebijakan ekonomi yang fokus pada peningkatan inflasi, investasi dan produksi dalam negeri di era resesi global. sehingga ancaman resesi di tahun 2023. Dilatar Belakangi memanasnya suhu politik nasional menjelang pemilu tahun 2024, tidak justru menjadi pemicu. Polarisasi sosial yang akan menjadi di luar kendali. “Yang terpenting adalah bagaimana memastikan agar pendapatan dan daya beli masyarakat menengah ke bawah khususnya petani selalu terjaga dengan stimulus fiskal yang tepat waktu, tepat dan efektif. Karena jika kebijakan terlambat dan salah, konsumsi ditingkat masyarakat menjadi mesin utama perekonomian." kata Senator Bengkulu itu.

Tidak hanya itu dalam ruang lingkup rumah tangga pun juga harus diperhatikan dalam menjaga ekonomi agar tidak terkena dampak resesi, seperti mengatur ulang pengeluaran bulanan yang terjadi. Diharapkan menjadi terkenali yang awalnya banyak melakukan liburan untuk menghibur diri, menjadi dibatasi atau memilih opsi yang lebih terjangkau. Selanjutnya mengurangi utang seperti membeli barang elektronik baru yang tidak teralu dibutuhkan. Jika memiliki usaha atau perlu membeli barang yang bersifat produktif, pertimbangkan lagi semua aspeknya. Siapkan dana darurat setelah gajian. Tidak perlu terpaku dengan jumlah yang bertambah sedikit demi sedikit, asalkan konsisten. Mencari sumber pendapatan lain yang tidak mengganggu pekerjaan utama. Pendapatan utama bisa kamu alokasikan untuk pengeluaran pokok. Sementara bonus atau pendapatan tambahan lainnya bisa kamu alokasikan untuk tabungan, dana darurat, dan investasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image