POLA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Eduaksi | 2021-12-14 20:42:27Bani Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn Abdi Syams Ibnu Abdi Manaf, yaitu salah seorang pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah. Dinasti Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Aby Sufyan, dan berkuasa sejak tahun 661 sampai tahun 750 Masehi dengan ibukota Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan muslim yang semula bersistem musyawarah menjadi sistem Monarchy Herdity.
Pendirian Bani Umayyah dilakukanya dengan cara menolak Ali menjadi khalifah, berperang melawan Ali dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik menguntungkan Mu’awiyah. Keberuntungan Muawiyyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh khalifah Ali r.a. sehingga jabatan khalifah setelah Ali dipegang oleh putranya yaitu Hasan ibn Ali selama beberapa Bulan akan tetapi karena tidak didukung pasukan yang kuat sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat akhirnya dia melakukan perjanjian dengan Hasan ibn Ali, isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan di serahkan kepada umat islam setelah masa kepemimpinan Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M (41 H.) dan tahun ini disebut ‘am jamaat, karena perjanjian ini mempersatukan umat islam menjadi satu kepemimpinan politik yaitu kepemimpinan muawiyyah.
Dinasti Umayyah dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan (661-680M) yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad yang mengubah system pemerintahan dari khilafah menjadi monarki. Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia, yang awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur pada zaman Walid Bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M) yang kemudian menjadi kerajaan[1]
A. Pola pendidikan islam pada masa bani umayyah
Pendidikan islam pada masa ini hamper sama dengan pendidika pada periode khulafaurrasyidin. Namun pada masa bani umayyah ini pendidikan islam lebih mengalami perkembangan yang cukup signifikan yaitu:
1. Kurikilum
Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu. Sejalan dengan perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses belajar dan mengajar serta evaluasi.
2. Metode-metode pendidikan
Pendidikan Islam di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani, terutama selama abad 1 Hijriyah di mana pendidikan bertumpu dan bersumber pada nash-nash agama yang kala itu terdiri atas Al Quran, sunnah, ijmak, dan fatwa sahabat. Metode bayani dalam pendidikan Islam kala itu lebih bersifat eksplanatif, yaitu sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Secara khusus, metode ceramah dan demonstrasilah yang banyak digunakan dalam institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu Baru pada masa-masa akhir pemerintahan Umayah metode burhani mulai berkembang di dunia Islam, seiring dengan giatnya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.[2]
3. Lembaga pendidikan islam
Lembaga pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama (Lembaga pendidikan formal) dan pengetahuan umum (non formal). Adapun lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
· Shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru dan mereka tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Al Quran secara benar dan hukum Islam dibawah bimbingan langsung dari nabi.
· Kuttab/Maktab,adalah Lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Al Quran dan pengetahuan agama tingkat dasar.
· Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di Masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
· Majlis, yang berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Ada beberapa macam majlis seperti; Majlis al-Hadits, majlis ini diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Majlis al-Tadris, majlis ini biasanya menunjuk majlis selain dari pada hadist, seperti majlis fiqih, majlis nahwu, atau majlis kalam. Majlis al-Syu’ara, majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes para ahli syair. Majlis al-Adab, majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal. Majlis al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah dibidang hukum kemudian difatwakan.
· Masjid, Semenjak berdirinya pada masa Nabi Muhammad Saw, Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.
· Khan, berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam pada suatu Masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij di Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat.
· Badi’ah, Secara harfiah badiah artinya dusun Badui di padang sahara yang di dalam terdapat padang sahara yang didalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Lembaga Pendidikan ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintahan Bani Umayyah untuk melakukan program Arabisasi yang digagas oleh khalifah Abdul Malik Ibn Marwan.
4. Kebijakan pemerintah
Para penguasa dan pemimpin Muslim memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan sejak masa khulafaur Rasyidin. Mereka mendirikan dan menghidupi berbagai sarana penunjang ilmu pengetahuan dan pendidikan, termasuk lembaga-lembaganya. As-Suffah yang menjadi model pendidikan Islam ketika nabi berada di Madinah tersebar keluar madinah tersebar luas keluar madinah sejalan dengan persebaran Masjid. Di daerah-daerah baru pada masa bani Umayyah dimana bahasa Arab bukan bahasa pertama dan Al Quran belum dikenal, pembangunan lembaga pendidikan Islam, seperti kuttab dan Masjid menjadi tujuan utama para khalifah dan gubernur, sehingga biaya pembangunan ditanggung pemerintah[3]
Madrasah-madrasah pada masa idnasti umayyah
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis.
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).
5. Gerakan-gerakan ilmuah pada massa umayyah
Berikut ini gerakan-gerakan ilmiah yang muncul saat itu, sebagaimana yang dikemukakan jaih mubarok (2004:65-68) yaitu:
a) Penyempurnaan tulisan Alquran
Alquran yang telah dikodifikasi pada masa Abu bakar ad Usman ibn Affan ditulis tanpa titik sehingga tidak dapat dibedakan antara huruf fa dengan huruf qof atau antara huruf ba dengan huruf tsa dan juga baris sehingga tidak dapat dibedakan dhommah yang berbunyi u fathah yang berbunyi a dan kasroh yang berbunyi i
b) Penulisan Hadits
Umar bin Abdul azizi adalah khalifah yang menggagas penulisan hadits. Beliau memerintahkan kepada walikota madinah Abu Bakar bin Muhammad bin Amr ibn Hajm yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal hadits. Pengumpulan hadits mulai dilakukan oleh ulama. Diantaranya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Muslim, ibn Ubaidillah Ibn Yihab al-Zuhri (guru imam malik)
c) Teologi islam (ilmu kalam)
Timbul dalam islam pemikiran yang bersifat teologis yang kemudian terkenal dengan sebutan ilmu kalam. Ini bertujuan untuk menolak ajaran-ajaran teologis dari agama Kristen yang sengaja dimasukan untuk merusak akidah islam kemudian berkembang menjadi ilmu yang khusus membahas tentang berbagai pola pemikiran yang berkembang dalam dunia islam terutama masalah ketuhanan.
d) Madrasah Hasan al-Bashri
Hasan al-bashri dilahirkan pada zaman khalifah umar ibn khutthab ra. Dan meninggal pada zaman Hisyam ibn Abdul Malik. Beliau meninggalkan sejumlah kitab yang berharga akan tetapi diantara karyanya yang dapat dijumpai hingga saat ini hanya dua yaitu Risalat fi Dzamm al-Qadariyyat dan kitab fi Tafsir al-Qurani.
e) Gerakan ijtihad
Semakin luasnya wilayah kekuasaan islam pada masa sahabat dan seterusnya dan juga adanya interaksi dengan budaya bangsa lain, pola kehidupan masyarakat muslim banyak terjadi perubahan dan banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Secara umum nabi Muhammad saw. Telah memberikan pedoman bahagaimana cara memberikan keputusan hukum terhadap masalah-masalah baru yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Petunjuk nabi dalam mengambil keputusan adalah pertama hendaknya dicari ketetapan dalam al-quran, jika tidak ada dicari dalam sunnah atau hadits dan jika tidak ada terdapat dalam keduanya maka gunakan akal pikiran (ijtihad) untuk memberikan ketentuan[4]
[1] Mubarok Jaih, Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.hal. 96
[2] Langgulung Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992,Hal. 113
[3] Ibid, hal 115
[4] Nasution Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jakarta: Logos. 2001
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.