Pengertian Singkat Novasi dan Subrogasi
Ekonomi Syariah | 2023-01-10 15:17:47Pengaplikasian ekonomi syari'ah dalam dunia usaha ataupun bisnis pada zaman ini adalah hal yang sudah tidak asing lagi, seiring berjalan dengan arah kebijakan pemerintah yang sudah melakukan merger bank-bank syari'ah.
Konsep Hawalah merupakan salah satu Mekanisme dalam hukum ekonomi syari'ah yang mempunyai pandangan dengan praktik ekonomi konvensional. Hawalah dapat diartikan sebagai pengalihan utang (debt transfer), ada beberapa lembaga yang mempunyai keterkaitan antara konsep hawalah ini, yaitu salah satu nya adalah novasi dan subrogasi, meskipun secara keseluruhan mempunyai konsepsi yang berbeda secara umum, tetapi mempunyai beberapa bagian praktis yang hampir mirip.
Novasi. Novasi secara umum dapat diartikan sebagai pembaharuan utang yang dilakukan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak yang terkait, dimana pihak kreditur dan debitur mempunyai kesepakatan untuk menghapuskan perikatan lama lalu menggantikannya dengan perikatan yang baru.
Pasal 1413 KUHPerdata menguraikan terdapat 3 (tiga) jenis novasi, sebagai berikut:
1) Apabila seorang debitur membuat perikatan utang baru bagi kreditur untuk menggantikan perikatan yang lama yang dihapuskan karenanya. Hal inilah yang disebut novasi objektif;
2) Apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan seorang debitur lama yang dibebaskan dari perikatannya. Hal ini disebut novasi subjektif pasif;
3) Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorang kreditur baru, untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa si debitur dibebaskan dari perikatannya. Hal ini disebut novasi subjektif aktif.
Secara rinci KUHPerdata menguraikan ketentuan mengenai novasi dari Pasal 1413 sampai dengan Pasal 1424.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengakomodir praktik Novasi dalam bisnis syariah dengan mengafirmasi Fatwa Nomor 103/DSN-MUI/X/2016 tentang Novasi subjektif berdasarkan prinsip syariah. Bagian ketiga fatwa DSN tersebut mengenai ketentuan akad menegaskan impelementasi hawalah dalam novasi sebagai berikut :
1. Novasi subjektif aktif yang berupa penggantian da'in berlaku ketentuan hawalat al- haqq; dan
2. Novasi subjektif pasif yang berupa penggantian madin berlaku ketentuan hawalat al- dain.
Untuk mengimplementasikan Novasi dalam bingkai ekonomi syariah, DSN MUI dalam fatwa Nomor 103 telah memberikan beberapa ketentuan khusus diantaranya sebagai berikut :
1. Kehendak untuk rnengadakan novasi subjektif harus dinyatakan secara tegas dan jelas oleh para pihak dalam akta perjaniian;
2. Dalam akta perjanjian novasi subyektif pasif harus dinyatakan secara tegas mengenai pernbebasan madin lama dari utangnya;
3. Dalam akta perjanjian novasi subjektif aktif harus dinyatakan secara tegas mengenai pembebasan da'in lama dari piutangnya;
4. Dalam novasi subjektif pasif (penggantian madin) dengan obyek pembiayaan murabahah, pengalihan utang oleh madin lama kepada madin baru dilakukan atas dasar itikad baik para pihak;
5. Mekanisme novasi subjektif pasif (penggantian madin) dapat dilakukan dengan menggunakan akad hawalah bil uirah dengan berpedoman pada fatwa DSN-MUI Nomor 58/DSN-MUL1V12007 tentang Hawalah bil Ujrah;
6. Novasi subjektif hanya boleh dilakukan atas utang-piutang yang sah berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
7. Ketentuan mengenai jaminan dan pengikatannya diatur sesuai dengan kesepakatan
Subrogasi. Subrogasi yaitu penggantian hak-hak oleh pihak ketiga yang membayar kepada kreditur. Terjadinya pergantian kreditur lama dengan kreditur baru merupakan kehendakan subrogasi. Sebagai contoh si Thunthank melakukan perjanjian utang piutang kepada si AW. Lalu si AW sangat membutuhkan dana dari pinjaman uang yang dilakukan oleh debitur Thunthank, maka dari itu terdapat dua kemungkinan agar dana pinjaman kreditur AW itu kembali, yang pertama, kreditur AW nyari kreditur Bedoel yaitu sebagai kreditur baru untuk menggantikan si AW yang posisinya sebagai kreditur. Artinya, kreditur AW mengalihkan piutangnya dengan cara meminta kepada si Bedoel sebagai kreditur baru untuk melunasi utang dari debitur Thunthank, sehingga nantinya yang memiliki hubungan utang piutang adalah Debitur Thunthank dan Kreditur Bedoel.
Fatwa DSN MUI Nomor 104 Tahun 2016 mengenal praktek subrogasi secara syariah dapat dilakukan melalui tiga mekanisme, yaitu :
Pertama Subrogasi Tanpa Kompensasi (‘iwadl), yaitu subrogasi atau pengalihan piutang antara kreditur lama dengan kreditur baru tanpa adanya kompensasi.
Kedua, Subrogasi dengan kompensasi (‘iwadl) tanpa disertai akad wakalah pembelian barang, keditur baru menyerahkan barang kepada kreditur lama untuk membayar piutang kreditur lama.
Ketiga, Subrogasi dengan kompensasi (‘iwadl) disertai dengan wakalah pembelian barang, model ini dilakukan dengan cara kreditur baru memberikan kuasa (wakalah) kepada kreditur lama untuk membeli barang yang akan dijadikan harga/pembayaran.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.