
Negeri yang Mencintai Disabilitas
Info Terkini | Tuesday, 10 Jan 2023, 10:57 WIB
Komitmen untuk mewujudkan hak dan keadilan bagi penyandang disabilitas perlu ditumbuhkan. Termasuk memberikan kesempatan kerja yang layak bagi jutaan penyandang disabiliats di negeri ini. Aturan ketenagakerjaan bagi disabilitas harus diwujudkan berdasarkan cinta kasih. Negeri yang mencintai disabilitas, akan mendapatkan berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa.
Pembangunan inklusif bagi kaum disabilitas merupakan keniscayaan. Komisi Nasional Disabilitas (KND) sebagai lembaga nonstruktural yang bersifat independen. Dibentuk berdasarkan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas (KND).
KND dibentuk dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. KND mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, advokasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. KND merupakan wujud dari upaya implementasi dan pemantauan nasional terhadap Convention of The Right of Person With Disabilities(CRPD).
Hingga kini masih banyak perusahaan yang belum paham terkait dengan kewajibannya untuk mempekerjakan kaum disabilitas.Untuk itu perlu sosialisasi peraturan terkait hak kaum disabilitas. Padahal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menekankan peran perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% penyandang disabilitas dari jumlah total pegawai atau pekerja.
PBB telah menerbitkan strategi inklusi disabilitas. Ketika meluncurkan strategi itu pada Juni 2019, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan bahwa lembaga dunia ini harus memimpin dengan memberi contoh dan meningkatkan standar dan kinerja bagi penyandang disabilitas di semua pilar pekerjaan, dari kantor pusat hingga lapangan.
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Namun masih banyak penyandang disabilitas yang tidak terpenuhinya hak disabilitas yaitu diantaranya memiliki hak yang sama untuk berkomunikasi dan berinteraksi langsung tanpa adanya batasan, mengembangkan bakat, kemampuan serta kehidupan sosial baik di lingkungan keluarga maupun dilingkungan masyarakat.
Berdasarkan hasil Susenas, sekitar 2,92% (7,4 juta) penduduk Indonesia berusia dua tahun ke atas merupakan penyandang disabilitas. Prevalensi penyandang disabilitas makin meningkat pada kelompok usia yang lebih tua. Penduduk lansia (usia ≥ 65 tahun) memiliki prevalensi yang paling tinggi, yaitu 20,70 %, sedangkan prevalensi pada penduduk usia anak (2–17 tahun) dan usia produktif (15–64 tahun) masing-masing hanya 1,11 % dan 2,01 %. Sementara itu, berdasarkan jumlah, penyandang disabilitas terbanyak berada pada kelompok usia produktif, yaitu sekitar 3,6 juta orang atau 48,09 % dari total penyandang disabilitas.
Jumlah penyandang disabilitas pada kelompok lansia juga cukup tinggi, mencapai 42,43 % dari dari total penyandang disabilitas. Tingginya prevalensi dan jumlah penyandang disabilitas pada kelompok lansia tersebut dipengaruhi oleh menurunnya berbagai fungsi tubuh sebagai akibat dari faktor usia. Kondisi kesejahteraan tidak terlepas dari akses terhadap pekerjaan sebagai sumber pendapatan yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan.
Menurut data Susenas, mayoritas penyandang disabilitas usia produktif tidak masuk ke dalam pasar tenaga kerja. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) penyandang disabilitas yang hanya 31,63 %. Angka tersebut jauh lebih rendah daripada TPAK non disabilitas yang hampir mencapai 70%.
Namun, di antara penduduk yang masuk ke dalam angkatan kerja, tingkat pengangguran warga penyandang disabilitas (4,15%) sedikit lebih baik daripada warga non disabilitas (4,91%). Di antara penduduk yang bekerja, baik pada kelompok penyandang disabilitas maupun pada non disabilitas, mayoritas adalah laki-laki. Namun, ketimpangan gender dalam mengakses pekerjaan tersebut sedikit lebih besar pada penyandang disabilitas.
Di antara penyandang disabilitas yang bekerja, mayoritas terserap pada sektor jasa dan berpendidikan rendah. Pekerja yang tidak memiliki ijazah sekolah dasar (SD) karena tidak pernah sekolah atau tidak menamatkan SD mencapai 44,29%, pada penyandang disabilitas, atau lebih dari dua kali lipat angka pada pekerja non disabilitas.
Pekerja penyandang disabilitas yang berpendidikan SMP ke bawah mencapai 82,43 %, sedangkan pekerja non disabilitas yang berpendidikan SMP ke bawah 60,71%. Perbedaan lain yang menonjol antara pekerja disabilitas dan non disabilitas adalah status pekerjaan. Lebih dari separuh pekerja disabilitas (57,07%) membuka usaha sendiri yang umumnya bersifat informal. Pekerja disabilitas yang bekerja sebagai buruh/karyawan formal (tetap dan dibayar) hanya 22,25%. Sementara itu, pada pekerja non disabilitas sebarannya cenderung berkebalikan.
Seluruh elemen bangsa perlu mewujudkan efektivitas kerja KND dan sinergi antara pemangku kepentingan. Penanganan disabilitas selama ini frekuensinya sangat kuat di tingkat pemerintah pusat atau di kota besar namun di daerah kondisinya masih lemah. Sehingga jumlah total nasional kaum disabilitas belum banyak yang tertangani.
Selain tugas pokok dan fungsi KDN yang sudah dibakukan dalam UU dan Perpres juga perlu memperjuangkan beragam konsesi bagi penyandang disabilitas. Karena kondisi dilapangan menunjukkan bahwa banyak penyandang disabilitas seperti disabilitas mental, dan lain-lain sangat membutuhkan obat obatan seumur hidupnya. Dilain pihak, skema jaminan kesehatan yang berlaku saat ini tidak selalu mengcover obat-obatan yang dibutuhkan. Begitupun dengan penyediaan berbagai alat bantu terutama alat bantu kerja, modifikasi rumah dan kendaraan juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dalam kondisi diatas KDN perlu memperjuangkan kompensasi untuk penyandang disabilitas. Beberapa negara telah melakukan berbagai intervensi kuat untuk membantu biaya hidup penyandang disabilitas.KND perlu menekankan sinkronisasi pengelolaan data kesejahteraan sosial yang berbasis aplikasi digital.
KDN perlu membuat program terobosan dan bersinergi dengan pemerintah mewujudkan infrastruktur dasar yang tepat dan bebas hambatan serta lingkungan yang memiliki kepedulian, solidaritas dan kesetaraan. Keniscayaan memberikan kesempatan luas bagi penyandang disabilitas (PD) untuk mengakses sarana pendidikan, kesejahteraan dan lapangan pekerjaan.
Efektifitas kerja KDN terlihat dari keberhasilan memperjuangkan konsesi bagi penyandang disabilitas di negeri ini. Untuk itu KDN perlu memperjuangkan kompensasi untuk mengurangi biaya hidup penyandang disabilitas.
Bentuk intervensi ini bisa bervariasi. Intervensi paling umum antara lain adalah pemberian tunjangan hidup, serta pemberian subsidi dan potongan harga yang juga dikenal istilah konsesi. Pemberian berbagai potongan harga untuk mengurangi beban biaya hidup sehari-hari sangat mungkin dilakukan. Berbagai skema konsesi bisa diberikan oleh pemerintah, termasuk diantaranya potongan harga untuk pendidikan, transportasi umum, listrik, air dan sebagainya.
Di negara lain, pemberian konsesi dan benefit lainnya kepada warga negara yang mengalami disabilitas merupakan salah satu bentuk layanan dasar yang sudah baku. Di Malaysia, penyandang disabilitas mendapat potongan harga 50 persen untuk tiket kereta api di semua kelas serta bus dalam dan luar kota. Maskapai penerbangan Malaysia juga memberikan potongan harga 50 persen bagi penyandang disabilitas.
Pemerintah Malaysia juga memberikan bantuan sewa rumah, pembebasan biaya kesehatan, pembebasan biaya pengurusan paspor, potongan pajak bagi penyandang disabilitas, orang tua dari anak penyandang disabilitas, pasangan dari penyandang disabilitas dan perusahan yang mempekerjakan penyandang disabilitas.
Bahkan penyandang disabilitas yang hendak membeli mobil produksi nasional juga mendapat potongan harga 10 persen. Perusahaan Telekom Malaysia juga memberikan berbagai bentuk pembebasan dan potongan harga untuk fasilitas telekomunikasi. Selain itu pemerintah Malaysia juga menetapkan keberlanjutan pemberian pensiun penyandang disabilitas yang merupakan anak/tanggung jawab dari pegawai negeri yang meninggal dunia.
Selama masa pandemic Covid 19, penyandang disabilitas sangat menderita karena terkena dampak negatif, salah satunya dari sisi ekonomi. Menurut survei yang dilakukan oleh Jaringan Difabel Indonesia, sekitar 86 persen responden yang bekerja di sektor informal mengalami pengurangan pendapatan sebesar 50 persen – 80 persen. (AM)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.