Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Risyda Munadiya Arriega

Akad Jual Beli, Jika Maqud Alaih (Barang) Belum Diketahui Halal atau Haramnya

Agama | Sunday, 08 Jan 2023, 21:45 WIB

Pengertian Akad Jual Beli

Jual beli adalah sebuah kegiatan yang memiliki tujuan dan maksud untuk mencari keuntungan. Aktivitas jual beli ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, karena dengan adanya jual beli, manusia dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam Islam, jual beli disebut dengan al bai'. Al bai' memiliki pengertian secara bahasa yaitu memindahkan kepemilikan sebuah benda dengan akad saling mengganti. Dan dimaknai juga dengan tukar menukar barang.

Imam Nawawi dalam kitab Majmu' mengatakan bahwa jual beli adalah tukar-menukar barang dengan barang dengan maksud memberi kepemilikan. Dan Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mugnia mendefinisikan jual beli dengan tukar-menukar barang dengan barang yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak milik. Kata bai adalah pecahan dari kata baa'un (barang), karena masing-masing pembeli dan penjual menyediakan barangnya dengan maksud memberi dan menerima.

Prinsip Jual Beli

Jual beli dalam Islam tidak boleh se-enaknya maka dari itu terdapat beberapa prinsip yang perlu diketahui agar transaksi dalam bisnis tidak menjadi haram.

1. Antara penjual dan pembeli harus saling rela atau rida.

2. Barang yang hendak dijual memiliki harga, milik sendiri, bisa diperjual belikan dan merupakan barang halal.

3. Tidak terdapat unsur gharar (spekulasi atau tidak jelas). Misalnya dalam kasus membeli ikan dalam kolam yang belum jelas jumlah dan semacamnya.

4. Tidak ada pihak yang dirugikan.

5. Tidak mengandung riba.

Hukum Jual Beli

Jual beli hukumnya boleh, Imam Syafi'i mengatakan "Semua jenis jual beli hukumnya boleh kalau dilakukan oleh dua pihak yang masing-masing mempunyai kelayakan untuk melakukan transaksi, kecuali iual beli yang dilarang atau diharamkan dengan izin-Nya maka termasuk dalam kategori yang dilarang. Adapun selain itu maka jual beli boleh hukumnya selama berada pada bentuk yang ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya, serpeti dalam firman-Nya. Berikut dalil Al-Qur'an, sunnah, dan ijma'

Dalil Al-Qur’an

Allah ta’ala berfirman,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya:

“padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah: 275)

إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Artinya:

“kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” (QS. An Nisa:29)

Al ‘Allamah As Sa’diy mengatakan bahwa di dalam jual beli terdapat manfaat dan kepentingan sosial, apabila diharamkan maka akan menimbulkan berbagai kerugian. Berdasarkan hal ini, seluruh transaksi (jual beli) yang dilakukan manusia hukum asalnya adalah halal, kecuali terdapat dalil yang melarang transaksi tersebut.

Dalil As-Sunnah

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim: 2970)

Ijma’

Dalil dari ijma' bahwa umat Islam sepakat bila jual beli itu hukumnya boleh dan terdapat hikmah di dalamnya. Pasalnya, manusia bergantung pada barang yang ada di orang lain dan tentu orang tersebut tidak akan memberinya tanpa ada imbal balik. Oleh karena itu, dengan diperbolehkannya jual beli maka dapat membantu terpenuhinya kebutuhan setiap orang dan membayar atas kebutuhannya itu. Manusia itu sendiri adalah makhluk sosial, sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya kerja sama dengan yang lain.

Syarat Jual Beli

1. Subyek (pelaku akad) harus yang cakap dalam bertindak dan berakal sehat.

2. Objeknya harus bisa diterima oleh hukum, bukan merupakan barang terlarang.

3. Transaksi dilakukan dengan rida bukan karena dipaksa.

4. Dari sisi akad jual belinya harus diizinkan oleh syara dan bermanfaat bagi para pihak.

Rukun Jual Beli

1. Aqid, Pihak yang berakad (penjual dan pembeli).

2. Ma’qud Alaih, Barang yang akan diperjual belikan.

3. Maudhu’ al-aqd, Maksud dan tujuan dari akad jual beli, yaitu untuk saling memenuhi kebutuhan antar manusia.

4. Shighat al-a’qd, terdapat ijab dan qabul dalam transaksi akad jual beli tersebut. Ijab adalah permulaan kata yang keluar dari pihak yang ingin berakad, lalu muncul qabul sebagai kesepakatan setelah pernyataan akad jual beli.

Setelah melihat penjabaran mengenai Akad Jual Beli dalam islam, lantas bagaimana jika kita melakukan akad jual beli tetapi Ma’qud Alaih belum diketahui halal atau haramnya.

Berikut saya sertakan contoh kasus yang sedang ramai diperbincangkan yaitu Mixue. Mixue merupakan merek es krim asal china yang perkembangannya sangat pesat di Indonesia. Bahkan saat ini menempati posisi kedua terbanyak franchisenya di seluruh kota di Indonesia, setelah KFC. Menu utama yang disediakan ialah es krim dan teh dengan variasi yang beragam dan harga yang terjangkau menjadikan Mixue digemari banyak orang.

Setelah ramai diperbincangkan, banyak masyarakat muslim yang merupakan pembeli setia Mixue mencari tahu kehalalan produk tersebut. Dengan menghubungi mixue secara langsung melalui email, direct message ataupun komentar dalam laman instagram Mixue. Tertanggal 27 July 2022 Mixue menjawab segala pertanyaan masyarakat perihal kehalalan produknya. Simak screenshoot Instagram Mixue.

Klarifikasi Mixue. Poto : Screenshoot Laman Instagram

Meskipun tidak ada ketidakpastian produk dari Mixue ini halal atau tidak, masih banyak masyarakat muslim yang membeli produk tersebut. Lantas bagaimana sudut pandang Fiqh Muamalah mengenai akad jual beli jika barang yang dibeli belum bisa dipastikan halal atau haramnya?

Sebelumnya kita menjawab pertanyaan tersebut, mari kita simak penjabaran berikut ini,

Ketentuan Islam mengenai makan dan minum kategori halal, haram, dan syubhat, didasarkan pada Alquran dan Hadis. Imam Ibnu Shalah mengatakan “tidak bisa dihukumi ini najis, tidak bisa dihukumi ini haram, kecuali sudah nyata (melihat langsung barang itu haram).” Ulama lain yaitu Imam Ghozali menyatakan “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas dan diantara keduanya ada hal-hal mutasyabihat (samar-samar, tidak jelas halal dan haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya, barang siapa hati-hati dari hal-hal subhat, sebenarnya dia telah menyelamatkan agamanya dan harga dirinya”.

Berdasarkan hadist diatas, dapat kita cermati bahwa Islam lebih mengangkat soal makanan dan minuman bukan hanya soal halal atau haramnya yang diperhatikan tetapi juga masalah baiknya.

Mixue belum memiliki sertifikat halal MUI. Meskipun demikian, pihak Mixue mengklaim bahwa bahan baku yang digunakan sudah halal. Sertifikat MUI ialah suatu fatwa tertulis yang dikeluarkan langsung oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengesahkan dan menyatakan kehalalan dari suatu produk berdasarkan syariat islam. Atau lebih mudahnya untuk mengkelompokan suatu makanan atau minuman itu halal atau tidak. Jadi produk yang sudah ada logo halalnya itu terjamin kehalalannya, sedangkan yang tidak ada bukan berarti dia haram. Akan tetapi, belum memiliki sertifikasi halal.

Dalam Al-Qur’an kata thayyib banyak disebutkan dalam berbagai bentuk kata, yaitu dengan lafal thayyiban, thayyibah, dan thayyibât. Salah satu ayat yang menyebutkan halalan thayyiban adalah QS al-Baqarah ayat 168:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَات الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian” (QS al-Baqarah: 168).

Kebanyakan barang-barang yang halal atau haram berasal dari makanan dan minuman. Sebagai umat muslim yang ingin memilih makanan dan minuman tanpa meragukan kehalalan sesuai konsep halalan thayyiban, maka sewajarnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang sudah dinyatakan halal menurut MUI. Karena mekanisme tersebut sudah memiliki undang-undang dan melewati segala proses pengujian untuk menentukan kehalalan sebuah produk sesuai syariat islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image