Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Minardi

Jumhur Tantang Debat Sang Buldoser Ketenagakerjaan

Info Terkini | Sunday, 08 Jan 2023, 18:57 WIB
Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat

Menko Polhukam Mahfud MD menolak tantangan debat dari Jumhur Hidayat terkait PERPPU Ciptaker yang baru saja dipaksakan Pemerintah. Perppu yang meresahkan rakyat utamanya kaum buruh itu telah menjadi bom waktu.

"Waduh, Jumhur dia nantang debat saya? Saya tak berani, mohon maaf, saya menyerah," ujar Mahfud dikutip dari unggahan twitternya, @mohmahfudmd (8/1/2023).

Diakui Menteri senior itu, Jumhur Hidayat sangat dikenal olehnya. Bahkan, kata Mahfud. Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) itu sangat pandai.

"Saya kenal dia amat sangat pandai sekali. Kalah saya," lanjutnya.

Mahfud langsung mengarahkan Jumhur Hidayat untuk berdebat dengan Ali Mochtar Ngabalin. Menurut Mahfud, dengan Ngabalin, akan lebih memberikan keseimbangan dalam berdebat.

Kalangan SP bisa menarik kesimpulan, bahwa Mahfud untuk kesekian kalinya meneguhkan dirinya bagaikan buldoser. Sejak awal penyusunan UU Cipta Kerja, Menko Mahfud sebenarnya telah ditugasi oleh Presiden Jokowi agar berbicara secara intens dengan seluruh Serikat Pekerja (SP). Namun begitu Mahfud berkeras kepala tidak mau berdiskusi apalagi berdebat. Serta menutup pintu kepada masyarakat terutama serikat pekerja/buruh hingga saat ini.

Sikap Menko tersebut dikalangan aktivis diibaratkan sang “bolduser”. Mahfud telah sukses memerankan sebagai buldoser untuk menggusur masa depan buruh. Dia yang selama ini pakar hukum tetapi dikalangan SP dinilai belum memahami secara komprehensif masalah ketenagakerjaan hingga ke akarnya.

Padahal Jokowi pernah menyatakan agar Mahfud secara intensif melakukan deteksi dini dengan cara membuka komunikasi yang seluas-luasnya kepada semua pihak, baik kelompok buruh, media, organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Non Government Organisation (NGO), dan kelompok-kelompok masyarakat yang lainnya.

Menegakkan Hukum Ketenagakerjaan

“Hukum itu tidak selalu tegak, sekali tegak sekali runtuh. Karena ia tergantung pada tingkah laku manusia. Tugas kita adalah tegakan ketika runtuh, berdirikan ketika rubuh” — Prof. Erman Rajagukguk.

Saat menjadi pembicara acara Konferensi Nasional Hukum Ketenagakerjaan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, saya sempat terpaku membaca kalimatnya yang terpampang di sudut fakultas.

Prof. Erman adalah seorang Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang memiliki perhatian terhadap problematika Hukum Internasional Publik dengan menelurkan sejumlah karya ilmiah yang beraneka ragam di beberapa jurnal ilmiah, seminar, buku-buku, dan lainnya. Berbagai pengalaman yang pernah dilewati Prof. Erman, yakni dimulai dari kerja di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tahun 1969—1975.

Mestinya Mahfud meneladani Prof.Erman Rajagukguk. Terkait dengan Hukum Ketenagakerjaan, antara lain UU Nomor.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Hukum Ketenagakerjaan dibidani dan dirancang oleh tokoh-tokoh serikat pekerja/buruh, yakni Yacob Nuwa Wea dan kawan-kawan.

Mestinya sang buldoser itu memahami filosofi,latar belakang dan proses terbentuknya UU No.13/2003 yang waktu itu sangat demokratis dan melibatkan partisipasi rakyat luas. Ironisnya, Mahfud justru merasa berbesar hati memprotoli dan menghapus beberapa pasal yang amat penting bagi pekerja lewat omnibus law.

Faktanya UU Cipta Kerja telah diputus oleh MK inkonstitusional bersyarat. Lalu pemerintah serta merta menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Penerbitan itu langsung ditentang keras oleh rakyat, terutama oleh kalangan pekerja/buruh.

Pemerintah terus menerus mengkuyo-kuyo dan membuat resah kaum pekerja. Dilain pihak para oligarki dan investor dianak emaskan. Selama ini mereka telah diberikan segala-galanya. Bahkan sederet insentif sudah diberikan, pajak diperingan bahkan ada yang dihilangkan, perizinan dipangkas, faktor keamanan dijamin, aset BUMN dan pemerintah turut diberikan.

Setelah semua diberikan kepada oligarki dan pengusaha, sungguh keterlaluan jika mereka juga meminta agar hak-hak normatif dan kesejahteraan pekerja terus didegradasi lewat Perppu Cipta Kerja.

Menegakkan hukum Ketenagakerjaan atau hukum perburuhan dalam kondisi obyektif saat ini merupakan tantangan berat. Apalagi Ketika di Tanah Air investasi telah dijadikan anak emas dan pekerja dianaktirikan.

Era pasar bebas sudah berlangsung di seluruh dunia. Di Tanah Air, pemberlakukan pasar bebas belum disertai dengan persiapan yang matang terkait dengan sistem pengembangan dan rekrutmen tenaga kerja yang berdaya saing. Kondisinya semakin memprihatinkan karena era pasar bebas dibarengi dengan dunia yang dilanda oleh disrupsi teknologi.

Disrupsi itu telah menjungkir balikkan sistem ketenagakerjaan. Juga telah mengalienasi hukum dan aturan ketenagakerjan. Disruspsi teknologi menyebabkan aturan ketenagakerjaan yang selama ini berlaku menjadi tidak relevan lagi.

Hukum ketenagakerjaan pada prinsipnya terbagi dalam Segmen 1; Sebelum Hubungan Kerja (Pengerahan dan Pendayagunaan Tenaga Kerja), Segmen 2; Saat Hubungan Kerja (Hubungan Kerja dan Hubungan Industrial, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Pengupahan dan Jaminan Sosial), Segmen 3; Setelah Hubungan Kerja (Perselisihan Hubungan Industrial dan Penyelesaiannya,Pemutusan Hubungan Kerja).

Aturan ketenagakerjaan semua segmen diatas akibat disrupsi teknlogi dan pasar bebas menjadi teralienasi, kurang relevan serta sulit diterapkan. Para pengusaha dan pelaku pasar bebas cenderung mengangkangi hukum ketenagakerjaan. Mestinya pemerintah mencegah hal itu, namun nyatanya justru ikut-ikutan mengangkangi Hukum Ketenagakejaan.

Dikalangan pekerja /buruh, tahun 2020 - 2023 bisa dibilang sebagai Annus Horribilis. Bisa diartikan sebagai tahun yang buruk dan penuh kengerian. Berbagai masalah krusial dan amat berbahaya telah mendera pekerja/buruh di tanah air sepanjang itu

Mampukah rakyat Indonesia khususnya serikat pekerja/buruh membalik situasi agar tahun ini mampu menyongsong Annus Mirabilis. Jawabnya terletak pada keteguhan perjuangan segenap serikat pekerja, konsistensi arah perjuangan dan persatuan serta solidaritas dalam perjuangan.

UU Cipta Kerja pada hakekatnya dibuat untuk melepaskan tanggung jawab negara untuk mengurus hajat hidup rakyat luas serta memunggungi hakekat ketenagakerjaan yang sesuai dengan cita-cita bangsa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Zaman terus bergerak, pasca penerbitan Perppu, Serikat bekerja segera memasuki “pertempuran” baru yang tidak kalah sengitnya. Kondisi politik nasional hingga kontestasi pemilu 2024 sangatlah dinamis dan akan memunculkan banyak kuda hitam sebagai kepemimpinan nasional maupun kepemimpinan daerah. Dan kuda hitam itu bisa jadi akan membongkar total omnibus law dan Perppu yang sarat kepentingan asing itu. (AM)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image