Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Abah Konten

Lirik Lagu 'Cublak-Cublak Suweng' dan Pesan Dakwah di Baliknya

Musik | Saturday, 07 Jan 2023, 16:29 WIB
Ilustrasi. Anak mengenakan pakaian adat. (Republika)

Sebagian besar masyarakat Jawa rasanya pasti kenal lagu Cublak-cublak Suweng. Lagu tradisional khas Nusantara ini umum dinyanyikan sebagai lagu iringan permainan atau dolanan anak di kalangan masyarakat Jawa.

Lagu ini ketika dilantunkan memang bernuansa ceria dan terkesan humor. Meski, bila didalami maknanya, lagu ini ternyata memuat ajakan untuk menghindari sifat serakah.

Seperti dikutip dari Tirto.co.id, lirik lagu Cublak-cublak Suweng berisi seruan untuk menjaga keseimbangan antara urusan duniawi dan ukhrawi sebagai bagian dari nilai kehidupan.

Berdasarkan catatan sejarah, lagu Cublak-cublak Suweng digubah oleh Sunan Giri sekitar tahun 1442 M. Hal ini diterangkan dalam Jurnal Ilmu Budaya (2019).

Sunan yang juga dikenal sebagai Raden Paku ini tengah menyiarkan dakwah agama melalui jalur kebudayaan pada masa-masa tersebut.

Makna lagu dolanan Cublak-cublak Suweng diinterpretasikan dari perumpamaan-perumpamaan yang terkandung di dalam lirik. Artinya, permaknaan lagu tidak diperoleh secara langsung dari lirik yang tertera.

Berikut merupakan lirik lagu dolanan Cublak-cublak Suweng yang menggunakan bahasa Jawa beserta artinya dalam bahasa Indonesia:

Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketundhung gudel
Pak empong lera lere Sapa ngguyu ndhelikkake
Sir sir, pong dhele kopong

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia:

Tempat anting
Antingnya berserakan
Berbau anak kerbau yang terlepas
Bapak ompong yang menggeleng-gelengkan kepalanya
Siapa yang tertawa dia yang menyembunyikan
Hati nurani, kedelai kosong tidak ada isinya

Makna lirik lagu Cublek-Cublek Suweng

Cublak suweng, berdasarkan makna bahasa berarti tempat anting. Bisa dimaknai sebagai tempat harta berharga. Sementara gelenter bisa sama artinya dengan berantakan atau tidak beraturan.

Kedua lirik ini bisa menggambarkan harta yang dicari manusia keberadaannya berserakan di berbagai penjuru dunia.

Adapun gudel yang secara harfiah berarti anak kerbau, di kalangan masyarakat Jawa bisa dimaknai sebagai simbol orang bodoh.

Penggalan lirik mambu ketundhung gudel, yang berkelanjutan dengan penggalan lirik sebelumnya, menggambarkan orang bodoh yang terobsesi untuk mencari harta dengan penuh nafsu duniawi.

Sebab terlena akan harta, orang bodoh tersebut digambarkan bak orang tua ompong yang kebingungan dan gelisah dalam penggalan lirik berikutnya, pak empo lera-lere. Ia diselimuti harta, tetapi tidak bahagia.

Sopo ngguyu ndhelikake, berarti siapa yang tertawa, ia yang menyembunyikan. Mengandung pesan bahwa orang yang bijaksana adalah orang yang akan menemukan ketenangan dan kebahagian abadi.

Mereka adalah orang-orang yang tidak terbuai oleh nafsu duniawi yang akan menemukan kedamaian hakiki.

Oleh karenanya, manusia perlu mengasah hati nurani yang kosong untuk mencapai kedamaian abadi. Laku ini dilangsungkan melalui upaya menjaga keharmonisan dengan makhluk lain; sesama manusia dan alam semesta, yang berorientasi terhadap ukhrawi.

Makna tersebut tersirat dalam penggalan lirik terakhir yang berbunyi sir sir, pong dhele kopong.

Sumber: Tirto.co.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image