Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rani fransiska Chrisdayanti

Pasal-pasal Kontroversial KUHP dari Prespektif Sosial Kultural Masyarakat Indonesia

Politik | Friday, 06 Jan 2023, 20:58 WIB

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar hukum pidana di Indonesia. Setelah berlaku selama lebih dari 100 tahun. Pada tanggal 6 Desember 2022, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama dengan pemerintah pada Rapat Paripurna DPR RI ke-11. Akan tetapi, RKUHP masih mengandung berbagai pasal bermasalah yang berpotensi mengancam hak asasi manusia (HAM) dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia merupakan salah satu produk warisan kolonial Belanda yang bersifat liberalis. Oleh karena itu, muncul upaya untuk memperbaharui KUHP sesuai perubahan dan perkembangan budaya atau sosial kultural masyarakat Indonesia. Karena ditemukan beberapa pasal dalam KUHP yang tidak sesuai dengan keadaan sosial kultural di masyarakat. Ada beberapa pihak yang merasa bahwa pasal itu menyimpang dan memerlukan peninjauan ulang. Pembaharuan KUHP juga harus memperhatikan aspek nilai-nilai yang sudah terinternalisasi atau mengakar pada kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia (Umar, 2014). RUU KUHP mendapat berbagai respon dari kalangan masyarakat termasuk para mahasiswa merasa bahwa substansi yang dibawa dalam RUU KUHP tidak tertuju pada kepentingan masyarakat justru cenderung bertentangan.

Pada kenyataanya, kondisi sosial budaya yang ada pada masyarakat Indonesia tidak stagnan akan tetapi selalu berubah seiring berjalannya waktu. Perubahan sosial adalah perubahan yang selalu terjadi dalam masyarakat misalnya perubahan struktur, sistem, dan organisasi. Karena adanya pengaruh dari modifikasi pola-pola kehidupan masyarakat itu sendiri. Perubahan sosial merupakan bentuk variasi cara-cara hidup yang telah mengalami perubahan baik dari segi kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideology ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum yang berlaku di suatu Negara yang memiliki serangkaian aturan untuk mengatur kehidupan masyarakat (Ariyanti,2019). Cakupan hukum pidana sendiri memang cukup luas mulai dari hukum pidana materiil dan hukum pidana formil, keduanyan tentunya memiliki substansi yang berbeda. Dalam beberapa waktu kebelakang muncul wacana untuk mengubah RUU KUHP yang dianggap sebagai bentuk pembaharuan yang diinginkan oleh banyak pihak. Akan tetapi pada realitanya masih terdapat pasal-pasal yang kontroversial dalam perubahan RUU KUHP jika ditinjau dari segi sosial kultural masyarakat Indonesia.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan produk Belanda yang kental dengan pengaruh budaya barat. Hukum pidana warisan Belanda ini ternyata dinilai tidak sesuai dengan budaya, agama, dan adat istiadat masyarakat Indonesia. Kebiasaan-kebiasaan atau budaya yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia sangat jauh berbeda dengan budaya barat. Budaya yang ada pada masyarakat Indonesia saat ini bersumber pada empat norma yang berlaku yakni korma kesopanan, norma kesusilaan, norma ketuhanan, dan norma hukum.

Seiring dengan perkembangan sosial kultural dalam masyarakat Indonesia, ditemukan beberapa pasal dalam KUHP yang tidak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Sehingga dari beberapa pasal tersebut akhirnya menimbulkan kontroversi. Ada beberapa pihak yang merasa pasal itu menyimpang dan memerlukan peninjauan ulang. RUU KUHP yang kita kenal saat ini juga tentunya hadir melalui proses yang panjang dalam penyususnannya. Proses yang dilakukan juga bukan tanpa alasan, melainkan para pembuat KUHP juga harus benar-benar mengetahui kondisi sosial kultural masyarakat Indonesia sehingga nanti produk yang dihasilkan pun sesuai dengan kondisi budaya di Indonesia.

Analisis pasal dalam RUU KUHP dari segi sosial kultural masyarakat Indonesia

Dalam draf RUU KUHP pasal 217-220 pasal tersebut pada intinya melarang siapapun yang akan menyerang harkat dan martabat presiden serta wakil presiden. Dengan diterapkannya pasal ini sama saja dengan membungkam suara-suara rakyat untuk mengkritik kebijakan pemerintah. Jika pasal ini diterapkan di Indonesia juag tidak sesuai dengan UUD NRI 1945 terkhusus pasal 28D ayat 1 dan pasal 28F. kebebasan berpendapat yang juga bagian dari demokrasi tentunya akan terbatas atau bahkan tidak bisa diterapkan lagi. Pasal ini juga dapat mengembalikan masyarakat Indonesia pada budaya feodalisme dimana hanya pemimpin yang dapat mengambil keputusan yang tentu saja sangat berbanding terbalik dengan budaya Indonesia dimana keputusan tertinggi berada di tangan rakyat.

Dalam pasal 2 RUU KUHP ayat 1 menjelaskan tentang hukum pidana adat atau hukum yang hidup dalam masyarakat berkaitan dengan hukum yang masih berlaku dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia. Pada beberapa daerah tertentu masih ada ketentuan hukum tidak tertulis yang berlaku sebagai hukum pada daerah tersebut, untuk memberikan dasar hukum mengenai berlakunya hukum pidana adat perlu ditegaskan dan dikompilasi oleh pemerintah yang berasal dari pertaruran daerah masing-masing tempat berlakunya hukum pidana adat. Jadi hukum pidana adat lebih mengutamakan pada pemulihan keadaan atas apa yang disebabkan oleh pelaku. Hukum pidana adat tidak bertujuan agar pelaku merasa jera melainkan untuk tetap menyeimbangkan hukum agar tidak tertanggu atas pelanggaran hukum adat. Pasal ini juga dapat berpotensi menimbulkan dikriminasi dalam kehidupan bermasyarakat karena tidak dijelaskan kesalahan secara detail apa saja yang harus dipidana,

Dalam pasal 240-241 tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga Negara dalam pasal ini menyataan bahwa seseorang dapat dipenjara selama 3 tahun apabila menghina pemerintah melalui media sosial baik secara lisan maupun tulisan. Pasal ini tentunya berpotensi mengkriminalisasi siapa saja yang melayangkan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah. Dalam pasal ini lagi-lagi suara rakyat dibungkam dan dibatasi dalam kebebasan berpendapat dan seolah-olah pemerintah antikritik.

Beberapa pasal di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia dunilai sudah tidak sesuai lagi dengan adat dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Indonesia masih berposes dalam pembaharuan KUHP, namun dalam prosesnya terdapat beberapa pasal yang menuai kontroversi berbagai pihak karena kurang sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image