Mendidik Murid Generasi Cerdas Digital
Pendidikan dan Literasi | 2023-01-06 09:31:23Ada fenomena menarik saat saya sedang melakukan pembinaan siswa untuk lomba kompetisi sains bulan November tahun lalu. Fenomena kehidupan murid yang terjadi dimana gadget bisa mengubah secara mendasar kehidupan generasi bangsa. Gambaran fenomena tersebut bisa dilihat dari percakapan saya dengan siswa pada paragrap berikut.
Ini bapak berikan soal latihan olimpiade ya, silahkan kalian kerjakan. Waktunya satu jam dan kalian bisa buka buku-buku sains yang ada, nanti bapak balik lagi dan kita bahas. Setelah kira-kira satu jam saya kembali ke ruang perpus tempat para siswa didampingi dan dibimbing khusus untuk persiapan lomba. Bagaimana, bisa dikerjakan semua soalnya? Belummm, jawab siswa kompak. Coba bapak lihat jawaban kalian. Dan benar saja sebagian besar soal belum dijawab.
Baiklah, kalian bawa hp kan? Bawa Pak. Oke, kalian bisa ambil hp kalian di ruang guru, izin ke guru piket ya hpnya mau dipakai untuk belajar. Kalian bisa mencari jawaban soal-soal latihan tersebut di internet, waktunya 15 menit cukup ya.
Sebagai informasi, di sekolah kami siswa diperbolehkan membawa hp dan tentunya ada aturannya. Peraturannya ketika sampai sekolah hp langsung dikumpulkan di kotak penyimpanan hp per kelas kemudian disimpan di ruang guru oleh guru piket. Hp boleh diambilkan kembali saat pulang sekolah. Namun demikian, jika dalam pembelajaran diperlukan hp sebagai alat untuk mencari referensi atau sumber belajar, maka siswa diperbolehkan mempergunakan hp sesuai arahan guru yang bersangkutan.
Kembali ke siswa yang sedang fokus belajar untuk persiapan lomba. Bagaimana sekarang, semua soal sudah dijawab kah? Sudah Pak. Wow keren, dengan gadget di tangan dalam waktu relatif singkat mereka berhasil menjawab soal soal latihan tersebut. Padahal soal latihannya ada yang soal hitungan dengan rumus loh. Itulah murid zaman now, anak generasi cerdas digital. Asal mereka mau, mereka bisa dengan mudah mengakses segala konten. Kalau hanya mencari jawaban soal, dengan mudah mereka dapatkan di dunia maya.
Lalu, apakah mereka faham terhadap materi pelajaran atau soal yang ditanyakan? Jawaban mereka tidak secepat ketika mereka mendapat jawaban soal dari internet. Maka disinilah peran guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan peran lainnya yang bisa memotivasi dan mendorong muridnya untuk terus belajar dan mempelajari lebih dalam lagi harus senantiasa dihidupkan. Biar bagaimanapun didikan, bimbingan, perhatian dan terutama pendekatan dengan hati yang guru lakukan tidak akan bisa digantikan oleh dunia digital dan kecanggihan mesin artificial intelligence (AI) berbasis internet.
Peran guru sebagai pembimbing dan pendidik yang memandang murid sebagai manusia dengan bakat unik dan perkembangan potensinya masing-masing menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan. Dari sini guru harus berinovasi untuk mengajar muridnya sesuai kecenderungan dan gaya belajarnya. Tidak kalah penting guru perlu merancang pembelajaran sesuai modalitas belajar dan potensi muridnya. Kabar baiknya, dengan kurikulum merdeka guru diberi keleluasaan untuk merancang pembelajaran dengan materi dan alokasi waktu menyesuaikan kebutuhan anak didik.
Dan salah satu tugas berat guru adalah membentuk kesadaran murid untuk memperkaya literasi dan narasinya agar semakin mamahami ilmu yang dipelajari sekaligus menghubungkan dengan realita kehidupan di dunia nyata. Literasi yang dimaksud disini adalah literasi membaca dan menulis.
Minat baca siswa ada, namun daya bacanya rendah. Silahkan anda cek sendiri, pesan dan info-info singkat dalam medsos hampir tak terlewatkan dibaca. Namun, jika disuruh membaca buku paket secara mandiri, sebagian besar tidak tuntas dibaca. Minat literasi siswa terhadap narasi panjang cenderung menurun.
Minat dan daya baca buku yang rendah berpengaruh pada kemampuan menulis yang juga rendah. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, gurunya pernah memperlihatkan hasil tulisan siswa dimana sebagian besar siswa tidak mampu membuat lima paragraph tulisan sesuai ketentuan.
Dan jangan bandingkan daya tahan membaca dengan daya tahan mereka bermain game di gadgetnya. Keluhan orang tua terkait kuatnya anak-anak mereka ngegame bahkan sampai berjam-jam sudah terbiasa jadi curhatan ke guru. Tentunya harus dicarikan solusi bersama antara orang tua, guru dan sekolah.
Fakta minat dan daya tahan membaca buku yang rendah tergambar dari hasil asesmen lembaga internasional OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Kemampuan literasi anak-anak Indonesia berada pada level rendah dibawah skor rata-rata. Kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, dengan rata-rata skor OECD yakni 487 (Indek PISA, 2019).
Kolaborasi yang baik berbagai pihak pemangku kepentingan harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi anak-anak Indonesia. Saya sangat mengapresiasi kepada Pemda, perusahaan dan lembaga lainnya yang telah membuat dan mengkonsep perpustakaan yang menarik siapapun untuk datang berkunjung dan membaca.
Dalam skup sekolah, orang tua perlu dilibatkan bersama-sama guru untuk membangun ekosistem membaca yang kondusif bagi anak didik. Konsep pertama pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar (pasal 1, ayat 1 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003). Anak banyak menghabiskan watunya di sekolah dan rumah. Untuk itu ekosistem membaca ini perlu dibentuk bukan hanya di sekolah, tapi juga di rumah
Program literasi sekolah harus terus digalakkan dan dijalankan secara berkesinambungan. Aktivitas membaca buku pelajaran atau materi dari sumber online baiknya diberi porsi sesuai kebutuhan dalam pertemuan tatap muka. Kegiatan membaca buku selain buku paket juga perlu diprogramkan untuk meningkatkan jumlah buku yang dibaca. Buku-buku dalam versi digital yang mudah dijangkau dalam gadget anak menjadi media alternatif yang juga patut diupayakan. Salah satu tolak ukur dari keberhasilan program literasi bisa dilihat apakah siswa bisa menjawab soal-soal yang sifatnya pertanyaan terbuka.
Seiring dengan dunia yang berubah ke arah serba digital, lebih terglobalisasi, dan lebih beragam, kehidupan seseorang sebagai anak turut berubah. Maka seyogyanya orang tua, guru, pemerintah, dan masyarakat perlu menyelaraskan diri dengan cepat. Murid-murid hari ini adalah generasi Z yang akan mendominasi masa depan, dan mereka adalah digital native. Mereka tidak mengenal dunia tanpa internet. Oleh karena itu menjadi suatu keniscayaan bahwa guru dan orang tua sekarang adalah juga yang harus akrab dengan dunia digital dan internet.
Dengan gadget, dunia medsos dan internet, murid sekarang leluasa menyerap alam pikiran dan budaya baru dari mana saja. Mereka secara umum semakin tidak ingin diarahkan. Maka tugas para guru dan orang tua untuk menjaga jati diri kita sebagai bangsa yang berPancasila, berAgama, dan berBudaya Luhur jangan sampai lebur dan tergerus arus dunia digital. Kita harus peduli, jangan biarkan ekosistem digital dan media sosial didominasi narasi-narasi yang memuat energi negatif dalam kehidupan murid, keluarga dan masyarakat
Peran orang tua dan guru dalam kehidupan digital murid menjadi benteng untuk menjaga akhlak dan karakter mereka sebagai generasi penerus Bangsa Indonesia. Kepedulian kita hari ini turut menentukan keberlangsungan bangsa kita kedepannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.