Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tati Sunarti

Anak Itu Fitrahnya Baik, Yuk Luruskan Cara Mendidiknya

Agama | 2024-12-15 14:06:33
Sumber: dokumen pribadi

Perundungan atau lebih populer dengan istilah bullying semakin hari semakin marak terjadi. Sebagian besar bullying terjadi di kalangan usia anak-anak hingga remaja. Banyaknya muncul kasus ini menunjukkan seberapa besar krisis moral pada generasi saat ini.

mengutip penjelasan dari dr. Alfonsus Edward Saun, SpKJ yang mengatakan bahwa anak pelaku perundungan umumnya memiliki rasa insecurity (rasa kekurangan) yang cukup tinggi. Sehingga memantik keinginan untuk mendapat perhatian dari lingkungan atau memunculkan rasa ingin lebih menonjol dibandingkan yang lain (detik.com, 21/02/24).

Bagaimana dengan indikator penyebab anak menjadi pelaku bullying? Menurut pemaparan dr. Fadhli Rizal Makarim di situs halodoc.com, perilaku bullying bisa disebabkan oleh beberapa kondisi. Pertama, anak yang tidak menerima kasih sayang secara penuh dari orangtua cenderung akan mencari banyak perhatian melalui perilaku bullying.

Kedua, anak yamg tumbuh dan berkembang dari keluarga yang sarat dengan kekerasan pun sama, akan membentuk karakter untuk mendominasi orang yang dianggap lemah. Bisa dengan meniru kekerasan fisik atau verbal.

Ketiga, pelaku bullying besar kemungkinan adalah anak yang pernah mendapat perlakuan bully dari orang terdekat, entah sodara kandung, orangtua, atau kerabat. Bermula dari seorang korban kemudian menjadi pelaku. Terakhir pelaku bullying ternyata merupakan anak dengan perasaan rendah diri akut. Sehingga baginya merasa perlu untuk menutup rapat kondisi tersebut dengan berperilaku dominan terhadap orang lain.

Merespon banyaknya kasus bullying, pemerintah pusat membuat satu payung hukum, dengan harapan kasus ini bisa ditanggulangi dengan baik. Salah satu keseriusan pemerintah tertuang dalam Permendikbudristek nomor 46 tahun 2023.

Pasal tersebut berbunyi bahwa peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan warga satuan pendidikan lainnya berhak mendapatkan pelindungan dari kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Untuk melaksanakan pelindungan dari kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dilakukan pencegahan dan penanganan kekerasan yang mempertimbangkan hak peserta didik dalam memperoleh lingkungan satuan pendidikan yang ramah, aman, nyaman, dan menyenangkan bagi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga satuan pendidikan lainnya.

Peraturan Menteri ini dinilai efektif untuk menekan kasus bullying, namun data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan sebaliknya. Kasus bullying justru malah meningkat setiap tahunnya dengan prosentase; SD 39 persen, SMP 22 persen, dan SMA 39 persen.

Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad, menyatakan bullying rupanya menjadi masalah yang cukup serius di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Menurutnya semua elemen tidak boleh fokus hanya pada korban, tapi juga pada saksi. Karena seringkali, jika saksi melaporkan atau memberikan kesaksian biasanya yang bersangkutan akan menjadi korban berikutnya.

Kemudian, semua kalangan harus mengetahui bahwa Indonesia saat ini menempati peringkat ke-5 di dunia atas maraknya kasus bullying. Sedangkan di Asia, Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah Filipina dan Brunei.

Kasus bullying teranyar terjadi menimpa siswa SD di Kabupaten Subang. Siswa korban bullying tersebut harus meregang nyawa setelah dianiaya. Sungguh ini kondisi yang memilukan hati semua pihak, termasuk Habib Syarief Muhammad selaku anggota Komisi X DPR RI (detik.com, 9/11/2024).

Menyudahi kasus bullying tentu menjadi PR bersama, baik orangtua, masyarakat dan juga pemerintah. Ketika mendapati pelaku bullying ternyata bermula dari kondisi keluarga sebagai elemen terkecil yang tidak ideal, maka perlu memperbaikinya pun harus melalui elemen tersebut dengan pola paling dasar.

Pola paling dasar adalah setiap orang dewasa yang menjadi orangtua tentu harus memahami bahwa anak adalah amanah. Amanah yang diminta, maka mendidik dan mengurusnya harus dengan cara yg benar. Dalam hal ini orangtua tidak boleh abai terhadap kewajibannya untuk memenuhi hak seorang anak, mulai dari sandang, pangan, papan, kasih sayang, pendidikan, dan yang lainnya.

Rosulullah SAW bahkan mewasiatkan bahwa kewajiban seorang ayah (orangtua) adalah memberikan nama yang baik dan mengajarkan alquran. Beliau pun menegur salah satu lelaki Badui yang bahkan tidak pernah memeluk dan mencium anak-anaknya, ia bernama Aqra.

Ia pernah bertanya karena terheran dengan cara Rosulullah menyayangi cucu-cucunya. Dia berkata “Ya Rasulullah, aku memiliki 10 anak, namun tak ada satu pun yang pernah kucium.” Mendengar sikap Aqra' terhadap anaknya, Rasulullah SAW lantas bersitatap tajam dengannya. “Ketahuliah,” sabda Beliau SAW, “Siapa pun yang enggan menyayangi, niscaya tidak akan disayangi.”

Dari kisah di atas kita bisa mengambil pelajaran untuk memberikan kasih sayang yang penuh pada anak-anak. Agar jiwanya tidak mengalami insecurity dan kekosongan.

Lantas, apa peran masyarakat dalam menanggapi kasus bullying? Peran masyarakat tentu sama krusialnya dengan keluarga. Masyarakat seharusnya menjadi wadah aman untuk anak-anak. Setiap tindakan di luar batas norma dan syariat harus menjadi ladang amar makruf nahi munkar (mengajak pada kebaikan, dan mencegah keburukan).

Masyarakat harus memahami bahwa semua generasi menjadi tanggujawab semua pihak dalam mendidiknya. Sehingga tidak segan untuk sama-sama memciptakan lingkungan yang ramah dan aman untuk anak.

Pemerintah dalam hal ini menjadi elemen terpenting. Aturan Undang-Undang harus meliputi pencegahan dan pemberian efek jera.

Pencegahan bullying bisa dimulai dengan pembinaan dan pendidikan masyarakat akan pentingnya menjaga generasi dari kerusakan dan keburukan. Selain itu, penting juga filterisasi di semua media. Tegas untuk tidak meloloskan tontonan kekerasan, perilaku amoral dan lainnya. Hal ini agar tontonan tersebut tidak menjadi tuntunan bagi generasi. Cukupkan generasi dengan kesibukan akan dunia pendidikan yang bagus, juga memfokuskan mereka pada pengembangan skill demi kemaslahatan umat.

Generasi yang berkualitas yang baik itu tidak akan terwujud kecuali semua pihak saling bahu-membahu untuk mendidiknya dengan benar, mengasuhnya dengan kasih sayang, mengurusinya dengan lingkungan yang aman. Karena anak-anak itu fitrahnya baik, sudah semestinya meluruskan cara pada saat mendidiknya.

Wallahu'alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image