Apa Daya Supra Fit di Antara Mobil Mewah Berstrobo?
Curhat | 2023-01-05 20:43:03
Setiap malam minggu, saya dan mbak pacar biasanya akan jalan-jalan ke Kota Bandung. Wajar, pilihan kami–sebagai mahasiswa Unpad, hanyalah dua: berdiam diri di kosan karena malam minggu itu jatuh di akhir bulan atau pergi ke Bandung karena malam minggu itu jatuh di waktu yang tepat dengan kiriman uang yang tepat pula. Hanya ada satu hal yang pasti kami saksikan di Bandung: kelompok penyanyi jalanan yang suaranya merdu dan kami turut bernyanyi sembari menunggu lampu berubah hijau atau wajah kesal kami dan pengguna jalan lain ketika mendengar suara merdu penyanyi jalanan dirusak oleh strobo mobil orang-orang sok penting dan sok kaya.
Jika kami menoleh ke belakang dan melihat suara bising tersebut dilahirkan dari mobil bertuliskan ‘Ambulance’ atau ‘Pemadam Kebakaran’, kami dan seluruh pengguna jalan raya paham apa yang harus dilakukan: memberikan jalan kepada mereka tanpa ada bibir yang bergerak sedikitpun. Akan tetapi, berbeda halnya ketika kami menoleh ke belakang dan yang kami lihat adalah mobil polisi. Dalam kasus ini, ada dua kemungkinan yang terjadi: mobil polisi tersebut sendirian atau bersama kawanan polisi lainnya, atau di belakang mobil polisi tersebut berjejer mobil-mobil atau motor-motor mewah, yang identitasnya tidak tergambarkan melalui kendaraan mereka.
Jika kasus pertama yang terjadi, hanya ada dua tipe manusia di jalan raya: mereka yang sesegera mungkin menyembunyikan diri mereka ke sebelah bahu kawannya karena tidak menggunakan helm, atau mereka yang segera memberikan jalan karena mungkin saja para polisi tersebut sedang mengejar pelaku korupsi di Bandung atau pelaku pencurian motor di daerah Bandung. Mungkin saja. Akan tetapi, jika kasus kedua terjadi, hanya ada satu hal yang pasti tampak dalam raut wajah orang-orang pengguna jalan raya: kebencian, kedengkian, atau kekesalan. Bisa dibayangkan bagaimana raut wajah pengguna jalan raya jika pengguna strobo tersebut adalah mobil/motor tanpa embel-embel apapun. Betapa kesalnya kami.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan dalam pasal 134 terkait para pengguna jalan yang mendapatkan hak utama di jalan raya: pemadam kebakaran, ambulance, kendaraan pejabat, dan konvoi kendaraan yang telah disetujui oleh pihak kepolisian. Seberapa penting, sih, mereka?
Tentunya ambulance dan mobil pemadam kebakaran adalah kendaraan-kendaraan yang wajib mendapatkan prioritas utama. Bayangkan saja jika rumah anda terbakar atau kucing anda tersangkut di pohon, masa iya nggak ngasih jalan ke mereka? Atau bayangkan saja saudara kita kecelakaan di jalan raya (amit-amit), satu-satunya yang bisa kita harapkan untuk bisa memberikan pertolongan pertama dengan cepat adalah ambulance. Pasti.
Nah, masalahnya adalah beberapa pengguna lain berusaha mendapatkan prioritas yang sama. Pejabat adalah orang-orang penting yang dijelaskan dalam Undang-Undang tersebut mendapatkan prioritas utama. Sayangnya, kalimat pejabat di sana nggak didefinisikan secara jelas. Sangat wajar jika Presiden Jokowi dan wakilnya atau menteri-menteri dan sekelasnya dikawal oleh polisi dengan strobo mereka. Jelas karena mereka memiliki tingkat keterkenalan yang tinggi.
Selanjutnya adalah konvoi kendaraan yang memiliki pikiran bahwa mereka adalah pusat dari alam semesta. Tipe kedua ini kerap saya temui: mereka menggunakan motor besar atau mobil-mobil mewah, sementara saya dan motor Supra Fit 125 saya berada tepat di samping mereka. Ingin rasanya menggoreskan spion Supra saya di pintu mobil mereka, namun apa daya motor saya hanyalah Supra dan mobil mereka adalah Toyota Supra. Atau ketika iring-iringan Moge lewat di samping saya dengan strobo polisi yang mengganggu. Ingin rasanya menabrakkan spion supra saya ke spion moge mereka. Akan tetapi, lambat laun saya sadari bahwa itu hanyalah kecemburuan belaka. Jika saja ada konvoi Supra menggunakan strobo dan dikawal kepolisian, saya mungkin akan langsung bergabung dengan konvoi tersebut.
Akan tetapi, mari kita pertanyakan tentang Moge dan mobil-mobil mewah yang dikawal kepolisian dengan strobo. Dalam Undang-Undang yang sama, dijelaskan bahwa konvoi boleh dilakukan menurut pertimbangan kepolisian. Ada beberapa masalah yang dapat saya temui dalam aturan ini. Pertama, kalimat menurut pertimbangan kepolisian adalah argumen yang sangat tidak dapat diukur, tentang apa batasan-batasan yang akan diterima oleh pihak kepolisian? Toh saya nggak pernah lihat ada konvoi motor Supra Fit 125, konvoi Beat Pop, atau konvoi mobil Avanza? Atau jika hal ini terkait Cubicle Centimeter (CC) yang dimiliki kendaraan, bukankah telah ditetapkan bahwa batas maksimal kecepatan kendaraan oleh Dishub, seperti pada area perkotaan adalah 50 km/jam atau pada jalan antar kota, batas maksimal kecepatan kendaraan adalah 80 km/jam? Terlebih lagi, masyarakat nggak pernah, tuh, ngeliat Moge dan mobil-mobil mewah yang dikawal polisi, juga turut tertib berlalu lintas. Apakah mereka memang benar-benar mendapatkan prioritas yang tanpa dasar?
Pada akhirnya, apa daya saya pengguna Supra Fit 125 melihat rombongan kendaraan yang tidak beridentitas dengan jelas, berjalan dengan langgeng di jalan raya? Ingin mengejar, Supra saya keburu geter, saya perlu effort lebih untuk megangin stang motor, belum lagi getarannya sampai ke seluruh diri saya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.