Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image R. ARSY IMTINAN

Ada Denda di Lembaga Keuangan Syariah, Bagaimana Hukumnya?

Bisnis | 2021-12-14 13:28:42
sumber foto : shariagreenland.co.id

Saat ini masih banyak dikalangan masyarakat yang meragukan kesahihan Bank Syariah, diantara keraguan itu adalah praktek bank syariah yang mengenakan denda bagi nasabah-nasabahnya. Mengapa ada denda lembaga keuangan Syariah? Apa hukumnya?

Adanya denda pada lembaga keuangan syariah sebenarnya hanya di tujukan kepada nasabah-nasabahnya yang mampu tetapi terlambat atau tidak mau membayar dengan tujuan untuk mendisiplinkan.

Rasulullah SAW bersabda, “Menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan utangnya (dihiwalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa'i, Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad, Malik, dan Darami).

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam kasusu ini. Ada ulama yang mengatakan bahwa denda dalam bentuk apapun adalah haram ketika dikenakan kepada orang yang berhutang. Ada juga yang berpendapat bahwa denda boleh saja dilakukan tetapi dengan memperhatikan tata caranya, yaitu sesuai dengan aturan-aturan syariat.

Inilah diantaranya yang dijadikan acuan oleh bank syariah di Indonesia terutama tentu saja selain pendapat ulama yang membolehkan yaitu kalangan Malikiyah, juga didasarkan pada fatwa dewan Syariah nasional Majelis Ulama Indonesia yaitu fatwa nomor 17 tahun 2006. Fatwa tersebut menyatakan bahwa apabila ada nasabah lembaga keuangan syariah yang mampu tapi menunda-nunda kewajibannya maka lembaga keuangan syariah dapat atau boleh mengenakan denda terhadapnya.

Syarat di bolehkannya denda kepada nasabah di lembaga keuangan syariah .

1. Syarat Terkait Kondisi Nasabah.

Kondisi nasabah yang tidak mampu atau mengalami kesulitan apalagi ada kondisi yang memaksa, seperti terlilit utang dimana-mana. Maka nasabah tersebut tidak boleh dikenakan denda. Denda hanya di peruntukkan bagi nasabah yang mampu tapi terlambat atau memang tidak mau membayar dengan alasan yang tidak bisa ditoleransi.

2. Iktikad Tidak Baik dari Nasabah

Nah, ini yang perlu untuk disikapi. Terkait syarat sangsi atau dendanya, tujuan utama dari adanya denda ini adalah untuk mendidik agar nasabah menjadi disiplin dalam menjalankan kewajibannya.

3. Kesepakatan yang Jelas

Menentukan berapa besarnya denda itu harus ditentukan serta ditulis sejak awal akad dan ditandatangani. Jadi lembaga keuangan tidak boleh tiba-tiba langsung memanggil nasabah untuk membayar denda, walau

4. Pengelolaan Uang Denda di Lembaga Keuangan Syariah

Tujuan adanya denda adalah untuk mendisiplinkan nasabah. Jadi dana yang didapat tidak boleh diakui sebagai pendapatan perusahaan dan hanya boleh disalurkan untuk kegiatan sosial.

Kebolehan pengenaan denda di lembaga keuangan syariah berdasarkan fatwa DSN nomor 17 tahun 2000 sebenarnya didukung oleh fatwa AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) ketika membahas standart Nomor 8 tentang murobahah. Dimana dalam standart itu dikatakan bahwa lembaga keuangan syariah boleh meminta kepada nasabahnya untuk berkomitmen, beriltizam jika dia tidak bisa membayar sesuai tepat waktu pada dia mampu agar dia bersedekah.

Artinya dibolehkan dikenakan denda tapi syaratnya tadi, denda itu sama-sama untuk kegiatan sosial. Oleh karena itu patut dicermati oleh lembaga keuangan syariah, syarat-syarat pengenaan denda dan juga cara penagihannya. Cara menagih denda ke nasabah di lembaga keuangan syariah harus beda dengan cara-cara konvensional seperti meneror, menyebarkan aib-aib pihak-pihak yang tidak bisa bayar ke saudaranya dan cara-cara lainnya yang tidak Syar’i.

Jadi lembaga keuangan syariah boleh mengenakan denda tapi dengan aturan-aturan yang telah disebutkan tadi yaitu melihat kondisi dari nasabah tersebut, jelas ketentuan waktu dalam keterlambatan membayar dan penggunaan dana denda yang di dapatkan oleh lembaga keuangan sayariah dari nasabahnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image