Pandangan Indonesia terhadap Hukum Ekonomi Syariah
Politik | 2021-12-10 19:25:36Artikel didasari atas berkembangnya ekonomi syariah (islamic economics) di indonesia, kondisi ini menandakan ada sesuatu yang istimewa dari konsep ekonomi syariah. Atau bahkan dapat menjadi solusi ketika sistem ekonomi kapitalis dan sosialis tidak dapat berbaut banyak terhadap perkembangan perekonomian.
Suyud Margono mengungkaokan bahwa adanya sengketa bisnis secara umum dapat berimbas pada pembangunan ekonomi yang tidak efisien, penurunan produktifitas, kemandulan dunia bisnis, dan meningkatnya biaya produksi. Oleh karena itu, kebutuhan akan adanya suatu mekanisme yang jelas mengenai penyesalan sengketa ekonomi Syariah merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan.
Sebagaimana penyelesaian sengketa perdata pada umumnya, penyelesaian sengketa ekonomi Syariah dapat ditempuh secara litigasi maupun nonlitigasi. Penyelesaian sengketa secara litigasi adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui Pengadilan. Sedangkan penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, yang dilaksanakan berdasarkan kehendak dan itikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa
Perkembangan ekonomi Islam berlangsung dengan begitu pesat. Hal ini juga didukung oleh sektor hukum, yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan perundang- undangan di bidang ekonomi syariah, antara lain adalah keluarnya Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberikan kewenangan bagi Pengadilan Agama untuk menangani perkara sengketa ekonomi syariah. Selain itu keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah semakin memperkokoh landasan hukum ekonomi syariah di Indonesia. Pada tataran praktis, keberadaan lembaga-lembaga keuangan syariah sekarang ini menunjukkan adanya perkembangan yang semakin pesat. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran sebagian besar umat Islam untuk melaksanakan Islam secara kaffah.
Sejak diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, penyelesaian sengketa ekonomi Syariah secara litigasi telah menjadi kewenangan absolut dari Peradilan Agama. Untuk menunjang kelancaran pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi Syariah tersebut, tentunya perlu dibuat suatu pedoman khusus mengenai hukum ekonomi menurut prinsip Syariah. Maka untuk kepentingan tersebut Mahkamah Agung telah menetapkan Kompilasi Hukum ekonomi Syariah (KHES) melalui PERMA Nomor 2 TAhun 2008.
Penegakan hukum ekonomi syariah di Indonesia mencakup tiga unsur hukum, yaitu substansi hukum (materi hukum), struktur hukum (institusi penegak hukum), dan kultur hukum (budaya masyarakat).
Bentuk perkembangan dari segi institusi/Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat dalam dekade terakhir ini. Perkembangan ini terjadi di hampir semua lembaga keuangan syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Kemajuan serupa juga terjadi di sektor riil, seperti Hotel Syariah, Multi Level Marketing Syariah, dan sebagainya.
Berdasarkan data statistik perbankan syari’ah bulan Agustus 2020 yang dilansir oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah Bank Umum Syari’ah berjumlah 14 buah, Unit Usaha Syari’ah atau Bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syari’ah berjumlah 20 buah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) berjumlah 162 buah.
Sementara itu Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa institusi keuangan syariah Indonesia merupakan terbanyak di dunia mencapai lebih dari 5.000 institusi antara lain 34 bank syariah, 58 asuransi syariah, 7 modal ventura syariah, 163 BPRS, 4.500-5.500 koperasi syariah dan baitul maal wa tamwil dan 4 pegadaian syariah. besarnya jumlah institusi tersebut belum termasuk industri ritel syariah mengingat Indonesia juga memiliki industri pangan halal, wisata halal hingga rumah sakit halal.
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tersebut salah satunya dipengaruhi oleh dinamika politik akomodasi negara terhadap ekonomi syariah di Indonesia secara bertahap semakin dan terus membaik. Hal ini dapat dilihat dari regulasi-regulasi yang ada sebagai produk politik dan kebijakan publik dari pemerintah selaku pemegang kekuasaan eksekutif, dan peraturan Mahkamah Agung sebagi lembaga yudikatif yang berperan penting dalam memberikan jaminan kepastian hukum. Penegakkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah guna menggerakkan perekonomian syariah di Indonesia dewasa ini sudah merupakan bagian dari politik hukum ekonomi negara, dengan kata lain bahwa sistem perbankan syariah di Indonesia sudah diarahkan oleh negara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.