Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Muhasabah Akhir Tahun, Mengiringi Taubat dengan Inabah

Agama | 2022-12-31 12:23:18

Hari ini merupakan detik-detik akhir perjalanan kita di tahun 2022, meskipun kita tidak memiliki buku harian catatan kegiatan per detik, per menit, per jam, atau per hari, namun setidaknya kita masih dapat membayangkan perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan satu tahun ke belakang. Perbuatan yang menyenangkan, menyedihkan, perbuatan yang membuat kita jatuh terpuruk, bahkan perbuatan ibadah dan dosa yang kita lakukan kemungkinan masih terbayang.

Harapan besar kita, perbuatan-perbuatan yang membuat hati kita memperoleh kesenangan, kebahagiaan, dan kesuksesan dapat kita pertahankan, dan maksimalnya dapat kita tingkatkan pada tahun mendatang. Selain itu, kita pun harus bertekad untuk memperbaiki segala kekurangan dan kekeliruan yang dibuat pada tahun lalu, terlebih-lebih jika pada tahun lalu kita banyak berbuat dosa dan kemaksiatan. Dalam menapaki hari-hari baru kita harus segera menghapusnya dengan taubat yang diiringi inabah.

Kita harus benar-benar meyakini, taubat merupakan salah satu tangga untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia sangat mencintai orang-orang yang menyadari dirinya sarat dengan dosa, kemudian hatinya tergerak untuk bertaubat memohon kepada-Nya.

Syaikh Ibnu ‘Athaillah mengatakan, “Kemaksiatan yang menggerakkan diri seorang menyadari akan kemaksiatannya, merasa hina di hadapan Allah, dan menggerakkan dirinya memohon ampun kepada Allah lebih baik daripada ibadahnya seseorang yang mengantarkan dirinya merasa lebih suci daripada orang lain.”

Tak ada seorang pun yang suci dari perbuatan dosa. Kita tak boleh mengaku sebagai orang suci, sebaliknya kita harus menjadi orang yang secara kontinyu menyadari kekurangan diri kemudian memperbaikinya, dan senantiasa menjadi ahli kebaikan.

“Janganlah kalian mengaku sebagai orang suci. Sesungguhnya Allah mengetahui orang yang berbuat kebaikan diantara kalian” (H. R. Muslim, Shahih Muslim, hadits nomor 1242).

Salah satu kriteria orang yang berbuat kebaikan adalah orang-orang yang senantiasa bertaubat. Sebagaimana dikatakan Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam karyanya Madariju al Saalikin fi Manzili Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’iin, Juz I, hal. 196, orang-orang yang berbuat kebaikan akan menjadikan taubat sebagai langkah awal, langkah pertengahan, dan langkah terakhir dari perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Seseorang tak akan dapat menggapai rida dan ampunan-Nya tanpa menapaki jalan taubat.

Orang-orang yang tidak menapaki jalan taubat tergolong kepada orang-orang yang sombong dan zalim. Merasa diri suci dan sombong merupakan perilaku iblis.

“Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung” (Q. S. An-Nuur : 31)

“Barangsiapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.” (Q. S. Al Hujurat : 11)

Berdasarkan hadits-hadits Nabi saw, inti dari taubat adalah penyesalan atas dosa dan kemaksiatan yang telah kita lakukan. Selain penyesalan, dalam taubat juga wajib ada tekad kuat untuk tidak mengulangi lagi perbuatan maksiat dan dosa. Penyesalan dan tekad yang kuat tersebut mendorong lisan seseorang untuk mengucapkan istighfar sebanyak-banyaknya.

Beryukurlah kepada Allah jika sampai detik ini kita masih sering membasahi lisan dengan ucapan istighfar, hal ini menunjukkan bahwa diri kita sedang melaksanakan proses taubat. Namun demikian, setelah kita sering mengucapkan istighfar sebagai pertanda taubat, kita harus segera mengirinya dengan inabah.

Secara leksikal, taubat dan inabah memiliki kesamaan arti, yakni kembali atau memohon ampun. Namun demikian, dari segi maknanya, inabah memiliki makna yang lebih luas daripada taubat.

Jika kita analogikan dengan kendaraan, taubat laksana kembalinya seorang sopir yang tersesat dari jalan yang salah arah. Setelah sekian lama berada di jalan yang salah tersebut, kemudian ia sadar dan segera kembali ke jalan yang sebenarnya agar dapat sampai ke tempat tujuan. Setelah kembali berada di jalan yang benar, ia tak tinggal diam, ia melajukan kendaraannya dengan penuh kehati-hatian seraya memperhatikan petunjuk arah lalu lintas agar tidak melanggarnya dan kembali tersesat.

Demikian pula halnya dengan kita. Ketika kita menapaki kemaksiatan dan dosa, kita tengah berada di jalan yang salah, akan tersesat, dan tidak sampai kepada tujuan mendapatkan rida dan ampunan Allah. Ketika kita sadar dan menyesal, kita segera kembali ke jalan yang benar. Proses kembalinya kita ke jalan yang benar disebut taubat. Namun tak cukup sampai proses tersebut, kita harus melajukan dan mengiringi diri kita dengan beragam perbuatan baik sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Proses mengiringi perbuatan baik ini disebut inabah.

Dalam hal inabah, Abu Ismail al Harawy dalam karyanya Manazilus Sairin membagi inabah kepada tiga macam, pertama kembali kepada kebenaran karena ingin perbaikan, keluar dari perbuatan dosa dan kesalahan, merasa menderita atas kemaksiatan dan dosa yang dilakukan, dan melakukan beragam amal kebaikan yang dapat mengundang rida dan ampunan Allah.

Kedua, kembali kepada Allah karena ingin menunaikkan janji untuk benar-benar mengikuti perintah Allah seraya terus-menerus memperbaiki segala kekurangan dan kealfaan diri, dan ketiga tidak menunda-nunda dalam melakukan perbuatan baik.

Jatah umur yang Allah berikan kepada kita laksana lembaran-lembaran ajal. Setiap hari kita membuka dan melewatinya. Entah berapa lembar lagi jatah umur kita tinggal di muka bumi ini. Bisa jadi, umur kita ibarat matahari yang sudah akan terbenam, atau bisa jadi malaikat Izrail sudah mendekat kepada kita untuk menjemput kita kembali ke haribaan-Nya.

Sungguh suatu kebahagiaan yang akan mengantarkan kepada keselamatan hidup di alam keabadian manakala kita senantiasa bertaubat sebagai persiapan kembali ke haribaan-Nya. Allah akan menjadikan diri kita sebagai penghuni sorga nan abadi.

“Adapun surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tidak jauh (dari mereka); (Dikatakan kepada mereka,) “Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang bertobat lagi patuh; (Dialah) orang yang takut kepada Zat Yang Maha Pengasih (sekalipun) dia tidak melihat-Nya dan dia datang (menghadap Allah) dengan hati yang bertobat; Masuklah ke (dalam surga) dengan aman dan damai. Itulah hari yang abadi.” (Q. S. Qaf : 31-34).

Ilustrasi : Reflesi akhir tahun 2022 (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image