Nilai Sebuah Ruh Intiqad
Pendidikan dan Literasi | 2022-12-30 16:47:23Nilai Sebuah Ruh Intiqad
Oleh: Asep Saeful Azhar
"Islam itu adalah sumber dari segala ilmu"
M. Natsir
Sudah 14 abad yang lalu Rasulullah SAW di tengah tandus padang pasir telah menancapkan tiang pancang Islam sebagai agama yang sempurna. Di abad ke-21 ini Islam masih eksis dan akan selalu hadir sebagai agama (dien) segaligus suatu pandangan hidup yang mengurat-mengakar pada nilai-nilai ketauhidan.
Mari mengoreksi diri sejauh mana kita semua menanam-tumbuhkan kebermaknaan hidup dalam keber-Islam-an sebagai agama yang diridhai oleh Allah SWT.
Hasil kebudayaan yang saat ini kita sama perhatikan, bukanlah suatu kebudayaan yang secara natural mengalir begitu sahaja, maka marilah kita berkaca pada suatu sirah para pujangga Muslimin di abad keemasan.
Mari kita berkenalan kembali dengan salah satu sosok seperti Ibnu Haitam pada abad ke-11 sang penemu teknik fotoghrafi (Opticae Thesaurus) dari Islam.
Ibnu Haitham adalah seorang ahli ilmu Mar-iyat (Opticshe Wetenschap) yaitu suatu ilmu yang berhubungan dengan penembusan dan perjalanan sinar cahaya. Ia berhasil merevolusi ilmu tersebut dan mengkritik para ahli seperti Euclydes dan Ptolemeus yang mempunyai pandangan sebuah teori bahwa barang-barang yang disekeliling terlihat disebabkan mata mengirimkan sinar kepada barang-barang itu. Teori itu di patahkan oleh Ibnu Haitam dengan memutar teori Euclydes dan Ptolemeus, yakni bahwa bukanlah karena sinar yang dikirimkan oleh mata kepada barang-barang yang terlihat itu, tetapi matalah yang menerima sinar dari barang-barang itu yang lantas melalui bagian mata yang dapat dilalui cahaya yaitu lensa mata.
Mungkin pernyataan Ibnu Haitam ini terkesan kuno, tetapi justru di abad modern sekarang ini beraneka rupa jenis fotoghrafi kita jumpai sebagai hasil buah fikirnya. Lalu apa yang mendorong Ibnu Haitam menyatakan kebenaran itu? Ya, dengan Ruh Intiqad-lah sebagai dasar untuk menyiasati dan menyelediki suatu kebenaran yang tertanam pada suatu ajaran kebenaran; agama Islam. Adalah ruh Intiqad yang menyemai segala hasil dan buah para pujangga muslim di abad keemasan itu.
Barat dahulu adalah suatu daratan yang bergelimpangan para pelaku dan perilaku tahayyul dan churafat. Maka ketika mereka melek dan merubah cara pandangnya ke timur, barulah mereka menyadari akan keterpurukannya dalam kehidupan. Mereka lantas bangkit melihat timur sebagai oase di tengah kering kerontaknya nilai suatu akal akan kehidupan. Majulah mereka dalam berbagai bidang.
Ruh Intiqad yakni dengan menggunakan akal untuk menyelidiki segala sesuatu dengan menjauhkan diri dari taklid yang membutakan dalam segala hal. Maka jelas jika Firman Allah SWT dalam Qs. Bani Israil ayat ke 36 " ... dan janganlah engaku turut saja apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan atasnya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati itu, semuanya akan ditanya tentang itu!"
Pada dasarnya tahayyul dan churafat itu ada dan terus saja bermetamorfosa. Jangan sampai parasit-parasit itu menerpa jiwa lantas lupa lalu tenggelam di dasar kejumudan berfikir. Maka hendaklah selaku kaum muslimin berbangga dan menegakkan Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin penyemai rahmat dari suatu rasa, fikir, laku dan usaha dalam hidup yang berfalsafah menuju mardhatillah.
Linggar, 21 November 2020
Suatu resensi catatan Buya Natsir
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.