Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jihan M

Sudahkah Luangkan Waktu Ketemu dan Minta Restu pada Ibu?

Lentera | Thursday, 22 Dec 2022, 12:16 WIB

“Udah ngga apa-apa? Masih sakit ngga Han?” Ibu bertanya ketika saya masih dalam kondisi sangat lemah. Bahkan untuk menjawab pertanyaan Ibu agar beliau tidak khawatir saja saya belum mampu siang itu. Seperti ada perekat yang berkekuatan besar menempel di mata dan bibir saya, hingga tak bisa mengucap apa-apa.

Saya hanya mengangguk lemah dan membayangkan perjuangan Ibu saya ketika tergolek lemah di Rumah Sakit karena melahirkan anak-anaknya. Tak terasa air mata saya menetes. Apakah Allah berikan penyakit ini sebagai bentuk teguran pada saya yang pernah mengecewakan Ibu? Masihkah Allah memberi saya kesempatan untuk membahagiakan Ibu?

Perjuangan antara hidup dan mati di ruang operasi membuat saya menyadari Ibu saya tiada duanya. Terlepas dari apapun yang pernah kami lalui bersama. Ibu menjadi salah satu orang yang setia mendampingi saya melakukan histeroktomi sejak masuk ruang operasi hingga akhirnya saya pulih seperti sekarang.

Selain suami, Ibu adalah support system terbaik yang saya miliki. Memikirkan Ibu saya sakit saja rasanya tak sanggup, seperti ada satu sayap yang hilang untuk menemani saya terbang menggapai impian.

Saya, Ibu, dan anak saya

Ibu pulalah yang sejak kecil selalu mendukung mimpi-mimpi saya yang kadang tak realistis. Namun beliau lah yang membuatnya menjadi realistis saat ini. Ibu semakin menua namun semangatnya selalu membara untuk selalu membantu kami, anak-anaknya menjadi anak yang punya manfaat bagi banyak orang. Punya manfaat bagi sesama, bagi agama, dan juga bangsa.

Membaca penggalan kalimat yang diunggah Bapak Erick Thohir hari ini tak terasa air mata saya menetes. Saya lupa hari ini hari Ibu. Saya lupa memohon restu pada beliau pagi ini agar urusan pekerjaan dan lainnya menjadi lebih berkah dan berjalan lancar. Saya lupa meminta doa sebagaimana pagi-pagi sebelumnya saya berangkat bekerja atau hanya sekadar mengantar anak saya pergi ke kelompok bermainnya.

Percaya atau tidak, setiap saya meminta doa Ibu, entah saat itu juga atau keesokan harinya atau bahkan sepuluh tahun kemudian, doa yang saya minta itu terwujud. Percaya atau tidak, ketika Ibu saya meminta pada anak-anaknya untuk mengumpulkan dana sosial agar bisa disalurkan pada saudara-saudara kami yang membutuhkan, saat itu pula Allah memberikan ganti berlipat-lipat.

Bukan hanya harta, tapi juga kesehatan kami yang terjaga, ilmu yang berkah, lingkungan yang selalu mendukung, sehingga setiap takdir yang sampai pada hidup kami, anak-anaknya selalu kami terima. Entah itu takdir baik maupun buruk.

Ketika saya tidak bisa memiliki anak secara medis, Ibu membesarkan hati saya. Bahwa tidak harus melahirkan seorang anak dari rahim sendiri ketika ingin dipanggil sebagai Ibu.

“Kamu juga Ibu dari ponakan-ponakanmu yang jumlahnya belasan itu. Kamu juga Ibu dari anak-anak TPQ yang belajar mengaji. Ada banyak amal jariyah yang bisa dicari kok nanti.”

Begitu pesan beliau ketika saya benar-benar ada di titik terendah kehidupan yang fana ini.

Ketika scrolling sosmed pagi ini, saya terhenti dengan tulisan hitam dengan latar berwarna kuning yang diunggah oleh Bapak Menteri Erick Thohir. Pulang, dan temuilah Ibumu.

Meski kebanyakan anak zaman now, apalagi gen Z yang lebih mementingkanpekerja dan bersosialisasi dengan teman dan rekan sejawatnya, namun saya yakin bahwa di balik kesibukan mereka yang nampak abai pada orang tuanya, ada satu titik putih dalam hati mereka tentang kerinduan pada seorang Ibu.

Ajakan Bapak Erick Thohir dalam postingannya tersebut menggugah hati saya dan semoga mampu melembutkan hati gen Z yang hidup di zaman yang serba instan dan lebih individualis seperti saat ini. Bahwa tanpa Ibu, mungkin kita tidak akan menjadi siapa-siapa. Sosok Ibu yang mengandung dan membesarkan kita adalah sosok yang akan selalu menerima siapapun diri kita baik di masa lalu maupun yang akan datang.

Doa-doa kebaikan yang dilangitkan oleh seorang Ibu seperti panah yang melesat dari busurnya. Lalu mengetuk pintu langit dengan segala keutamaannya. Jadi kalau sekarang kita sama sekali tidak melibatkan Ibu, doa-doanya, restunya, atau bahkan sekadar kehadirannya saja dalam kehidupan kita, jangan harap kita bisa berhasil dalam kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.

Hari ini, sudahkah kita menyempatkan untuk bertemu dan mencium tangan Ibu? Sudahkah kita memeluk istri di rumah dan mengucapkan terimakasih atas kesetiaan dan usahanya yang tak pernah libur 24 jam per 7?

Sudahkah kita ucapkan pada Ibu dan istri kita bahwa hari ini seharusnya adalah hari yang membahagiakan bagi mereka. Cobalah rayakan dihari spesial ini dengan meniadakan tugas harian ibu. Kalau biasanya Ibu yang mencuci baju, coba deh kita ambil alih tugas beliau dan memberinya me time yang membahagiakan.

Bahasa cinta yang lain pun tak mengapa. Karena Ibu akan selalu tahu perasaan tulus yang kita sampaikan melalui bahasa mana saja.

Setelah tulisan ini tayang, saya akan segera menghampiri Ibu dan memeluknya. Mengucapkan terimakasih atas segala kasih sayangnya yang tak terhingga. Memohon restu agar kehidupan semakin berkah baik di akhirat kelak atau di dunia yang fana.

Setelah ini saya ingin meminta doa padanya, agar anak-anaknya ini selalu diberi penjagaan oleh Allah. Jangan sampai lepas dari pertolongan dan penjagaan Allah sebagaimana Ibu menjaga kita dulu, walau sekejap saja.

Terimakasih atas unggahan dan inspirasinya pak Erick Thohir, sebab karena unggahan beliaulah saya mengingat dan memberanikan diri menuliskan ini, mengungkapkan apa yang ingin saya ungkapkan dari hati. Sesibuk apapun kita, yuk sempatkan untuk ketemu dan minta restu pada Ibu. Sesempit apapun waktu yang kita miliki, yuk luangkan waktu segera bersama Ibu agar Allah jaga kita selalu.

Selamat Hari Ibu~

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image