Pandemi Usai, Permasalahan Lingkungan Tak Kunjung Selesai
Info Terkini | 2022-12-22 11:26:51Di akhir tahun 2019, dunia dihebohkan dengan kemunculan virus jenis baru yakni coronavirus, yang pertama kali muncul di Wuhan, China. Saat itu, dunia sedang dilanda oleh pandemi Covid-19. Coronavirus masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan manusia dan menyerang paru-paru. Orang yang terpapar oleh coronavirus akan mengidap demam dan risiko tertingginya dapat mengakibatkan kematian.
Dilansir dari covid19.who.int, hingga Jumat 16 Desember terdapat 647.972.911 kasus positif, termasuk data kematian yakni sebanyak 6.642.832 jiwa. Jadi tingkat kematian yang disebabkan oleh coronavirus sebesar 1%. Walaupun tingkat kematian lebih rendah dari flu spanyol yang pernah terjadi di dunia, coronavirus memiliki kecepatan penularan yang bisa dibilang cepat. Penularan terjadi melewati media udara. WHO (World Health Organisation) mengeluarkan anjuran untuk membantu negara-negara dalam mengurangi persebaran virus di masyarakat. Contohnya seperti memakai masker, mencuci tangan, hidup higenis, menjaga jarak, dan menghentikan transportasi publik, dan lain-lain. Kondisi ini membuat kondisi ekonomi dunia menurun drastis dan secara tidak langsung kualitas udara di dunia mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Selain itu, polusi terhadap air juga teramati berkurang.
Saat pandemi berlangsung pemakaian masker wajah adalah salah satu cara efektif untuk mencegah dan membatasi persebaran covid-19 sebelum adanya ketersediaan vaksin untuk covid-19. Namin, ketika pandemi covid-19 mulai surut, timbul permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh sampah jutaan alat medis yang digunakan sekali pakai saat pandemi seperti masker, sarung tangan, dan botol hand sanitizer.
Menurut data yang diambil dari www.worldometer.info, jumlah sampah plastik secara keseluruhan di dunia sejak pandemi diperkirakan mencapai 1,6 juta ton/hari. Berdasarkan penelitian dari Benson et al, ia memperkirakan bahwa sampah masker wajah dan pelindung wajah sekali pakai dibuang ke tempat sampah sebanyak 3,4 triliun tiap harinya disebabkan pandemi covid-19 di dunia. China menjadi negara dengan penghasil sampah masker terbanyak di dunia dari 35 negara lainnya dengan perkiraan 702 juta masker dibuang perharinya. Indonesia berada pada urutan ke-5 penghasil sampah masker terbanyak dengan perkiraan 122 juta masker dibuang perharinya.
Umumnya, masker wajah terbuat dari petroleum based non-renewable polymers, polimer organik buatan yang termasuk ke dalam salah satu jenis plastik. Polimer tersebut tidak dapat terurai secara hayati oleh jamur atau bakteri. Selain itu, polimer tersebut juga berbahaya terhadap lingkungan dan dapat menimbulkan isu lingkungan yang baru. Seiring berjalannya waktu, sampah masker yang dibuang sembarangan atau terbang terbawa angin menuju ke arah laut lepas sehingga dapat mengganggu kehidupan hewan di laut. Permasalahan ini akan menimbulkan efek domino jika kita sebagai manusia tidak memberi perhatian akan sampah masker.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.