Hadirkan Melisa Ervina, BEM-FT Unismuh Gelar Diskusi Publik
Info Terkini | 2022-12-21 19:25:59MAKASSAR – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM-FT) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar gelardiskusi publik dengan topik “Kenali dan Cegah Kekerasan Seksual di Lingkup Perguruan Tinggi”, di Gedung Iqra Lantai 2 Unismuh Makassar, Jl Sultan Alauddin, Rabu, 21 Desember 2022.
Reski Awalia S selaku moderator mengungkapkan bahwa kekerasan seksual merupakan kasus yang sering terjadi di berbagai tempat.
Kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber yaitu Divisi Hak Perempuan, Anak dan Disabilitas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) – LBH Makassar Melisa Ervina SH; Ketua Lembaga Pembangunan Kemahasiswaan dan Alumni (LPKA) Unismuh Makassar Dr Nenny T Karim; dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar Muslimin Hasbullah.
Muslimin Hasbullah mengungkapkan bahwa diskusi tersebut sangat bermanfaat bagi mahasiswa dan juga orang-orang yang telah hadir.
“Diskusi ini untuk kita semua karena faktanya kekerasan tidak hanya menimpa kaum perempuan tetapi juga pria,” ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan, tindakan sosial sangat diperlukan untuk mendukung para korban dari kekerasan seksual.
“Dengan adanya kekerasan maka tindakan sosial sangat dibutuhkan untuk saling mendukung dan menguatkan,” jelasnya.
Kemudian, Dr Nenny T Karim mengungkapkan bahwa LPKA Unismuh Makassar telah diberikan arahan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) untuk membuntuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
“Anggota-anggota Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual terdiri dari Dosen-Dosen Unismuh, Staf serta perwakilan Mahasiswa Unismuh,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Unismuh berbeda dengan kampus yang lain.
“Di Unismuh kita harus belajar tentang Aqidah dan Akhlakul Karimah yaitu pelajaran AIK selama 7 kali,” ungkapnya.
Ketua LPKA tersebut menyampaikan, mahasiswa harus berani bersuara tentang pelecehan yang dialaminya.
“Untuk mencegah dan menangani hal tersebut butuh keberanian yang sangat besar,” paparnya.
Sementara itu, Melisa Ervina menjelaskan bahwa mereka tidak bisa menilai efektivitas pelayanan yang mereka berikan kepada korban.
“Yang bisa menilai efektivitas kami hanyalah korban yang telah kami tangani,” ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa tidak ada tempat yang aman, “bahkan dalam keluarga masih terjadi kekerasan.”
Melisa mengungkapkan bahwa untuk memahami korban maka pendengar harus percaya dengan cerita yang disampaikan oleh korban.
“Kita harus percaya dengan semua yang mereka ceritakan, jangan sekali-kali kita meminta bukti terkait hal yang penyintas ceritakan,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa untuk mendengarkan para penyintas maka kita harus tenang mendemgarkan dan membiarkan penyintas meluapkan emosinya.
“Jika kita mendengarkan penyintas jangan pernah meluapkan emosi yang kita miliki dan biarkan mereka menangis karena dengan meluapkan emosinya bisa meringankan mereka,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kita sebagai pendengar jangan pernah memaksakan kehendak kita serta selalu mendukung keputusan dari penyintas.
“Jika penyintas belum ingin melaporkan hal tersebut ke kantor polisi maka jangan paksa mereka untuk melaporkannya karena itu bisa saja membuka luka lama mereka,” tuturnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.