Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lisana sidqin aliyya

krisis yang sebenarnya

Edukasi | Tuesday, 20 Dec 2022, 22:18 WIB
sumber : saturadar.com

Seorang tante, sebut saja namanya Tante Farhah,memiliki anak balita yang masih bersekolah di bangku TK. Rumahnya yang terletak di Bintaro membuatnya butuh waktu tempuh selama 30 menit untuk sampai di sekolahnya yang terletak di Pondok Pinang menggunakan sepeda motor. Selalu Tante Farhah yang mengantar anaknya sekolah, karena suaminya sudah harus berangkat kerja pagi-pagi.

Suatu pagi, ketika Tante Farhah dan anaknya sudah sampai di sekolah, Tante Farhah merasa capek kalau harus bolak-balik ke rumahnya dan menjemput anaknya lagi, sementara durasi belajar anaknya hanyak 3 jam pada hari itu .

Akhirnya, ia memutuskan untuk mampir ke rumah saudaranya yang ada didekat sekolah anaknya itu, hanya sekitar 5 menit dari sana. Di rumah saudaranya itu tidak ada penghuninya kecuali keponakannya,sebut saja namanya Hasanah atau biasa dipanggil “kak”, yang bekerja di rumah (work from home) dan membutuhkan wifi yang ada dirumahnya. Sementara ibu, bapak, dan adiknya mengontrak rumah di daerah Tangerang karena sekolah adiknya lebih dekat dari sana. Selain itu, Tante Farhah memang sudah lama tidak bersua dengan keponakannya yang sibuk bekerja itu.

Dengan hati senang karena ingin melepas rindu, Tante Farhah pun bergegas menuju rumah saudaranya itu, Selama menunggu waktu pulang anaknya, bisa sambil numpang wifi juga di sana, fikirnya. Sesampainya di sana, suasana rumah sangat hening, Tante Farhah mengira Hasanah masih terlelap tidur, ketika itu waktu menunjukkan pukul 8 pagi dan Hasanah memang suka bergadang karena menyelesaikan kerjaannya,sehingga membuat ia masih merasakan kantuk ketika pagi dan tidur lagi. Perasaan itu didukung dengan celetukan tetangga di sekitar situ yang berkata “masih tidur Hasanahnya kalo pagi-pagi mah”. Tetapi, Tante Farhah tetap ingin main dan mencoba mengetuk pintu rumah Hasanah. “Assaamu’alaikum Hasanah, aku dateng, mau numpang wifi dong, tolong bukain pintunya!” dengan suara pelan, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Kedua kali masih mencoba dengan suara agak keras “Hasanah, kamu masih tidur yaa, bangun dong udah pagi nih” Tante Farhah memang suka bercanda dan berceletuk dengan Hasanah. Ketiga kali dicoba belum ada jawaban juga, sampai di ketukan yang keberapa kali, tanpa disangka-sangka Hasanah pun keluar dan membuka pintu bersamaan dengan bentakan yang dilontarkan “Tante gatau apa aku lagi meeting sama orang kantor!! Kaya apa aja sih teriak pagi-pagi di rumah orang!! Aku tuh bukan tidur!! Dari pagi tadi aku udah bangun!!”. Sontak Tante Farhah pun kaget. Bercampur aduk perasaannya ketika itu. Alih-alih pudar rasa rindunya itu dengan bertemu, Tante Farhah justru mendapat perlakuan sangat tidak mengenakkan. Yang awalnya ingin singgah sebentar di rumah keponakannya itu dan bercengkreama bersamanya, tetapi semua rasa itu terpendam dan suasana menjadi canggung.

Dengan wajah bepura-pura senyum untuk menutupi kekecewaannya, Tante farhah mengurungkan niat baiknya itu dan bekata dengan berusaha tenang “oh yaudah kak,maaf ya aku ganggu kamu lagi kerja,makasih udah dibukain pintunya,aku mau pamit pulang aja.”. Tante Farhah akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya di Bintaro dengan emosi yang sangat bergejolak dan berusaha mengendalikannya. Tiada cara lain untuk meluapkan emosinya itu, kecuali dengan air mata. Di sepanjang perjalanan, Tante Farhah menangis dan mengingat apa yang sudah diperbuat keponakannya tadi. Dirinya merenung dan bergumam di dalam hati “seperti inikah perlakuan Hasanah atas tantenya?” “apakah dia tidak menghargai aku sebagai orang yang lebih tua darinya?” “tidak masalah kan kalau meetingnya ditinggalkan beberapa detik hanya untuk membukakan pintu?toh meeting online,bisa dinonaktifkan kameranya sebentar dan tidak terlihat.” “dimanakah akhlaqnya dalam memuliakan tamu yang singgah di rumahnya? Terlebih aku keluarga dekatnya”.

Tetapi, gumaman itu hanyalah gumaman, Tante Farhah tidak sanggup dan tidak mungkin meluapkan semua perasaan kecewanya itu kepada keponakannya. Ia hanya mencari alasan untuk memaklumi perbuatan keponakannya itu. Memang, dari TK sampai tamat kuliah Hasanah mengenyam pendidikan di sekolah umum dan tidak mendapat didikan tentang adab secara mendalam.

Kisah ini adalah kisah nyata, hanya nama pelaku saja yang disamarkan, untuk menjaga nama baik dan untuk diambil pelajarannya bagi kita semua.

Seluas apapun pengetahuanmu, sebanyak apapun gelarmu, setinggi apapun jabatanmu tidak akan ada nilainya jika tidak disertai dengan akhlak yang mulia. Pada zaman sekarang, sudah mulai nampak krisis adab dan tata krama, khususnya pada anak muda. Sedikit demi sedikit adab mereka mulai terkikis. Mereka sudah tidak memandang lagi orang yang lebih tua harus diperlakukan dengan sopan, kalau mereka salah tetaplah salah, tidak ada ilmu yang mengontrolnya untuk memberitahu dengan adab dan sopan santun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image