Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Najmuddin Saifullah

Beda Pendapat Durasi Waktu Salat Lima Waktu

Agama | Monday, 19 Dec 2022, 17:05 WIB
Free Photo | Free photo muslim praying in sujud posture (freepik.com)" />
Free Photo | Free photo muslim praying in sujud posture (freepik.com)

Salat merupakan salah satu ibadah mahdhah. Sehingga cara pelaksanaan salat sudah ada aturan dan tata caranya sendiri. Salah satu aturan baku yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan salat adalah melihat waktu salat. Hal ini dikarenakan masing-masing salat memiliki waktu khusus. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 103:

إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَوْقُوتاً

“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).

Konsekuensi dari ayat ini adalah, kita tidak boleh melaksanakan salat fardhu di sembarang waktu. Karena harus mengikuti dalil yang menunjukkan penetapan waktu masing-masing salat. Dalam al-Qur’an kata yang dipakai untuk menerangkan waktu salat adalah kitaban mauqutan. Kata ini diterjemahkan sebagai waktu salat di kalangan masyarakat. Dalam kitab fikih sendiri waktu salat ditulis dalam bab mawaqit as-salat, sehingga waktu salat merupakan ijtihad para ulama dalam menafsirkan ayat dan hadis yang berkaitan dengan waktu salat. Waktu salat yang mayoritas dipakai oleh para ulama ada lima, yaitu subuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya’. Waktu salat yang lima ini memunculkan perbedaan di kalangan ulama tentang awal dan akhir masing-masing waktu salat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan riwayat yang sekilas saling bertentangan tentang hal tersebut. Oleh sebab itu, penulis memaparan beberapa riwayat yang bertentangan dan bagaimana solusi para ulama untuk mengkompromikannya dengan cara al-jam’u wa at-ta’dil. Hadis waktu salat secara rinci terdapat dalam Musnad Ahmad nomor 14538 sebagai berikut:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ الْأَنْصَارِيُّ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الظُّهْرَ حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ جَاءَهُ الْعَصْرَ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الْعَصْرَ حِينَ صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ - أَوْ قَالَ : صَارَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ - ثُمَّ جَاءَهُ الْمَغْرِبَ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى حِينَ وَجَبَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ جَاءَهُ الْعِشَاءَ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ فَصَلَّى حِينَ غَابَ الشَّفَقُ ، ثُمَّ جَاءَهُ الْفَجْرَ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى حِينَ بَرَقَ الْفَجْرُ - أَوْ قَالَ : حِينَ سَطَعَ الْفَجْرُ - ثُمَّ جَاءَهُ مِنَ الْغَدِ لِلظُّهْرِ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الظُّهْرَ حِينَ صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ، ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الْعَصْرَ حِينَ صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَيْهِ، ثُمَّ جَاءَهُ لِلْمَغْرِبِ وَقْتًا وَاحِدًا لَمْ يَزُلْ عَنْهُ، ثُمَّ جَاءَ لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ نِصْفُ اللَّيْلِ - أَوْ قَالَ : ثُلُثُ اللَّيْلِ - فَصَلَّى الْعِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَهُ لِلْفَجْرِ حِينَ أَسْفَرَ جِدًّا فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الْفَجْرَ، ثُمَّ قَالَ : مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ

Hadis tersebut berisi perintah salat yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Ia mendatangi Rasulullah SAW dan mengajaknya untuk melaksanakan salat zuhur ketika matahari tergelincir. Lalu Jibril datang ketika waktu ashar, maka ia salat ashar ketika bayang-bayang benda sama panjang dengan benda tersebut. Lalu Jibril datang ketika waktu maghrib, maka ia salat maghrib ketika matahari tenggelam. Lalu Jibril datang ketika waktu isya’. Maka ia salat isya’ ketika syafaq hilang. Lalu Jibril datang ketika waktu subuh, maka ia salat subuh ketika terbit fajar. Keesokan harinya, Jibril datang lagi di waktu zuhur. Maka ia salat ketika bayang-bayang benda sama panjang dengan bendanya. Lalu jibril datang ketika ashar dan melaksanakan salat ketika bayang-bayang benda dua kali lebih panjang dari aslinya. Kemudian Jibril datang di waktu maghrib dan salat ketika matahari terbenam. Kemudian Jibril datang di waktu isya’ dan salat ketika ½ atau 1/3 malam. Lalu Jibril datang untuk salat subuh ketika sudah ada sinar terang. Ia berkata bahwa salat dilaksanakan antara dua waktu tersebut.

Secara umum hadis tersebut memberitahukan tentang awal salat dilaksanakan sebagaimana Jibril mengajak salat. Kemudian di hari kedua Jibril datang di akhir waktu untuk memberitahu batas akhir waktu salat tersebut. Beberapa perbedaan pendapat yang muncul adalah sebagai berikut:

Zuhur, tidak ada perselisihan antara waktu zuhur dan asar. Karena ketika waktu zuhur telah selesai, maka secara otomatis waktu asar tiba. Ada dua ulama yang memiliki perbedaan pendapat dalam hal ini:Malik dan sebagian kecil ulama berpendapat bahwa ketika waktu asar sudah tiba, tidak secara otomatis waktu zuhur selesai. Mereka berpendapat bahwa masih ada sisa waktu untuk melaksanakan salat zuhur kurang lebih seukuran dengan salat 4 rakaat. Hujjah mereka adalah hadis di atas.Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama berpendapat bahwa ketika ketika waktu zuhur telah selesai, ditandai dengan panjang bayang-bayang setara dengan benda aslinya, maka secara otomatis masuk waktu ashar dan tidak sedikitpun menyisakan waktu untuk melaksanakan salat ashar.

Asar, Ulama berbeda pendapat mengenai akhir waktu ashar. Beberapa pendapat yang dikemukakan adalah:

a. Abu Sa’id al-Isthakhiri: “akhir waktu adalah ketika bayang-bayang benda dua kali panjang aslinya, sebagaimana hadis Jibril”

b. Al-Hasan bin Ziyad: “akhir waktu adalah ketika matahari berwarna oranye”

c. Pendapat Jumhur ulama: “akhir waktu adalah ketika matahari terbenam, sebagaimana hadis ‘Barang siapa yang mengerjakan salat ashar sebelum matahari terbenam, maka ia sudah mendapatkan ashar"

Berdasarkan bebrapa hadis dan pendapat di atas, ada upaya kompromi terhadap waktu asar. Waktu asar dibagi menjadi lima: pertama, waktu utama yaitu melaksanakan salat pada awal waktu. Kedua, waktu di bawah utama yaitu durasi antara bayang-bayang setara dengan aslinya sampai bayang-bayang dua kali aslinya. Ketiga, waktu toleransi yaitu salat ketika matahari sudah berwarna oranye. Keempat, waktu toleransi tapi tidak disukai yaitu salat antara matahari berwarna oranye dan terbenam. Kelima, waktu darurat yaitu dikerjakan di waktu zuhur bagi orang menjamak zuhur dan ashar karena safar atau hujan.

Maghrib¸ Jumhur ulama sepakat bahwa permulaan maghrib diawali ketika matahari terbenam. Namun mereka berbeda pendapat tentang akhir waktu maghrib.

a. As-Syafi’i (qaul jadid) berpendapat bahwa durasinya kira-kira setara waktu yang dibutuhkan untuk wudhu, menutup aurat, azan, iqamah, dan salat lima rakaat. Karena Jibril salat dua hari berturut-turut di waktu yang sama

b. Hanafiyah, hanabilah, dan qaul qadim as-Syafi’i berpendapan bahwa akhir maghrib adalah ketika hilang syafaq merah. Imam an-Nawawi mendukung pendapat ini dan mengatakan bahwa ini adalah pendapat yang paling benar dan shahih.

Adapun jawaban untuk hadis Jibril ada tiga, yaitu:

a. Hadis tersebut turun pada awal periode Makkah, sedangkan hadis-hadis yang menunjukkan bahwa durasi waktu maghrib sampai hilangnya syafaq merah datang lebih akhir pada periode Madinah.

b. Hadis-hadis yang menunjukkan durasi maghrib panjang derajatnya lebih shahih sanadnya daripada hadis Jibril.

c. Hadis Jibril merupakan potongan kecil dari penjelasan waktu pilihan salat dan belum mencakup semua waktu sah salat.

Isya’, ulama sepakat bahwa awal waktu isya’ adalah hilangnya syafaq, sedangkan akhir waktu terjadi perbedaan pendapat.

a. Abu Sa’id al-Isthakhri berpendapat bahwa isya’ seselai setelah tengah malam berdasarkan hadis Abdullah bin Amr:

وَوَقْتُ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ

“dan waktu salat isya’ sampai setengah malam”.

b. Jumhur ulama berpendapat bahwa durasi waktu untuk boleh melaksanakan salat isya’ sampai terbitnya fajar berdasarkan hadis Abu Qatadah yang menyebutkan bahwa akhir waktu salat adalah awal bagi waktu salat selanjutnya.

Perbedaan pendapat lain adalah mengenai waktu pilihan untuk melaksanakan salat isya’. Ada yang mengatakan dilaksanakan pada tengah malam. Ada juga yang mengatakan pada sepertiga malam.

Subuh, Ulama sepakat bahwa awal subuh dimulai ketika terbit fajar shadiq. Mereke berbeda pendapat tentang akhir subuh.

a. Abu Said al-Isthakhri berpendapat bahwa akhir waktu subuh adalah isfar. Yaitu ketika waktu fajar sudah mulai terang.

b. Jumhur ulama berpendapat bahwa akhir waktu subuh adalah matahari terbit sebagaimana hadis Abdullah bin amr

وَوَقْتُ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ

“dan waktu salat subuh mulai terbit fajar sampai sebelum terbit matahari”

Adapun hadis Jibril hanya menunjukkan waktu pilihan untuk melaksanakan salat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image