Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image IndonesiaPos

Dilema Abadi Katrol Nilai Raport

Eduaksi | Sunday, 18 Dec 2022, 08:34 WIB

Momentum penerimaan raport yang biasa dilaksanan pada Bulan Desember dan Mei kerap memunculkan tanda tanya besar di benak guru. Aktivitas yang dilakukan setiap akhir semester ini seringkali diwaranai pengatrolan nilai. Ini tak lepas dari keharusan agar anak wajib lolos kriteria ketuntasan minimal (KKM) di setiap mata pelajaran. Seakan tidak ingin repot memberi remidi, guru secara cuma-cuma memberi nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) meskipun anak yang bersangkutan tidak layak.

Sebab pengatrolan nilai ini bervariasi bentuknya, Ada yang tak mau direpotkan dengan membuat soal remidi ada yang beralasan bahwa anak yang tak pandai diajar dengan cara apapun ya tetap tidak bisa pintar, ada pula yang memang mengalami degradasi sikap sebagai pendidik dan pengajar, atau beberapa alasan lainnya yang mungkin bisa dipakai sebagai pembenaran atas perilaku mengatrol nilai raport.

Dalam satu perspektif, memudahkan anak mendapat nilai bagus sama kurang baiknya dengan mempersulit nilai. Keduanya memiliki esensi dasar manipulasi. Mempermudah nilai memiliki resiko yang sangat tidak baik sementara mempersulit nilai menimbulkan tekanan yang bisa mengakibatkan stres.

Hal yang sering dilakukan guru adalah mengatrol nilai. Bisa jadi sang guru tersebut ingin membahagiakan peserta didik dengan mempermudah nilai. Berpikir bahwa anak akan bisa sendiri pada saatnya, lalu mengobral nilai. Memang, nilai di sekolah tidak menjadi ukuran kesuksesan seseorang kelak. Kita tidak bisa menutup mata bahwa Pendidikan di sekolah bukan satu-satunya penentu kesuksesan sesorang. Banyak sosok penemu hebat yang tidak menjadi ukuran kesuksesan seseorang kelak. Kita tidak bisa menutup mata bahwa Pendidikan di sekolah bukan satu-satunya penentu kesuksesan seseorang. Banyak sosok penemu hebat yang tidak menorehkan prestasi yang hebat saat di bangku sekolah. Demikian halnya kalua kita membaca biografi beberapa pengusaha sukses.

Namun dalam perspektif yang lain, ada efek buruk pembentukan karakter jika kita mempermudah nilai tanpa memperbaiki proses belajar. Beberapa pakar mempermasalahkan hal ini. Seperti kata Carol S. Dweck, seorang pakar Pendidikan dari Scotlandia,” jika siswa tidak bermain sesuai irama, jitu karena mereka belum mempelajari caranya. Cara mengoptimalkan hasil belajar bukanlah dengan cara menurunkan standar, melainkan memperbaiki hubungan antara guru dan murid dan memperbaiki proses belajar.

Siswa yang mau berproses, pasti akan memperoleh pengalaman setiap tahapan dalam proses belajar itu. Dan dalam proses itu, dari berbagai pengalaman mengajar, pada akhirnya siswa akan tersentuh sisi sisi potensinya. Ia akan secara alamiah exspert dibidang tertentu yang gemar digelutinya. Dan dari sinilah tapakan perjalanan dimulai.

Pengetahuan satu dengan yang lainnya akan saling bertautan sehingga membentuk pengetahuan yang luas. Ia akan menjadi brilian, seakan akan ia memiliki pengetahuan di semua bidang. Soal soal yang dihadapkan kepadanya, akan mampu ia jawab dari berbagai perspektif pengetahuan. Pemecahan masalah ia lakukan dengan Analisa yang tepat, tanpa terjebak kepada satu teropong saja.

Anak didik perlu ditekankan untuk mau mengikuti tahap demi tahap dalam perjalanan mencari ilmu. Jangan sampai karena keinginan instan, mengesampingkan hal yang terpenting dalam suatu tahapan ilmu, yakni berproses. Yang pada akhirnya ia menjadi orang yang tak memiliki akar keilmuan yang kuat. Ia betul memiliki gelar kelulusan, tetapi sesungguhnya ia ibarat pepesan kosong, tong kosong nyaring bunyinya. Tak berisi ilmu sama sekali.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image