Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Alkanz

Menanamkan Nilai-Nilai Moderasi Beragama Pada Generasi Muda

Agama | Monday, 12 Dec 2022, 00:39 WIB

Moderasi berasal dari bahasa Latin “moderatio”, yatu ke-sedang-an artinya tidak lebih dan tidak kurang juga. Dalam bahasa Inggris, dikenal dengan “moderation” yaitu sikap sederhana, sikap sedang. Dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata “tawassuth” artinya tengah-tengah, “i’tidal artinya adil, dan “tawazun” artinya berimbang. Dari semua ungkapan ini maka moderasi merupakan sikap memilih jalan tengah, berusaha adil dan berimbang, dan tidak berlebih-lebihan. Dengan demikian moderasi beragama dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap dan perilaku selalu mengambil poros di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama.

Moderasi beragama merupakan suatu perilaku, sikap maupun pemikiran yang mampu menjadi penengah (washith) dalam upaya menyikapi atau menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan agama, baik pengamalan ajaran agama yang dianut oleh pemeluknya maupun terhadap perbedaan atau pertentangan yang berhubungan dengan masalah antar agama yang berbeda, sehingga persoalan yang dihadapi itu menemukan solusi (jalan keluar) dengan menghindari kekerasan atau keekstriman.

Sayangnya istilah moderasi beragama ini sering disalahpahami. Moderasi sering diartikan kompromi keyakinan dengan agama lain, tidak sungguh-sungguh dalam beragama, tidak peduli dengan agama sendiri, bahkan dikatakan liberal, dan lain-lain. Padahal moderasi beragama merupakan sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai, sehingga tercipta toleransi dan kerukunan.

Istilah moderasi beragama memang baru di negara kita, namun dalam Islam sikap moderasi ini sudah lama adanya. Istilah moderasi dalam Islam dikenal dengan “wasathiyah”, bahkan umatnya mendapat julukan ummatan wasathan, yaitu menjadi umat pilihan yang selalu bersikap menengahi atau adil. Alquran surah Al-Baqarah ayat 143 menyebutkan:

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (perbuatan) kamu”

Dalam hal yang berkaitan dengan pengamalan ajaran agama yang dianut oleh pemeluknya, umat Islam dituntut untuk menjiwai ajaran agamanya dengan mengedepankan berpikir, berperilaku, dan bersikap yang didasari sikap tawazun (seimbang), sehingga merasakan keasyikan dan kenikmatan dalam mengimplementasikan ajaran agamanya. Sementara terhadap umat yang berbeda agama, umat Islam dituntut untuk mengembangkan sikap menghargai perbedaan keyakinan, toleransi, menghormati cara beribadah, menghindari kekerasan dan bersikap ekstrim yang berdampak memojokkan (pejoratif) terhadap penganut agama lain. Karena itu dalam berdialog atau berdiskusi dengan umat yang berbeda agama, Islam melarang berdebat dengan sikap kasar dan argumen yang menyudutkan serta menyakiti perasaan umat yang berlainan agama. Dalam Surah Al-Ankabut ayat 46 dijelaskan:

“Dan janganlah kamu berdebatdengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik ”.

Selain itu, ajaran Islam juga melarang menjelek-jelekkan, menghina, dan memaki Tuhan yang disembah oleh penganut agama lain guna menghindari terjadinya ketersinggungan dan tindakan negatif yang melampaui batas dari penganut agama yang dihina, sebagaimana peringatan Allah swt. dalam Surah Al-An’am ayat 108:

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Selanjutnya Islam juga membuka peluang dalam mewujudkan toleransi kepada umat yang berbeda agama dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka, selama mereka memelihara dua hal utama, yakni tidak memerangi umat Islam karena agama dan tidak mengusir kaum Muslimin dari negeri yang sah mereka tempati. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Di samping itu pula, sikap moderasi beragama yang luhur dalam Islam adalah perintah kepada umatnya untuk senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan terhadap siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, termasuk membela keadilan untuk umat yang berbeda agama demi tegaknya kebenaran. Secara umum, perintah tersebut termaktub dalam Surah Al-Maidah ayat 8:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dengan mencermati kandungan dalil-dalil Al-Qur’an sebagaimana dipaparkan di atas, dapatlah dipahami bahwa moderasi beragama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam. Kemuliaan sikap dan perilaku umat Islam di hadapan Allah ternyata tidak saja dinilai berdasarkan kesalehan pribadinya menjalankan ibadah mahdhah kepada Allah, tetapi juga dinilai sejauh mana kesalehan sosialnya dalam memelihara hubungan baik di masyarakat, termasuk terhadap umat yang berbeda agama.

Beragama secara moderat ini sangat penting ditengah pergaulan masyarakat yang heterogen. Agar masyarakat tetap hidup rukun meskipun dalam perbedaan, dan agar perbedaan tidak memicu perpecahan dan permusuhan . Salah satu bentuk moderasi beragama yang ditunjukkan Islam adalah dengan memberikan kebebasan beragama. Ini dapat kita lihat pada Pasal 25 Piagam Madinah yang menyebutkan “bagi orang-orang Yahudi, agama meraka dan orang-orang Islam agama mereka.” Pasal ini memberikan jaminan kebebasan beragama.

Sikap moderasi beragama pada kaum milineal sangat perlu diperhatikan karena ini salah satu bagian dari tugas anak bangsa untuk selalu berpikir positif terhadap segala sesuatu. Tidak memandang radikal terhadap suatu hal, tidak memandang perbedaan adalah suatu hal yang buruk melainkan menjadikan perbedaan sebagai kekuatan untuk maju bersama untuk NKRI tercinta.

Dalam upaya penerapan nilai-nilai dalam moderasi beragama bagi generasi milenial ini memiliki tujuan untuk membentuk generasi yang moderat dan tidak mudah terpengaruh oleh dunia maya. Adapun cara menanamkan moderasi beragama bagi generasi milenial diantaranya dengan cara memanfaatkan media social dengan sebaik-baiknya dalam menyebarkan konten mengenai moderasi beragama, mengikutsertakan generasi milenial dalam kegiatan-kegiatan yang positif di lingkungan masyarakat, serta pandai memilah dan memilih berita yang ada di media social maupun dunia nyata dan mengkaji kebenarannya. Cara-cara tersebut sangat dianjurkan guna menanamkan moderasi beragama agar generasi milenial tidak bergantung pada berita yang ada di media social yang tidak jelas kebenarannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image