Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zahrah muflihah

Sistem Kebijakan Fiskal Islam

Ekonomi Syariah | Thursday, 08 Dec 2022, 22:15 WIB

Di Indonesia ada dua kebijakan ekonomi yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah guna untuk menjaga kestabilan ekonomi negara. Dua kebijakan tersebut adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

Mengutip dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kebijakan fiskal merupakan sebuah kebijakan mengenai pajak, penerimaan lain, utang-piutang, serta pengeluaran pemerintah dengan adanya tujuan tertentu. Tujuan tersebut diantaranya seperti menunjang kestabilan moneter, keseimbangan ekonomi, peningkatan pembangunan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja.

Secara sederhana, kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menjaga pengeluaran maupun pemasukan supaya tetap stabil serta menciptakan ekonomi negara yang terus tumbuh. Melalui kebijakan fiskal pemerintah bisa melakukan berbagai penyesuaian terhadap pengeluaran dan penerimaan negara dengan harapan supaya mencapai kestabilan pembangunan dan ekonomi.

Keuangan publik yang dipraktekkan pada masa Islam awal memiliki basis yang jelas pada filsafat etika dan sosial Islam yang menyeluruh. Keuangan publik bukan sekedar proses keuangan di tangan penguasa saja. Akan tetapi sebaliknya, ia didasarkan pada petunjuk syara’. Al-Qur’an tidak memberikan perincian kebijakan fiskal. Akan tetapi, ada beberapa ajaran ekonomi dan prinsip-prinsip pengarah yang terekam dalam sunnah sebagai pengarah dan penjelasnya. Dengan demikian, sunnah Nabi menjadi sumber penting kedua keuangan publik dalam Islam setelah al-Qur’an.

Dalam Islam, kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban Negara dan menjadi hak rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai suatu kebutuhan untuk perbaikan ekonomi maupun untuk peningkatan kesejahteraan rakyat saja, akan tetapi lebih pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil. Karena hakikat permasalahan ekonomi yang melanda umat manusia adalah berasal dari bagaimana distribusi harta di tengah-tengah masyarakat terjadi. Jadi uang publik dipandang sebagai amanah di tangan penguasa dan harus diarahkan pertama-tama pada lapisan masyarakat yang lemah dan orang-orang miskin, sehingga tercipta keamanan masyarakat dan kesejahteraan umum.

Ada beberapa karya fuqaha terdahulu yang membahas mengenai keuangan publik dan segenap kebijakannya. Satu di antaranya adalah kitab al-Kharaj. Karya monumental ini dinisbahkan kepada ahli fikih dan sarjana besar Qady Abu Yusuf. Dengan daya analisis yang tinggi, Abu Yusuf berusaha menganalisis masalah keuangan dan menunjukkan beberapa kebijakan yang harus diasopsi untuk kesejahteraan rakyat.

Karya lain yang terkenal adalah al-Amwal. Dari catatan sejarah sekurang-kurangnya ada enam buku dengan judul al-Amwal. Salah satunya adalah karya Abu ‘Ubaid, yang membahas masalah keuangan dan pengelolaan keuangan negara dalam konteks historis dan fikih.

Sumber-Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintahan Islam

Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemerintah Islam memerlukan dana untuk berbagai jenis pembiayaan. Di dunia Islam, pemerintahan memerlukan dana untuk menggunakan APBN dalam rangka mengendalikan pengeluaran pemerintah yang sesuaidengan jumlah pendapatannya. Tujuan dari anggaran pemerintah adalah menopang tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Tujuan pokok dari setiap pemerintahan Islam adalah memaksimalkan kesejahteraan seluruh warga negara dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip keadilan. Lebih jauh lagi, dalam Islam yang dimaksud dengan kesejahteraan bukanlah semata-mata diperoleh dari kekayaan material, yang setiap tahun dapat diukur dengan statistik pendapatan nasional, tetapi termasuk juga kesejahteraan rohani di dunia dan akhirat.

Mengenai sumber pendapatan negara (Baitul Mal) dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: pertama, bersumber dari kalangan muslim (zakat, zakat fitrah, wakaf, nawa’ib, sedekah, dan amwal fadla). Kedua, penerimaan yang bersumber dari kalangan nonmuslim seperti jizyah, Kharaj, dan ushur. Dan ketiga, penerimaan dari sumber lain seperti ghanimah, fai’, uang tebusan, hadiah dari pimpinan negara lain dan pinjaman pemerintah baik dari kalangan muslim maupun nonmuslim.

Kebijakan belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin.

2. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.

3. Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat berikut sistem pendanaannya.

Pengeluaran dalam negara Islam harus diupayakan untuk mendukung ekonomi masyarakat muslim. Jadi pengeluaran pemerintah akan diarahkan pada kegiatan-kegiatan pemahaman terhadap Islam dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan pendapatan pemerintah harus secara merata terdistribusikan kepada rakyat. Dalam QS. Al-Dhariyat (51): 19 disebutkan, “Dan pada harta-harta mereka ada hak umtuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” Sedangkan dalam QS. al-Baqarah (2): 219 Allah berfirman, “Dan mereka bertanya kepadanya apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah “yang lebih dari keperluan” demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu berpikir”. Juga, dalam QS. al-H{ashr (59): 7 disebutkan, “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” Terdapat beberapa hadis Nabi yang menguatkan beberapa ayat tersebut. Di antaranya adalah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik sedekah adalah sesuatu yang (diberikan) dari seseorang yang tidak membutuhkan dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.” Demikian pula al-Hakim meriwayatkan dari Abu al-Ah}wash, bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila engkau telah dianugerahi harta oleh Allah, maka hendaknya tanda-tanda nikmat dan kemudian (yang diberikan) Allah kepadamu tersebut ditambahkan. Berdasarkan ayat dan hadis tersebut, maka sudah menjadi kewajiban dan wewenang negara untuk berlaku bijak dan adil dalam mendistribusikan harta.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image