Tiga derajat agung yang bisa diraih manusia tatkala musibah menghampirinya
Agama | 2022-12-08 09:56:08Tiga derajat agung yang bisa diraih manusia tatkala musibah menghampirinya
Oleh : Heni Nuaeni
Setiap manusia di muka bumi pasti pernah dihadapkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan. Semua itu tidak lain adalah agar Allah SWT mengetahui manakah manusia yang bersabar, merasa ridha, dan menerima ketetapan Allah SWT dengan baik.
Sobat. Musibah yang menimpa diri kita sangat menyakitkan. Orang yang iri dan dengki kepada kita akan diam serta berbahagia, sedangkan mata kita menangis dan hati kita bersedih. Ketika manusia tertimpa musibah, ia akan merasakan gejolak yang kuat dalam hati dan syok dengan perasaannya. Bertumpuklah kekhawatiran dan kedukaan hingga sampailah pada tahap hilang kesadaran, pembekuan darah, pendarahan dan sebagainya. Bagaimana solusi untuk permasalahan ini?
Sobat. Ada beberapa solusi untuk menghadapi musibah di antaranya sebagai berikut:
Pertama. Merasa ridha dengan ketentuan dan ketetapan Allah SWT, serta menyerahkan urusan kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Pembalas Jasa. Musibah ini merupakan salah satu penyebab terbesar derajatmu diangkat dalam pandangan Allah SWT, jika kamu ridha dan sabar, sesungguhnya sabar menjadi mahkota, sumber kesuksesan hamba yang bertakwa, dan jalan hidup yang aman bagi para wali Allah SWT yang saleh.
Kedua. Dalam menerima suatu musibah, ada beberapa keadaan dan derajat pada manusia. Derajat pertama, terkadang menerima musibah dengan ridha dan syukur. Derajat ini adalah derajat paling mulia dan paling tinggi. Derajat kedua, terkadang menerima musibah dengan sabar dan muhasabah. Derajat ini adalah derajat pertengahan. Derajat ketiga, terkadang menerima musibah dengan kecewa dan emosi. Penerimaan seperti ini haram dalam syariát Islam. Usahakanlah dirimu agar senantiasa berada pada derajat pertama yaitu bersyukur dan ridha. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Muttafaq álaih).
Ketiga. Ketika tertimpa musibah, segera kembali kepada pintu keluar yang aman dan tenang, selamat, pasrah, serta menerima agar kamu bahagia dan memenangkan tiga derajat agung dari Allah SWT dengan mengucapkan sebagaimana berikut :
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: 'Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.'" (QS. Al-Baqarah (2) : 156).
Dan ketiga derajat agung itu adalah ampunan, rahmat, dan petunjuk dari Allah SWT.
أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah (2) : 157).
Sobat. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar memberitahukan ciri-ciri orang-orang yang mendapat kabar gembira yaitu orang yang sabar, apabila mereka ditimpa sesuatu musibah mereka mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un) (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
Kabar gembira itu ialah berita bahwa orang yang sabar itu mendapat berkat, ampunan, rahmat dan pujian dari Allah, dan mereka orang-orang yang mendapat petunjuk kepada jalan yang benar.
Keempat. Selalu menguatkan jiwa, hati, dan akalmu. Sesungguhnya dunia ini adalah sumber musibah dan cobaan. Mengingat bahwa dunia dengan segenap isinya adalah fana dan hilang. Menenangkan pikiran dan meyakini bahwa kamu bukanlah satu-satunya orang yang mendapat musibah. Bersyukurlah kepada Tuhanmu, tunggulah masa kebahagiaan, dan tataplah kemudahan di depanmu. Sesungguhnya, hal demikian telah Allah SWT janjikan dalam firman-Nya :
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah (94) : 5-6).
BerandaTSAQOFAHTiga Derajat Manusia dalam Menerima Suatu Musibah
Tiga Derajat Manusia dalam Menerima Suatu Musibah
EksplorasiDesember 08, 2022
TintaSiyasi.com -- Sobat. Ketika kau bernafas, hiruplah seluruh hentakan cinta Ilahi untuk menebarkan kedamaian dan kebaikan di dunia ini. Hiruplah seluruh cinta yang ditebarkan orang-orang baik pada sesama di mana pun mereka berada. Hiruplah seluruh pikiran positif yang mendambakan hubungan dan jalinan batin (Dr. Nasrul Syarif, M.Si., Penulis Buku Gizi Spiritual).
Sobat. Setiap manusia di muka bumi pasti pernah dihadapkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan. Semua itu tidak lain adalah agar Allah SWT mengetahui manakah manusia yang bersabar, merasa ridha, dan menerima ketetapan Allah SWT dengan baik.
Sobat. Musibah yang menimpa diri kita sangat menyakitkan. Orang yang iri dan dengki kepada kita akan diam serta berbahagia, sedangkan mata kita menangis dan hati kita bersedih. Ketika manusia tertimpa musibah, ia akan merasakan gejolak yang kuat dalam hati dan syok dengan perasaannya. Bertumpuklah kekhawatiran dan kedukaan hingga sampailah pada tahap hilang kesadaran, pembekuan darah, pendarahan dan sebagainya. Bagaimana solusi untuk permasalahan ini?
Sobat. Ada beberapa solusi untuk menghadapi musibah di antaranya sebagai berikut:
Pertama. Merasa ridha dengan ketentuan dan ketetapan Allah SWT, serta menyerahkan urusan kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Pembalas Jasa. Musibah ini merupakan salah satu penyebab terbesar derajatmu diangkat dalam pandangan Allah SWT, jika kamu ridha dan sabar, sesungguhnya sabar menjadi mahkota, sumber kesuksesan hamba yang bertakwa, dan jalan hidup yang aman bagi para wali Allah SWT yang saleh.
Kedua. Dalam menerima suatu musibah, ada beberapa keadaan dan derajat pada manusia. Derajat pertama, terkadang menerima musibah dengan ridha dan syukur. Derajat ini adalah derajat paling mulia dan paling tinggi. Derajat kedua, terkadang menerima musibah dengan sabar dan muhasabah. Derajat ini adalah derajat pertengahan. Derajat ketiga, terkadang menerima musibah dengan kecewa dan emosi. Penerimaan seperti ini haram dalam syariát Islam. Usahakanlah dirimu agar senantiasa berada pada derajat pertama yaitu bersyukur dan ridha. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Muttafaq álaih).
Ketiga. Ketika tertimpa musibah, segera kembali kepada pintu keluar yang aman dan tenang, selamat, pasrah, serta menerima agar kamu bahagia dan memenangkan tiga derajat agung dari Allah SWT dengan mengucapkan sebagaimana berikut :
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: 'Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.'" (QS. Al-Baqarah (2) : 156).
Dan ketiga derajat agung itu adalah ampunan, rahmat, dan petunjuk dari Allah SWT.
أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah (2) : 157).
Sobat. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar memberitahukan ciri-ciri orang-orang yang mendapat kabar gembira yaitu orang yang sabar, apabila mereka ditimpa sesuatu musibah mereka mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un) (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
Kabar gembira itu ialah berita bahwa orang yang sabar itu mendapat berkat, ampunan, rahmat dan pujian dari Allah, dan mereka orang-orang yang mendapat petunjuk kepada jalan yang benar.
Keempat. Selalu menguatkan jiwa, hati, dan akalmu. Sesungguhnya dunia ini adalah sumber musibah dan cobaan. Mengingat bahwa dunia dengan segenap isinya adalah fana dan hilang. Menenangkan pikiran dan meyakini bahwa kamu bukanlah satu-satunya orang yang mendapat musibah. Bersyukurlah kepada Tuhanmu, tunggulah masa kebahagiaan, dan tataplah kemudahan di depanmu. Sesungguhnya, hal demikian telah Allah SWT janjikan dalam firman-Nya :
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah (94) : 5-6).
Baca Juga
Tanda-Tanda Kebesaran Allah (Bagian ke-2)
Perhatikanlah Tanda-Tanda Kebesaran Allah Membuatmu Makin Dekat kepada-Nya (Part 1)
Tiga Derajat Manusia dalam Menerima Suatu Musibah
Sobat. Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa sesungguhnya di dalam setiap kesempitan, terdapat kelapangan, dan di dalam setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu keinginan, terdapat pula jalan keluar. Namun demikian, dalam usaha untuk meraih sesuatu itu harus tetap berpegang pada kesabaran dan tawakal kepada Allah. Ini adalah sifat Nabi SAW, baik sebelum beliau diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya, ketika beliau terdesak menghadapi tantangan kaumnya.
Walaupun demikian, beliau tidak pernah gelisah dan tidak pula mengubah tujuan, tetapi beliau bersabar menghadapi kejahatan kaumnya dan terus menjalankan dakwah sambil berserah diri dengan tawakal kepada Allah dan mengharap pahala daripada-Nya. Begitulah keadaan Nabi SAW sejak permulaan dakwahnya. Pada akhirnya, Allah memberikan kepadanya pendukung-pendukung yang mencintai beliau sepenuh hati dan bertekad untuk menjaga diri pribadi beliau dan agama yang dibawanya.
Mereka yakin bahwa hidup mereka tidak akan sempurna kecuali dengan menghancurleburkan segala sendi kemusyrikan dan kekufuran. Lalu mereka bersedia menebus pahala dan nikmat yang disediakan di sisi Allah bagi orang-orang yang berjihad pada jalan-Nya dengan jiwa, harta, dan semua yang mereka miliki. Dengan demikian, mereka sanggup menghancurkan kubu-kubu pertahanan raja-raja Persi dan Romawi.
Ayat tersebut seakan-akan menyatakan bahwa bila keadaan telah terlalu gawat, maka dengan sendirinya kita ingin keluar dengan selamat dari kesusahan tersebut dengan melalui segala jalan yang dapat ditempuh, sambil bertawakal kepada Allah. Dengan demikian, kemenangan bisa tercapai walau bagaimanapun hebatnya rintangan dan cobaan yang dihadapi.
Dengan ini pula, Allah memberitahukan kepada Nabi Muhammad bahwa keadaannya akan berubah dari miskin menjadi kaya, dari tidak mempunyai teman sampai mempunyai saudara yang banyak dan dari kebencian kaumnya kepada kecintaan yang tidak ada taranya.
Kelima. Jangan sampai kamu kehilangan kesempatan untuk mendapatkan rumah di surga. Jadilah orang yang senantiasa memuji Allah SWT saat tertimpa cobaan. Orang seperti ini adalah orang yang paling besar pahalanya, serta diganjar dengan pahala yang mengukuhkan dan menunjukkan jalan yang lurus. Hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi, bagi orang yang ridha dan bersyukur, Allah SWT berfirman kepada malaikat, “Bagunlah sebuah rumah untuk hambaku di dalam surga dan namakanlah dengan Baitul Hamdi (Rumah Pujian).”
Keenam. Berbahagialah. Sesungguhnya, musibah ini merupakan penghapus kesalahan-kesalahanmu dan penyuci keburukanmu, serta menjadi ampunan di sisi Tuhanmu. Menahan dirimu dari kekhawatiran, lisanmu dari mudah mengadu, dan anggota badanmu dari mengganggu orang lain. Ucapkanlah berulang-ulang, “Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku dan anugerahkanlah pengganti terbaik dari musibah ini.”
Sobat. Imam Hasan al-Bashri berkata, “Jangan kalian benci musibah dan ujian yang terjadi. Banyak peristiwa yang kamu benci, justru terdapat keselamatanmu di dalamnya, dan banyak peristiwa yang kamu sukai, justru mengandung musibah bagimu, yakni kehancuran.”
Perbanyaklah Istighfar. Dalam hadis telah disebutkan, “Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya, dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
Sobat. Bertawakal kepada Allah SWT, berpikiran dengan positif, serta berbahagia atas segala kebaikan dan anugerah dari-Nya. Ketahuilah, apa yang menimpamu telah tertulis dalam takdir Allah sebagaimana firman-Nya :
قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوۡلَىٰنَاۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At-Taubah (9) : 51).
Sobat. Ayat ini memerintahkan kepada Rasulullah agar menjawab tantangan orang munafik yang merasa senang ketika Rasulullah dan para sahabatnya ditimpa kesulitan dan merasa sesak dada ketika Rasulullah dan para sahabatnya memperoleh kenikmatan dengan ucapan, "Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, yaitu hal-hal yang telah tercatat di Lauh Mahfudh sesuai dengan sunatullah yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan, segala sesuatunya terjadi sesuai dengan qadza dan qadar dari Allah dan bukanlah menurut kemauan dan kehendak manusia mana pun. Allah pelindung kami satu-satunya, dan kepada Dialah kami bertawakal dan berserah diri, dengan demikian kami tidak pernah merasa putus asa di kala ditimpa sesuatu yang tidak menggembirakan dan tidak merasa sombong dan angkuh di kala memperoleh nikmat dan hal-hal yang menjadi cita-cita dan idaman."
Firman Allah: "Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu." (Ath-Thalaq/65: 3).
Dan firman Allah: "Maka apakah mereka tidak pernah mengadakan perjalanan di bumi sehingga dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Allah telah membinasakan mereka, dan bagi orang-orang kafir akan menerima (nasib) yang serupa itu. Yang demikian itu karena Allah pelindung bagi orang-orang yang beriman; sedang orang-orang kafir tidak ada pelindung bagi mereka."
Wallahu'alam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.