Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M Alfaynanur Rifqi

Cyeberbullying Pengaruhi Kesenjangan Sosial Masyarakat

Teknologi | Thursday, 01 Dec 2022, 15:16 WIB

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi menimbulkan dampak pada perubahan tingkah laku masyarakat. Pada zaman dulu terdapat sebuah istilah ‘mulut mu harimau mu’ yang bermakna bahwa apapun yang keluar dari mulut kita harus dijaga, karena jika kita salah ucap sedikitpun maka itu akan menjadi boomerang pada diri sendiri. Namun tidak untuk sekarang ini, istilah itu berubah menjadi ‘jarimu adalah harimau mu’.

Sebuah kegiatan ringan yang hanya menggerakkan jari-jari tangan akan menjadi sebuah ujaran, kritikan bahkan hinaan. Hal inilah yang dimaksud mengapa dikatakan bahwa jarimu adalah harimau mu. Kegiatan seperti ini kerap kita temui di Media Sosial pada umumnya, baik Facebook, Instagram, Twitter maupun lainnya. Setiap Individu dalam menyampaikan pemikirannya serta pendapat tentang suatu hal memiliki kriteria masing-masing.

Sebagai pengguna aktif media sosial tentunya kita harus mampu mengendalikan diri agar tidak terjerumus pada hal-hal yang secara sosial menyimpang dari norma-norma yang ada. Salah satu contoh pelanggaran dalam media sosial yang melanggar norma-norma masyarakat yaitu Cyberbullying.

Cyberbullying merupakan tindakan penghinaan, kekerasan psikologis atau intimidasi yang dilakukan oleh seseorang baik secara individu, maupun kelompok terhadap individu, atau kelompok lain melalui media sosial. Menurut UNICEF, Cyberbullying adalah perilaku berulang seseorang atau sekelompok orang melalui jejaring sosial atau platform digital untuk mengintimidasi, mengganggu,mempermalukan seseorang atau sekelompok orang. Cyberbullying ini merupakan tindakan pembullyan melalui media online atau jejaring sosial.

Terjadinya cyberbullying didasarkan pada balas dendam penyerang, motivasi kejahatan, dan keinginan untuk dihormati. Aktivitas cyberbullying ini dapat berupa penipuan, plagiasi identitas (meniru seseorang untuk berpura-pura menjadi orang lain dan mengirim pesan atau keadaan buruk), pencemaran nama baik, pelecehan, dan emosional.

Pelaku cyberbullying seringkali adalah orang-orang yang memiliki pemikiran bahwa korban dan pelaku memiliki selera yang berbeda, sehingga menimbulkan rasa ingin menyingkirkan atau menjatuhkan. Pelaku cyberbullying seringkali adalah orang-orang yang memiliki pemikiran bahwa korban dan pelaku memiliki selera yang berbeda, sehingga menghasilkan kekerasan. Bentuk kekerasan ini antara lain memaksakan pola pikir pelaku pada korban, menggunakan bahasa yang tidak pantas pada korban, dan mengisolasi korban dari dunia online.

Dalam teori strukturalisme konstruktif P. Boerdieu terdapat pengaruh timbal balik antara subjektivitas (peran subjek/agen) dan objektivitas (struktur sosial). Oleh karena itu, pengaruh masyarakat dapat membentuk kebiasaan seseorang tanpa disadari. Pendapat seseorang juga dipengaruhi oleh masyarakat, bukan hanya individu itu sendiri. Perbedaan budaya antar kelompok masyarakat ini juga dapat mempengaruhi keberadaan cyberbullying. Pelaku biasanya juga memiliki motif tertentu untuk melaksanakan tindakannya dengan berbagai alasan.

Pengelompokan ini terjadi karena berbagai situasi dalam pembentukan komunitas, sehingga setiap kelompok memiliki karakteristik yang berbeda-beda, memungkinkan penyerang melakukan cyberbullying. Dengan kekuatan media sosial yang kini bisa menjangkau pengguna di seluruh dunia, pelaku bisa melakukan tindakan tanpa mengetahui korbannya. Mengunggah video, foto, atau bahkan menuliskan informasi pribadi korban tanpa izin juga dapat digolongkan sebagai cyberbullying. Meski cyberbullying kini menjadi pusat perhatian, namun kejadian ini terus terjadi.

Dampak cyberbullying terhadap kehidupan sosial korbannya berbagai macam. Sementara bullying terjadi secara online, dampaknya dapat berdampak pada kehidupan sosial korban. Cyberbullying seringkali memiliki efek psikologis, namun cyberbullying juga berdampak pada kehidupan sosial. Korban menarik diri dari masyarakat dan sangat takut sehingga dia menutup diri dari kehidupan sosialnya.

Korban cyberbullying yang menarik diri dari kehidupan sosial karena dikehidupannya juga merasakan bullying. Oleh karena itu, bullying di dunia maya ini sangat menakutkan dan berbahaya, itulah sebabnya banyak iklan sosial mempromosikan penghentian bullying dan penghentian bullying dunia maya. Dalam ilmu sosiologi kejadian ini, itu adalah masalah individu itu sendiri. Faktor yang mendorong terjadinya cyberbullying bermacam-macam, antara lain pengaruh eksternal dari lingkungan pelaku dan pengaruh internal dari pelaku.

Cyberbullying tidak hanya mempengaruhi kehidupan sosial korban, tetapi juga kehidupan sosial pelaku, karena pelaku dapat dengan mudah melakukan kejahatan tanpa mengetahui identitasnya, dan pelaku dapat melanggar norma-norma sosial dalam kehidupan sosialnya. Cyberbullying ini akan terus berlanjut karena korban bisa menjadi pelaku untuk melampiaskan dendamnya pada pelaku. Kemudian pelaku juga bisa menjadi korban berikutnya, karena korban memiliki rasa dendam terhadap pelaku. Kemungkinan ini muncul ketika korban mengetahui identitas pelaku. Cyberbullying akan terus terjadi seperti lingkaran tanpa akhir.

Pelaku cyberbullying biasanya adalah orang-orang yang percaya bahwa korban dan pelaku memiliki selera yang berbeda, sehingga menimbulkan kekerasan. Bentuk kekerasan ini meliputi pemaksaan pelaku pada korban, penggunaan bahasa yang tidak pantas kepada korban, dan mengucilkan korban di dunia online.

Dampak cyberbullying terhadap kehidupan sosial korbannya berbagai macam. Meskipun bullying terjadi secara online, dampaknya dapat berdampak pada kehidupan sosial. Cyberbullying biasanya memiliki efek psikologis, namun cyberbullying juga berdampak pada kehidupan sosial. Korban menarik diri dari masyarakat dan menjadi penakut sehingga sikorban menjadi tertutup dalam kehidupan sosial.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image