Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Kita Jangan Hanya Pandai Memberi Nasihat , Kitapun Harus Pandai Mendengarkan Nasihat dari Orang Lain

Agama | Friday, 11 Nov 2022, 02:11 WIB

Penulis berharap tulisan ini mampu mengajak para pembaca untuk merenungkan filosofi dari anggota luar tubuh kita. Allah telah menganugerahi kita dua kaki, dua tangan, dua telinga, dua mata, dan satu mulut.

Filosofi sederhananya, dengan dua kaki yang dapat berdiri tegak, berjalan, dan berlari, secara tidak langsung Allah memerintahkan kepada kita untuk memperbanyak bergerak dan banyak berjalan. Dengan banyak berjalan, selain tubuh kita akan sehat, kita pun akan dapat merasakan nikmatnya memiliki kaki.

Abu Al Najib Al Syuhrawardi seorang filosof dan ulama sufi, dalam salah satu nasihatnya mengatakan, “perbanyaklah berjalan kaki selain kamu dapat merasakan nikmatnya memiliki kaki, juga kamu akan banyak mendapatkan inspirasi.” (Abu Al-Najib Al Syuhrawardi, Adabu al Muridin, Babu At-Tsalits, etika ke-108, hal. 50).

Orang-orang yang berkarya dengan kedua tangannya, baik menulis maupun berkarya dalam bidang lainnya, karyanya tersebut diperoleh setelah ia berjalan-jalan sambil menfakuri alam dan dirinya. Selain dengan memperbanyak berjalan, karya yang dihasilkan kedua tangan seseorang, pada umumnya diperoleh melalui kedua matanya (melalui membaca, penelitian, dan pengamatan), dan juga berasal dari informasi yang didengar kedua telinganya.

Filosofi dasar anggota tubuh kita mengisyaratkan agar kita banyak berjalan, mendengar, membaca, meneliti, dan berkarya. Sementara itu, mulut kita cuma satu. Hal ini mengisyaratkan, setelah kita berkarya, barulah kita katakan atau sebarkan kepada siapapun. Dari sini lahirlah peribahasa, sedikit bicara banyak bekerja. Bukan sebaliknya, banyak bicara sedikit bekerja.

Dalam kenyataan hidup kita, pada umumnya orang lebih senang banyak bicara, memberikan komentar, memberikan nasihat, dan saran kepada orang lain. Dengan dalih berdakwah, banyak orang yang memaksakan diri memberikan ceramah dan nasihat kepada orang lain dengan berbagai gaya dan retorika.

Benar sekali, saling menasihati di jalan kebenaran dan kesabaran merupakan salah satu perilaku dari orang yang tak akan merugi di hadapan Allah swt (Q. S. Al-Ashr : 3). Memberikan nasihat termasuk pula salah satu dari kewajiban seorang muslim kepada muslim yang lainnya (H. R. Muslim). Namun demikian, janganlah kita terlalu sibuk memberikan komentar, nasihat, dan ceramah kepada orang lain, seraya melupakan berkarya dan melupakan menasihati diri sendiri.

Satu hal yang perlu diluruskan, kebanyakan kaum muslimin masih keliru dalam memandang aktivitas dakwah. Kegiatan ini hanya dibatasi dengan kegiatan ceramah. Padahal aktivitas dakwah memiliki makna yang luas, tidak terbatas kepada aktivitas ceramah dan memberi nasihat. Malahan, jika kita menelusuri perjalanan dakwah Rasulullah saw, ia lebih sering melaksanakan kegiatan da’wah bil hal, dakwah dengan perbuatan atau memberi keteladanan daripada sekedar berceramah.

Aktivitas dakwah bil hal akan lebih ampuh daripada sekedar dakwah melalui ceramah. Inilah yang dikatakan Umar bin Khattab, “satu contoh perbuatan nyata lebih ampuh daripada rangkaian seribu kata-kata indah tanpa karya nyata.” Namun demikian, bukan berarti para sahabat tidak pernah memberikan nasihat kepada orang lain, mereka pun sering memberikan nasihat kepada orang lain.

Banyak para sahabat yang dijadikan delegasi Rasulullah ke kabilah lain dengan tugas berdakwah menyebarkan ajaran Islam. Mu’adz bin Jabal, Mush’ab bin Umair, Saad bin Abi Waqash merupakan diantara sekian sahabat yang pernah ditugaskan Rasulullah saw sebagai duta penyebaran Islam ke luar kota Makkah.

Namun demikian, di tengah-tengah kesibukan mereka berdakwah, memberikan nasihat kepada orang lain, mereka sering pula meminta nasihat dan mendengarkan nasihat dari orang lain. Umar bin Khattab pernah mendatangi sahabat Khudaifah bin Yaman, seorang sahabat penjaga rahasia Rasulullah saw. Ia pernah dititipi nama-nama orang munafik oleh Rasulullah saw.

“Ya, Khudaifah r.a., tolong nasihati aku! Tolong periksa pula, apakah dalam diriku terdapat ciri-ciri kemunafikan? Aku takut kalau-kalau aku termasuk ke dalam daftar orang munafik yang Rasulullah saw berikan kepadamu.”

Dengan tulus, sahabat Khudaifah r.a. berkata, “Aku hanya akan memberi tahu kepadamu saja, tidak kepada yang lainnya. Dalam dirimu tidak ada tanda-tanda kemunafikan, dan kamu tidak termasuk ke dalam daftar orang munafik yang Rasulullah saw berikan kepadaku.”

Sahabat Umar merasa senang mendengar nasihat dari sahabat Khudaifah r.a. Bukan sahabat Umar saja yang sering meminta dan mendengarkan nasihat dari yang lain, para sahabat lainnya pun sama. Mereka sering memberikan nasihat, namun mereka juga sering mendengarkan nasihat dari sahabat lainnya. Inilah hakikat saling menasihati seperti yang disebutkan dalam surat Al-Ashr : 3. Bukan hanya menasihati orang lain, minim berkarya dan mendengarkan nasihat dari orang lain.

Perilaku para sahabat yang mau meminta dan mendengarkan nasihat dari orang lain merupakan buah dari keteladanan yang diberikan Rasulullah saw. Suatu ketika, Ibnu Mas’ud diminta Rasulullah saw untuk membacakan satu surat dari al-Qur’an.

Mendengar permintaan tersebut, Ibnu Mas’ud terperangah. Kemudian ia berujar, “Ya Rasulullah saw, bukankah al-Qur’an ini diturunkan kepadamu, dan darimu pula aku mempelajarinya?”

“Benar sekali! Tapi sekali-kali aku ingin mendengarkan bacaan al-Qur’an dari yang lain.” (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz 10 hal. 433, hadits nomor 3550).

Jika Rasulullah saw ingin mendengarkan bacaan al-Quran dari orang lain, para sahabat selalu meminta nasihat dan mendengarkan nasihat dari orang lain, lalu bagaimana dengan kita?

ilustrasi : memberi nasihat (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image