Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Kamil

P2I Yakin Kearifan Pesantren Jadi Solusi Masalah Global

Eduaksi | 2022-11-07 21:45:29
Presiden Pengasuh Pesantren Indonesia (P2I) KH Tata Taufik (berkacamata) duduk di tengah atau sebelah Pengasuh Pesantren Darunnajah KH Sofwan Manaf.

Sekilas kehidupan pesantren dianggap hal biasa. Setiap hari santri bangun pagi, beribadah, belajar, membersihkan lingkungan, berolahraga, hormat kepada guru dan berakhlak mulia. Rutinitas yang oleh sebagian orang dinilai ordinari.

Namun, hal yang biasa itu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ibadah misalkan, dilakukan dengan sungguh – sungguh, sehingga iman menguat. Hati menjadi tenang. Optimisme tumbuh. Gerak dan langkah ditopang dengan semangat menuju kebaikan yang berkelanjutan. Ilmu menjadi mudah masuk, bahkan menyinari kalbu.

Itulah bekal kaum santri yang mereka dapat dari pesantren. Lembaga pendidikan yang pada era 90-an dan sebelumnya, dianggap sebagai ‘tempat buangan’, pilihan terakhir, setelah anak tak diterima masuk sekolah unggulan dan swasta.

Kini citra pesantren sudah jauh berubah. Bukan lagi alternatif, tapi pilihan utama. Pesantren menjadi ‘pangan pokok’ yang menjadi gizi keberlangsungan bangsa. Dari pesantren cahaya iman tumbuh, asma Allah menggema, menjadikan cinta-Nya menghangatkan kehidupan bangsa yang kita cintai ini.

Kembali ke bekal santri tadi. Ilmu lahir dan batin yang dimiliki santri berpadu dengan iman yang mereka dapat dari rutinitas ibadah dan keyakinan penuh kepada Allah. Karena itulah mereka mampu melihat realitas kehidupan secara utuh. Bukan sekadar zahir, tapi juga apa yang tersirat di batin, yang hanya dirasa. Bentuknya berupa ketenangan. Ya rasa nyaman karena dekat dengan Allah.

Hal seperti itu yang banyak dicari orang di berbagai kawasan, khususnya Barat. Di sana itu banyak orang cemas. Menurut sebuah survei oleh Ipsos Institute, pandemi virus corona telah memperburuk kesehatan mental hampir setengah dari jumlah orang dewasa di 30 negara. Mereka mencari solusi persoalan secara duniawi, tapi gagal. Kemudian ‘melarikan diri’ dengan berbuat kerusakan. Tapi tidak juga menyelesaikan masalah. Akhirnya kondisi kejiwaan mereka memburuk.

Jika orang yang seperti itu menjalani tradisi yang ada di pesantren, mungkin mereka akan punya pelarian dari masalah. Yang tadinya pelampiasan itu berupa hal buruk, berubah menjadi mengingat Allah: berzikir, mendirikan shalat, baca dan tadabur Alquran, hingga meneteskan air mata. Dengan begitu, hati menjadi lembut. Jiwa membuka diri untuk menampung cahaya Allah. Alhasil, jiwa mendapatkan makna kehidupan, berkembang menjadi sehat, semakin matang menyikapi dan menghadapi tantangan hidup.

Presiden Pengasuh Pesantren Indonesia (P2i) Dr KH Tata Taufik mengatakan, tradisi dan kebaikan semacam itu harus disebarluaskan secara massif. Tak hanya di internal pesantren atau pemangku kepentingannya, tapi lebih luas lagi, ke tingkat nasional, bahkan antarbangsa dan benua.

Kiai Tata menyampaikan hal tersebut saat menghadiri acara pembukaan konferensi internasional Pondok Pesantren Se-Asia Tenggara dan Grand Launching Universitas Darunnajah di Pondok pesantren Darunnajah, Senin (7/11/22)

“Kenapa ada konferensi? Kenapa ada P2I? Kenapa ada Darunnajah? Ini model kolaborasi, kami mencoba berbicara tentang kolaborasi antara pengasuh pesantren seluruh indonesia bahkan diusahakan seluruh dunia untuk bisa bersatu bersama-sama membangun mimpi, membangun kejayaan dan membangun kebaikan-kebaikan yang kita miliki asli produk indonesia untuk kita transfer kepada dunia bahkan dunia internasional,” Kata Kiai Tata dikutip dari keteranganya, Senin.

“Terima kasih atas kehadiran dan support nya para pengasuh pesantren kita perlu berkolaborasi untuk melihat kemajuan-kemajuan yang ada di dunia. Apa yang kita butuhkan untuk kemajuan pesantren kita di era digital untuk perubahan maka diperlukan konsep-konsep baru.” Katanya.

Ke depannya, dia menilai pesantren harus banyak berinovasi. Bidang yang harus diperhatikan adalah keamanan santri di dalamnya, kesehatan keluarga pesantren. Juga hal yang berkaitan dengan kebersihan, kenyamanan, dan daya tampung.

Semua itu sangat memengaruhi keberlangsungan belajar santri. Kapasitas mereka pun akan banyak diwarnai dari bidang-bidang tersebut.

Jika itu semua dalam keadaan baik, maka kebersihan santri terjaga. Selalu dalam keadaan suci. Mudah dan sering beribadah. Hatinya menjadi tenang. Dengan begitu mereka menjadi sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan hidup. Tahu bagaimana harus bersikap di saat menghadapi suasana suka ataupun dirundung duka. Tidak mudah cemas seperti banyak orang sebagaimana disurvei Ipsos Institute di 30 negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image