Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image niqi carrera

Berkaca dari Tragedi Itaewon

Gaya Hidup | Friday, 04 Nov 2022, 21:20 WIB

Sebuah pesta Halloween di distrik Itaewon Korea Selatan berakhir tragis dengan 156 orang tewas. Hingga saat ini, penyebab insiden ini masih dalam penyelidikan. Ada yang bersaksi bahwa insiden itu dimulai ketika semakin banyak orang memenuhi tanjakan. Insiden dimulai dengan jatuhnya seseorang dan menabrak kerumunan di bawah. Kemudian warga panik yang menyebabkan pengunjung saling terinjak-injak (cnnindonesia.com, 01/11/2022).

Pemimpin di seluruh dunia berduka atas tregedi ini. Presiden Jokowi juga ikut menyampaikan belasungkawa atas tragedi Halloween di Itaewon melalui akun Twitter-nya. Ia mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sangat berduka dan berharap agar korban luka segera pulih. Tragedi Itaewon ini kembali mengingatkan kita pada tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada bulan yang sama. Kedua tragedi ini juga merenggut korban yang tidak sedikit, satu peristiwa karena “permainan” dan satu lagi karena pesta.

Namun ada sedikit perbedaan yang terlihat dari respon dua negara yang berbeda terhadap kedua tragedi tersebut, yaitu respon pemerintah Indonesia. Meskipun pemerintah memberikan kompensasi dan membayar biaya pengobatan kepada para korban Kanjuruhan, tetap tidak ada pernyataan bahwa "Pemerintah bersama korban insiden Kanjuruhan", seperti ungkapan duka cita pada warga Korea.

Hal ini memberikan kesan bahwa pemerintah lebih peduli dengan nasib rakyat di negara lain daripada rakyatnya sendiri. Disparitas ini mungkin terlihat sepele, namun sangat berarti dan mempengaruhi psikologi masyarakat.

sumber: canva.com

***

Distrik Itaewon, salah satu distrik di ibu kota Korea Selatan, Seoul, menarik ribuan orang untuk merayakan pesta Halloween. Tak heran, karena distrik ini adalah yang paling dinamis dan “ramah” terhadap turis lokal dan asing, bahkan terhadap golongan L6BT. Sebagai negara yang menganut ideologi kapitalisme sekuler, Korea Selatan bercirikan kehidupan yang liberal, hedonistik, dan bebas. Wajar jika bermunculan industri yang menawarkan berbagai produk dan layanan yang disukai turis mancanegara seperti restoran, klub malam, dan klinik “kecantikan wajah” yang juga menjadi magnet bagi kaum muda dalam mengejar kesenangan materi dan duniawi.

Hal menarik yang patut diperhatikan adalah pengagungan mereka terhadap gaya hidup liberal, hedonistik. Generasi muda hidup diaruskan hanya untuk bersenang-senang tanpa memikirkan arti hidup yang sebenarnya. Miris, akhirnya mereka mati dalam keadaan pesta pora yang sia-sia. Kemudian kebebasan tersebut mendorong berbagai tindakan asusila. MIsalnya perbuatan yang sering dikaitkan dengan alkohol dan penggunaan narkoba. Insiden tragis di Itaewon kabarnya juga ricuh akibat seorang pengguna narkoba yang terlibat perkelahian dengan beberapa orang hingga situasi menjadi tidak terkendali dan semakin kacau.

Tetapi apa jadinya jika ide kebebasan tersebut diadopsi oleh negara mayoritas Muslim?

***

Budaya Barat yang menawarkan kebebasan hedonis memang sangat menarik dan membius pemuda kita hari ini. Mereka banyak yang akhirnya lupa dengan norma ketimuran bahkan agamanya. Pemerintah harusnya lebih tegas dalam menjaga generasi kita dari budaya asing yang merusak budaya dan norma bangsa. Jika negara tidak segera mengambil langkah serius untuk para pemuda, dikhawatirkan nantinya yang ada adalah kaum muda menjadi penjaja gaya hidup Barat yang sekuler, liberal, materialistis, dan hedonistik, yang diwarnai dengan aktivitas negatif seperti tidak berbakti dengan orangtua, pergaulan bebas, tawuran, bunuh diri, aborsi, dan masih banyak lainnya.

***

Merawat dan mendidik generasi muda layaknya menanam pohon sampai berbuah. Kita tidak bisa merasakan manisnya buah jika tidak menanam benihnya, yaitu akidah Islam, sebagai akarnya. Pohon harus senantiasa dipelihara dengan baik agar menghasilkan buah yang baik dan manis. Maka butuh peran negara untuk membuat kebijakan dan program yang inovatif dan tepat untuk membangun genarasi pembangun peradaban masa depan. Apa saja yang harus dilakukan?

Pertama, terapkan pelatihan rumah Islami. Keluarga adalah pintu pertama pembentukan kepribadian generasi. Orang tua harus membekali diri dengan ilmu agama yang cukup agar dapat membesarkan anak-anaknya menjadi generasi yang saleh.

Kedua, sistem pendidikan berbasis agama Islam. Negara harus menerapkan kurikulum berdasarkan keyakinan Islam. Dengan demikian, perangkat turunan seperti desain pembelajaran, metode pembelajaran, mata pelajaran dan materi dirangkai berdasarkan paradigma Islam.

Ketiga, pembiayaan pendidikan didukung oleh kebijakan ekonomi Islam. Semua pendanaan untuk pendidikan di Negara disediakan oleh Baitulmal. Pembiayaan pendidikan terkait meliputi sarana, prasarana, sarana dan prasarana sekolah, gaji guru, dan tenaga pengajar yang profesional. Jika masing-masing keluarga alim dan masyarakat terbiasa mengamalkan amar makruf nahi munkar, maka kemaksiatan tidak lagi merajalela. Karena tatanan sosial masyarakat juga akan berubah dan membaik, menjadi masyarakat Islam yang unik.

Kelima, menetapkan sistem sanksi yang memberikan efek jera. Sanksi syariah merupakan pintu terakhir untuk melindungi masyarakat dari perbuatan maksiat dan perilaku kriminal ketika suatu negara menegakkan syariat Islam di segala lini namun masih ada saja oknum yang melanggarnya. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image