Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kamaruddin

Masih Jadi PR, UNICEF Dorong Replikasi Pengentasan Malnutrisi Anak di Aceh

Info Terkini | 2021-12-09 10:47:36
Kepala UNICER Perwakilan Aceh, Andi Yoga Tama | Foto : Dokumentasi pribadi

Banda Aceh - Malnutrisi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Aceh. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Aceh berada pada angka 37.1 persen, tertinggi ketiga di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Praktik Baik dan Pembelajaran Program Pencegahan dan Pengentasan Malnutrisi Terintegrasi di Aceh Kerjasama UNICEF-Pemerintah Aceh, 7-8 Oktober 2021, di Hotel Permata Hati Banda Aceh.

Kegiatan itu diikuti oleh hampir 100 orang perwakilan lintas sektor provinsi dan kabupaten kota ini diharapkan dapat memicu komitmen pemerintah terkait dalam mereplikasi dan memastikan keberlanjutan program.

Kabid Pengendalian Evaluasi dan Pembangunan Bappeda Aceh, Reza Saputra, mengatakan Pemerintah Aceh bekerja sama dengan UNICEF Indonesia Kantor Perwakilan Aceh mengajak 8 kabupaten/kota untuk saling belajar mengenai berbagai praktik baik dalam pencegahan dan pengentasan malnutrisi ibu dan anak di Aceh.

Kerja sama Pemerintah Aceh dengan UNICEF Indonesia telah sejalan dengan target Pemerintah Aceh dalam RPJM, yakni menurunkan prevalensi stunting kurang dari 20 persen serta menekan balita gizi buruk dari 2.6 persen menjadi 2.1 persen dan balita gizi kurang dari 14.1 persen menjadi 11.8 persen.

“Besar harapan kami bahwa dengan adanya pertemuan praktik baik dan pembelajaran ini, banyak hal yang dapat kita pelajari dan perbaiki, termasuk upaya pertukaran pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai hal teknis, termasuk strategi dan pendekatan baru yang dapat kita coba di daerah masing-masing," ujar Reza saat membuka acara pada Selasa, 7 Desember 2021.

Sejak 2019, kata Reza, UNICEF Indonesia telah mendampingi 8 kabupaten/kota yang turut hadir dalam acara tersebut—empat diantaranya melalui intervensi langsung; Aceh Jaya, Aceh Singkil, Sabang dan Simeulue dan melalui intervensi tidak langsung; Aceh Selatan, Gayo Lues, Nagan Raya dan Pidie untuk menekan angka kasus malnutrisi di Aceh.

"Intervensi dilakukan melalui peningkatan kapasitas, advokasi kebijakan, perencanaan dan penganggaran hingga pengawasan dan evaluasi di tingkat pemerintah kota/kabupaten hingga di level komunitas atau desa," tutur Reza.

Program menitikberatkan pada integrasi lintas sektor, mulai dari kesehatan, gizi, sanitasi dan kebersihan lingkungan, pengasuhan hingga perlindungan sosial, mengingat malnutrisi anak disebabkan oleh berbagai faktor.

Hasilnya, hingga November 2021, lebih dari 28 ribu pengasuh baduta telah menerima konseling pemberian makanan bayi dan anak, 344 desa telah menerapkan modul kelas pengasuhan positif, 1.078 kesehatan telah memiliki tenaga yang terlatih dalam pelayanan terpadu bagi balita sakit, 269 desa terverifikasi bebas dari Buang Air Besar (BABS) dan sekitar 5 ribu anak menerima bantuan universal yang terintegrasi dengan sistem kesehatan setiap tahunnya sejak 2019.

“Komitmen serta koordinasi terhadap program yang berkelanjutan merupakan kunci dari keberhasilan program yang akan dilaksanakan,” tegaa Reza.

Kepala UNICEF Indonesia Kantor Perwakilan Aceh Andi Yoga Tama mengapresiasi kinerja, capaian dan inovasi Pemerintah Aceh dan 8 kabupaten/kota dalam menanggulangi malnutrisi anak selama tiga tahun kerja sama berlangsung. Ia menekankan pentingnya peran multisektoral dalam penuntasan malnutrisi yang tak hanya berhenti pada komitmen sektor kesehatan.

“Kami berharap bahwa komitmen ini dapat berlanjut dan bahkan diikuti oleh banyak daerah lainnya. UNICEF Indonesia terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai kota/kabupaten di Aceh,” ujar Andi.

Sementara itu, Nutrition Officer UNICEF Perwakilan Aceh, dr. Natasya Phebe, menyampaikan Aceh sudah lebih maju dalam pengentasan malnutrisi. Dengan Workshop ini diharapkan ada komitmen dari pemerintah dari keberlanjutan dan bisa diterapkan oleh kabupaten kota lainnya.

“Kita punya target penurunan stunting hingga 14 persen, dengan adanya target penurunan ini. Tentunya dengan pergerakan dan inovasi masing-masing supaya bisa menunjukan hasil yang baik. Semoga bisa direplikasikan di kabupaten/kota lainnya," ungkap Tasya.

Kabid Kesmas Dinkes Aceh, dr. Sulasmi, menyebutkan berdasarkan hasil laporan gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh yang dirilis Oktober 2021. Dari 23 Kabupaten/Kota yang menginput Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Masyarakat (EPPGBM). Hanya tiga daerah yang cakupannya di atas 80 persen.

"Tiga daerah tersebut Bener Meriah, Kota Sabang dan Kota Langsa. Ini yang menjadi dilema, bagaimana kita bisa melihat real situation di daerah masing-masing kalau cakupannya saja gak sampai 80 persen," kata dr. Sulasmi.

Penyerahan penghargaan untuk mitra UNICEF | Foto : Dokumentasi pribadi

Acara ini berlangsung dengan diskusi substantif terkait berbagai inovasi lintas sektor, beberapa diantaranya yakni skema perlindungan sosial GEUNASEH di Sabang yang meningkatkan kunjungan ke Posyandu dengan mendistribusikan bantuan sebesar Rp150 ribu tiap bulannya bagi anak usia 0-6 tahun.

Di Aceh Jaya, pelayanan konseling berbasis komunitas terkait pemberian makan bayi dan anak membantu para orang tua untuk menentukan asupan terbaik bagi sang anak.

Pembiayaan berbasis komunitas juga mendorong banyak desa di Aceh Jaya terbebas dari praktik BABS, sementara di Simeulue, kelas pengasuhan positif dengan konteks lokal juga turut membantu orang tua memahami berbagai isu terkait kesehatan dan kesejahteraan anak.

Dalam sektor kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan, perencanaan dan pembiayaan Puskesmas hingga digitalisasi data Posyandu juga turut berkontribusi pada deteksi dan penanganan kasus malnutrisi ibu dan anak sedini mungkin.

“Ada berbagai praktik baik dari daerah intervensi langsung UNICEF Indonesia yang kami akan adopsi. Untuk mengimplementasikannya, kami berharap berbagai daerah ini bisa tetap berbagi informasi dengan kami ke depannya selepas acara,” ujar Agus Fardin, Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh Selatan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image