Etos Kerja dalam Islam
Ekonomi Syariah | 2022-10-25 15:40:13Jika kita bertanya kepada seseorang untuk apa ia bekerja, jawabannya bisa berbeda-beda, bergantung pada niatnya. Bisa jadi seseorang mengatakan alasannya bekerja adalah untuk bertahan hidup. Ada pula yang mengatakan bekerja baginya adalah untuk mengejar kekayaan dan kekuasaan. Bagi mahasiswa misalnya, akan mengatakan bahwa tujuannya bekerja adalah agar bisa mandiri dan cepat menikah setelah lulus.
Semua jawaban di atas, bila dicermati lebih dalam tampak tidak memiliki muatan religi, bahkan terkesan materialistik. Fakta sosial banyak menyuguhkan peristiwa tragis kepada mereka yang hanya mengandalkan materi sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta demi harta. Seperti koruptor yang harus dicaci maki oleh rakyat dan mendekam di penjara. Ada yang harus membunuh orang lain dan bahkan dirinya sendiri untuk menghilangkan jejak kejahatannya.[1]
Dalam artikel ini, penulis akan membahas tentang konsep bekerja dalam Islam secara ringkas dan bagaimana etos kerja yang harus dibangun seorang muslim.
Bekerja Adalah Ibadah
Dalam kitab Al-Iktisab fi al-Rizq al-Mustahab, Al-Syaibani mendefinisikan al-kasb (kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui cara yang halal. Ia juga menegaskan bahwa kerja memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah Swt, sehingga hukum bekerja adalah wajib.[2]
Allah Swt. berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al-Jumu’ah [62]:10)
Rasulullah juga menegaskan dalam sabdanya: “Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim.”
Di samping itu, Al-Syaibani juga menyatakan bahwa bekerja merupakan ajaran para rasul terdahulu dan kaum muslim diperintahkan untuk meneladani cara hidup mereka.
Oleh karena itu, tampak jelas bahwa bekerja dalam pandangan Al-Syaibani adalah suatu ibadah. Dengan bekerja, seorang muslim dapat menunaikan hak Allah, hak hidup diri serta keluarga, dan hak masyarakat, sebagaimana kerja dapat mengaktikfkan roda perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.[3]
Menumbuhkan Etos Kerja Islami
Sinamo mendefinisikan etos sebagai keyakinan, yaitu panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok atau institusi.[4] Sementara kerja, menurut Alkindi, yaitu suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosial.[5]
Etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka.[6]
Menumbuhkan etos kerja dalam diri seorang muslim menjadi sebuah hal yang perlu diperhatikan serta direalisasikan, sebagaimana bekerja bernilai suatu ibadah. Jika seseorang hanya mengandalkan hasil berupa materi, maka kerja kerasnya tidak akan bernilai apapun di sisi Allah Swt. Padahal, nilai spiritual berupa “berkah” sangat penting untuk kehidupan, baik dari sisi dunia maupun agama.
Etos kerja secara Islami perlu ditumbuhkan, karena boleh jadi kita memakan hak orang lain sehingga merugikan pihak tersebut baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Sedangkan pihak yang dirugikan atau dizalimi jika berdoa, maka Allah akan mengabulkan doanya.
Disarikan dalam penjelasan Thohir Luth dalam bukunya, Antara Perut dan Etos Kerja dalam Perspektif Islam, etos kerja tersebut adalah sebagai berikut.
1. Niat ikhlas karena Allah semata
Nilai pekerjaan dapat menjadi ibadah atau tidak bergantung pada niat. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya segala perbuatan bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya seseorang akan memperoleh (pahala) sesuai dengan apa yang ia niatkan ”.
Niat mengerjakan sesuatu karena Allah akan menyadarkan kita bahwa:
a. Allah Swt. sedang memantau aktivitas kita
b. Keridaan Allah hendaknya menjadi tujuan kita beribadah
c. Segala yang kita peroleh wajib untuk disyukuri
d. Rezeki harus digunakan pada jalan yang benar
e. Akan ada pertanggungjawaban atas apa yang kita peroleh
2. Kerja keras
Bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, dan melalui cara yang halal dapat dikategorikan sebagai ibadah (jihad). Orang yang bekerja keras dapat dikelompokkan sebagai mujahid di jalan Allah, sebagaimana pesan Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Ahmad, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja dan terampil. Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah.”
3. Memiliki cita-cita yang tinggi
Thohir Luth menekankan bahwa sebagai pekerja, jangan puas hanya menjadi bawahan seumur hidup. Tanamkan cita-cita untuk membuka dan memberi peluang orang lain bekerja di tempat kita.
4. Memiliki landasan moral
Landasan moral yang dimaksud adalah nilai-nilai dasar agama yang perlu dibangun sebagai pijakan seorang muslim dalam bekerja, yaitu:
a. Merasa terpantau, bahwa Allah Swt. menyaksikan segala apa yang kita kerjakan.
b. Jujur, bisa dipercaya dan tidak mau berbuat dusta.
c. Amanah, yaitu dipercaya orang lain karena kejujurannya.
d. Takwa, yaitu melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang dalam agama.
Kesimpulan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa bekerja merupakan suatu ibadah dan keridaan Allah adalah tujuan akhir dari suatu ibadah. Maka bagi seorang muslim bekerja dengan etos Islami diperlukan untuk merealisasikan tujuan akhir tersebut, yaitu melalui niat yang lurus, kerja keras, cita-cita yang tinggi, dan berlandaskan moral Islami.
[1] Thohir Luth, Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 25.
[2] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 257-258.
[3] Ibid, hal. 260.
[4] Jansen Sinamo, Etos 21, Etos Kerja Profesional Di Era Digital Global (Jakarta: Institut Darma Mahardika, 2002), hal. 64.
[5] Ali Sumanto Alkindi, Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Memberantas Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan Umat (Solo: Aneka, 1996), hal. 41.
[6] Ida Sajidah, Tesis: “Hubungan Antara Tawakal dan Percaya Diri Dengan Etos Kerja Pada Karyawan dan aryawati PT. Pandu Siwi Sentosa” (Depok: UI, 2009), hal. 16-17.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.