Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syabania Thifali

Jihan dan Rembulan

Sastra | Monday, 24 Oct 2022, 21:15 WIB

Jinan terdiam. Duduk di kursi balkonnya sembari menatapi bulan purnama yang terbentuk sempurna malam ini. Angin menerapa dedaunan sampai beberapa dari mereka terjatuh mengenai permukaan tanah. Setelah hari-harinya yang melelahkan, Jihan akan merenung dibawah gelapnya malam.

Sampai kapan akan begini? Kalimat yang akan terus terulang tiada henti. Tangannya meremas minuman kaleng yang sudah habis tapa tersisa. Jihan memejamkan matanya. Sebulir air jatuh dari kedua netra indahnya.

Pundaknya bergetar. Bibirnya ia gigit sedalam-dalamnya. Mungkin sampai bibir itu terluka? Jihan sudah tidak peduli. Beban yang dipikul begitu berat sampai wanita malang itu tidak dapat merasakan apapun lagi ketika darah mulai mengucur dari permukaan bibir dalamnya.

Hujatan, cacian, makian, adalah makanan sehari-harinya sebagai seorang aktris diusia yang terbilang masin cukup muda.

Kalau bukan karna Ayah, Jihan akan lebih memilih menjadi seorang waiters di restoran kecil dengan gaji pas-pasan daripada kaya namun hidup penuh dengan cekatan.

Ayah sudah meninggal beberapa bulan yang lalu.

Jihan terpuruk, sangat. Namun balik lagi menuju fakta yang tidak bisa dielak, Jihan seorang Aktris.

Dirinya harus bersikap professional dan harus selalu terlihat bahagia walau kehidupan aslinya jauh dari apa yang ia tunjukkan didepan kamera.

Juga ibu dan adiknya yang kerap meminta hasil jerin payahnya untuk suatu hal yang cuma-cuma.

"Is everything okay, sweetheart?" Tanya seorang wanita cantik yang terlihat mash sangat muda padahal sudah hampir menempuh garis umur 50an.

Jihan mendongak. Tersenyum pahit walau matanya sudah habis termakan air mata. Kantung matanya menggembung. Kalau boleh jujur, Jihan sebenarnya malu tertangkap basah menangis sendirian di pinggiran balkon sembari meremas sekaleng minuman Coke. Walau ini bukan yang pertama kalinya, namun tetap saja rasa malunya masih sama.

"Oh, hi my love. You look messy." Wanita itu merapihkan beberapa helai rambut Jihan dan menyelipkannya ke belakang kuping sembari tersenyum. Manajer Seo, namanya.

"Oh hi, Manajer Seo. Do you need help? So sorry aku lagi berantakan gini, haha." Jihan membetulkan posisi duduknya. Memegang kedua lengan manajernya untuk ikut duduk bersama dipinggiran balkon Apartemennya.

Manajer Seo menggeleng. "No. Udah makan?"

Jihan menggeleng.

"Your bad habits, Jihan. Saya bawa makanan untuk

Kamu di meja makan. Insting saya ngerasa kamu lagi ga baik-balk aja, so that's why i came up here.

Untuk cek kamu."

Jihan terkekeh. Kemudian mengelap air matanya yang masin terus terjatun dari kedua netranya. "I'm totally fine, Manajer Seo. Gak ada yang salah. I'm all good. Trust me. Ini aku cuma capek aja biasa, you know, peo-" Ucapan Jihan terputus setelah

Manaier Seo menaruh jari tuluniuknya didepan bibir Jihan.

Manajer Seo tahu. Tahu semua hal yang dipikul oleh Jihan. Keadaan keluarganya, netizen-netizen yang terus memberikan kata-kata jahat secara verbal, juga ibu dan adik perempuan itu yang tidak jelas bagaimana kehidupannya.

Manajer Seo mengangguk. Memberikan isyarat seolah Jihan boleh terus melanjutkan tangisannya yang sempat tertunda hanya untuk mengelak sebuah fakta.

"Can i get you a hug, Jihana?"

Jihan mengangguk kecil. Tubuh yang bergetar itu direngkuh untuk diberikan sebuah afeksi hangat yang pastinya sangat Jihan butuhkan sekarang.

Jihan menangis sejadi-jadinya pada pundak sang Manajer.

Manajer Seo hanya satu-satunya tempat untuk ia

berpulang, satu-satunya tempat yang nyaman

baginya untuk ceritakan seluruh keluh kesahnya.

"It's okay, honey. Everything is fine. Don't worry."

Jihan merasakan elusan selembut kain sutra di

punggungnya. Dirinya semakin terpacu untuk

menangis lebih deras lagi. Jihan sudah tidak kuat

menahan semuanya sendirian dan selalu berlagak

bahwa dirinya kuat menghadapi seluruh rintangan

yang ada.

Memang faktanya, sekuat apapun benteng pertahanan kita, maka akan hancur juga disaat sudah mencapai titik yang tidak dapat di tampung lagi.

"Manajer Seo, am i-" Ucpannya terputus. Bibirnya terlalu kaku untuk dibawa bicara. Namun ajaibnya. manajer Seo mengerti apa yang hendak Jihan ucapkan.

"You're honey. You derserves everything in this world. A happiest life. You deserve it. My pretty girl, i know it's really bad and hard when your dad is passed away. Cause i felt that too, Jihan. Ayah saya meninggal saat saya lagi berada diproses menuiu mimpinya. Ayah menginginkan saya menjadi seorang Dokter. Maka saya ambil jurusan itu saat kuliah. Namun di pertengahan, Ayah saya meninggal. Dan saya terpuruk. Berhenti kuliah sampai pihak kampus men-Drop Out saya. Tapi setelah itu saya belajar, Jihan. Saya mau jadi orang sukses untuk ngebahagiain ayah saya. Walau ayah saya udah nggak ada. Saya cari pekerjaan dari yang terendah sampai akhirnya ada di titik ini. Saya juga cerita setelah beberapa tahun menutup diri. Jihana sayang, ayah kamu bakal sedih lihat kamu kayak gini. If you love your dad, then let's be happy."

Jihan mendongak. Menatap Manajer Seo dengan tatapan penuh harapan. Sebelum dirinya membuka suara, Manajer Seo kembali melanjutkan perkataannya.

"I know you were trying to suitide yesterday. At the top of apartement. Tapi kamu mundur lagi karna kamu tahu itu bukan pilihan yang tepat. And yes!

You chose the best decision, Jihan! I'm proud of you. Kamu tetap milih untuk hidup karna tahu bahwa mati bukan jalan keluar dari seluruh permasalahan."

"Jihan. You have me. Although saya bukan ibu kandung kamu, tapi saya siap berperan sebagai seorang ibu. Tell me everything, Jihan. Look at me.

You're pretty. The prettiest. You deserves all the good things in life. You have me. I love you so much, sweetheart."

Manajer Seo kembali memeluk Jihan dengan sangat erat. Dirinya terbawa dengan situasi Mellow malam ini. Keduanya ada memang bertujuan untuk menguatkan satu sama lain. Jihan tersenyum dibalik tangisnya.

Rasa syukur akan selalu Jihan panjatkan kepada

Tuhan karna telah mengirimkan Manajer Seo kedalam kehidupannya.

Mungkin jika Manajer Seo tidak hadir hari ini, Jihan akan tetap melanjutkan aksi gilanya diatas apartemen kemarin malam. Mungkin jika Manajer Seo tidak datang hari ini, Jihan akan termakan oleh amarah juga rasa lelah yang menggebu-gebu sampai membuat dirinya berpikiran gila untuk menik*m dirinya sendiri dengan pisau yang sudah ia asah.

Manajer Seo betul. Tujuannya sekarang hanya untuk sang Ayah.

Ayah akan bahagia jika disini ia bahagia dan melaksanakan semuanya dengan ikhlas.

Mati dan melukai diri bukan satu-satunya cara untuk lari dan selesai dari semua masalah yang ada.

Terkadang kita juga harus menurunkan rasa gengsi untuk cerita pada sesama. Seberusaha apapun kita, kita hanyalah manusia biasa yang umumnya pasti membutuhkan tempat untuk bercerita.

- Syabania Thifali Afriandi

TUGAS CERPEN BAHASA INDONESIA

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image