Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yudhi Hertanto

Sistem Kesehatan, antara Gagal Ginjal Anak dan Omnibus

Ngariung | Monday, 24 Oct 2022, 18:50 WIB
Sejumlah obat sirop yang tidak dijual akibat larangan dari Kementerian Kesehatan di RSIA Bunda Jakarta, Kamis (20/10/2022). Kementerian Kesehatan menginstruksikan seluruh apotek di Indonesia untuk sementara tidak menjual obat dalam bentuk sirop ke masyarakat imbas dari adanya temuan penyakit gangguan ginjal akut. Republika/Putra M. Akbar

Waspada! Perlu perhatian khusus, mencermati pergerakan kasus gagal ginjal akut pada anak.

Beberapa forum digelar, diantaranya mulai berbicara tentang pentingnya disematkan status Kejadian Luar Biasa (KLB), agar terdapat fokus pada ranah penanganan dan pencegahan.

Sebelumnya, kejadian gagal ginjal akut anak bermula di Gambia, terindikasi akibat produk farmasi dari India. Hal itu berpotensi serupa di berbagai negara, akibat jejaring rantai pasok global.

Di tingkat lokal, semua pihak sepakat tentang urgensi langkah yang harus dilakukan pada kasus gagal ginjal akut anak, meski level kondisi kejadiannya belum mengalami perubahan.

Respon Sistemik

Problem ini perlu segera dirumuskan secara tegas, agar terdapat upaya terintegrasi dalam mengatasi persoalan yang masih terkategori misterius.

Peningkatan kasus gagal ginjal anak tentu memprihatinkan. Anak-anak adalah generasi masa depan, modalitas pembangunan dalam terma investasi.

Perlu ada perlindungan yang bersifat segera dan sistematik, terkait nasib kesehatan anak bangsa. Selayaknya pandemi, upaya untuk memahami masalah kesehatan ini perlu disegerakan.

Kabut ketidaktahuan kerap kali membuat kita kerap terlena pada kondisi yang ada, kemudian berujung pada keterlambatan penanganan permasalahan.

Karena itu, langkah untuk melakukan koordinasi, termasuk sosialisasi dan edukasi, penghentian peredaran obat yang diduga tercemar, hingga upaya pembelian obat dari luar negeri untuk mengatasi gagal ginjal anak perlu diapresiasi.

Tetapi responsivitas menyoal kesiapan dalam bertindak, perlu dibentuk dalam format sistemik. Sehingga tindakan antisipasi dapat dilakukan, bukan sekedar langkah reaktif.

Pelajaran Pandemi

Disrupsi memang terjadi di sektor kesehatan. Pandemi mengubah segala bentuk persepsi tentang kesehatan. Terlebih pada kejadian penyakit yang belum mampu terjelaskan oleh pengetahuan.

Sifat pengetahuan yang terbatas -bounded rationality, situasi ini menyebabkan manusia memang harus terus menerus belajar. Sayangnya, waktu berkejaran.

Kita tidak bisa menunggu pengetahuan utuh, untuk bisa merespon dan beradaptasi dengan perubahan, namun bersikap sebaliknya karena terdapatnya sense of crisis.

Selama ini, masalah kesehatan menjadi isu yang terpinggirkan. Soal-soal kesehatan, umumnya baru disuarakan menjelang masa pemilihan di periode politik.

Pandemi menempatkan poros sentralnya kembali pada pokok persoalan kesehatan. Negara memiliki tanggung jawab dalam upayanya menjaga kesehatan publik.

Solusi Omnibus (?)

Kini kita sedang menghadapi euforia hukum ala Omnibus. Menempatkan satu payung hukum dan merangkum berbagai persilangan aturan hukum lainnya.

Begitu pula di sektor kesehatan yang menyebabkan banyak pihak terkait merasa langkah ini perlu mendapatkan pencermatan lebih jauh terkait urgensinya.

Keberatan kalangan kesehatan akan usulan Omnibus Kesehatan sekurangnya menyoal, (i) keterlibatan dan partisipasi publik, (ii) ketidakjelasan tujuan, hingga (iii) regulasi bidang kesehatan terbilang relatif baru, terlebih selama ini tidak banyak mengalami benturan di lapangan.

Hal terpenting dari laku kebutuhan sektor kesehatan domestik, adalah penguatan ketahanan sistem kesehatan nasional. Bukan hanya dalam konteks utak-atik aturan semata.

Implementasi dari pelaksanaan regulasi yang telah ada, jauh lebih penting. Komitmen yang konsisten untuk mengangkat agenda kesehatan secara langsung, terasa lebih mendesak.

Sorot utamanya pada, (i) kemandirian domestik di sektor kesehatan, (ii) pembenahan dimulai dari hulu di bidang pendidikan, hingga institusi pelayanan kesehatan, (iii) perbaikan atas ketimpangan akses layanan kesehatan, hingga (iv) penambahan kapasitas anggaran pada sektor-sektor kesehatan.

Simplifikasi regulasi dapat dipahami dalam upaya harmonisasi, tetapi ada celah free rider yang juga harus diwaspadai dalam kerangka kepentingan tarikan pasar global.

Bila Omnibus Ciptaker ditujukan untuk menstimulasi investasi, maka apa maksud dari Omnibus Kesehatan? Lalu siapa yang akan diuntungkan (?) -cui bono sebut filsuf Cicero.

Keberadaan sektor kesehatan merupakan hal strategis, sebagaimana pendidikan, berkontribusi pada pembentukan kekuatan bangsa.

Dengan kesadaran itu, perlu ada kesungguhan kekuasaan, untuk memastikan sekaligus menjamin terpenuhinya hak-hak kesehatan publik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image