Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agil Septiyan Habib

Aturan Belang Sepatu Hitam

Sekolah | Friday, 14 Oct 2022, 11:08 WIB

Satu kekhawatiran terbesar yang saya alami ketika pertama kali masuk menjadi siswa baru di sebuah sekolah menengah negeri beberapa tahun lalu adalah perihal kondisi sepatu sekolah yang kala itu ternyata bertentangan dengan peraturan yang diberlakukan pihak sekolah.

Sepatu sekolah adalah bagian dari atribut dalam proses belajar | Ilustrasi gambar : republika.co.id

Kebetulan, sebelum resmi diterima untuk menjadi salah satu siswa di sekolah tersebut orang tua saya membelikan sebuah sepatu baru yang memang bermotif hitam putih. Entah banyak hitamnya atau banyak putihnya saya lupa tepatnya.

Tapi yang jelas kondisi sepatu baru tersebut bisa dibilang tidak atau belum memenuhi syarat kriteria sepatu sekolah kala itu. Harus hitam seluruhnya.

Sepatu yang terlanjur dibeli rasanya tidak mungkin untuk dikembalikan lagi, ditukar, atau membeli sepatu yang baru. Sayang uangnya, sayang waktunya. Apalagi penjelasan perihal syarat warna sepatu diberikan setelah hari pertama masuk sekolah saat masa orientasi.

Akhirnya, setelah melalui beberapa pertimbangan maka diputuskan bahwa sepatu yang sudah ada harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat warna yang berlaku. Ketimbang harus menerima konsekuensi disiplin, atau harus mengorbankan uang membeli sepatu yang baru lagi, maka penyesuaian warna harus dilakukan secara “mandiri”.

Beli spidol warna hitam dan “coret” bagian sepatu yang berwarna putih sehingga menjadi hitam. Jreng, jreng, jreng Sepatu sudah memenuhi syarat. Dengan mengeluarkan uang lebih sedikit untuk membeli spidol permanen warna hitam, semua masalah tertuntaskan.

Agak aneh memang, tapi toh tidak ada orang lain yang menyadari selama sepatu itu dipakai bersekolah. Mungkin hanya perasaan saya saja yang sedikit mengganjal kok sampai segininya ya. Sudah beli sepatu dengan kondisi baik-baik tapi malah dibuat “cacat” gegara harus mentaati peraturan warna sepatu saja.

Urgensi Warna Sepatu

Masa itu sudah cukup lama berlalu. Tapi kadang saya berfikir adakah korelasi prestasi belajar dengan sebuah warna sepatu? Pelatihan kedisiplinan? Ketaatan pada peraturan? Atau ada yang lainnya?

Kalau alasannya adalah untuk mengasah kedisiplinan siswa nyatanya masih banyak siswa-siswi melanggar disiplin biarpun mereka sudah menggunakan sepatu berwarna hitam sesuai peraturan. Dalam memakai sepatu mungkin mereka sudah menjalankan kedisiplinan, tapi bagaimana dengan aspek lain?

Pekerjaan Rumah (PR) masih saja dikerjakan di sekolah. Larangan untuk membawa suatu barang jenis tertentu ke sekolah juga seperti tidak ada artinya. Kedisiplinan hanya berlaku pada sesuatu yang terlihat oleh mata. Sementara yang berada dibaliknya justru luput dari perhatian.

Rasa-rasanya, menanamkan sikap disiplin kurang efektif jika menerapkannya pada sepatu sekolah. Lagipula hal itu bisa memberi konsekuensi menjadikan seseorang melakukan segala cara agar bisa terhindar dari jerat hukuman.

Jikalau alasannya adalah demi menjaga kesetaraan sosial dan ekonomi peserta didik maka hal itu juga sepertinya kurang tepat. Toh, kenyataannya merk sepatu yang dibeli oleh para siswa berbeda-beda satu dengan yang lain. biarpun sama-sama memiliki warna dasar hitam.

Kalau ditelisik harga sepatu untuk masing-masing merk jelas berbeda. Bagi kalangan berada bisa saja membeli sepatu merk Nike atau New Era. Sedangkan yang biasa-biasanya saja memakai sepatu merek “Apa sajalah” yang penting hitam warnanya. Bukankah dalam hal ini kesenjangan masih akan terjadi?

Disamping itu, jika alasan serupa dijadikan dalih keharusan menggunakan sepatu warna hitam maka seharusnya hal serupa juga berlaku untuk penggunaan tas. Baik model ataupun merk tas siswa-siswi sekolah haruslah sama agar tidak memicu kesenjangan. Tapi kenyataannya tidak seperti itu, bukan?

Kecuali mungkin dari pihak sekolah mau menyediakan dua jenis peralatan sekolah tersebut secara langsung, dan pihak siswa tinggal membelinya dari sekolah. Namun, bukankah hal itu juga rentan menciptakan masalah yang lainnya?

Apa yang saya lakukan dengan mencoret bagian sepatu putih menggunakan spidol warna hitam mungkin tidak benar-benar amat, tapi juga tidak bisa disalahkan. Karena bagaimanapun juga konteksnya adalah menghadirkan sepatu berwarna hitam tanpa ada ketentuan lanjutan mekanismenya seperti apa.

Bahkan pernah juga saya jumpai seorang rekan yang menggunakan lakban warna hitam untuk menutupi bagian putih dari sepatunya. Dan pihak “berwenang” pun oke-oke saja.

Memang, sepatu menjadi kurang menarik untuk dilihat. Tapi peraturan berhasil diikuti, atau mungkin lebih tepatnya diakali.

Satu hal yang saya yakini kala itu adalah terdapat hal lain yang mesti diperjuangkan. Yakni apresiasi terhadap pemberian sepatu dari orang tua dan mengupayakannya agar tetap bermanfaat. Hal ini saya rasa lebih penting daripada sebuah warna sepatu.

Lagipula aturan sepatu hitam baru disampaikan ketika periode tahun ajaran sudah berjalan, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya bahwa aturan “belang” itu ternyata ada. Selama masa pendaftaran tidak ada informasi atas hal ini. Tidak juga ada kontrak belajar yang disodorkan kepada calon siswa pun orang tua bahwa mereka harus memenuhi persyaratan tersebut.

Lagi pula apa urgensinya peraturan sepatu hitam semacam ini bagi keberlangsungan pendidikan yang berkualitas? Apakah IQ peserta didik kita menjadi meningkat karenanya? Sedangkan di luaran sana ada sekumpulan “laskar pelangi” yang bahkan mampu berprestasi tinggi meski bersekolah tanpa alas sepatu.

Salam hangat,

Agil S Habib

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image