Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Subhan Riyadi

Menang Kalah itu Biasa, Dibutuhkan Kedewasaan Pendukung Fanatiknya

Olahraga | Wednesday, 05 Oct 2022, 19:41 WIB
Kanjuruhan Berduka

Menang kalah dalam suatu olahraga, baik itu pertandigan volly, basket, maupun sepakbola sudah biasa. Dibutuhkan kedewasaan pendukungnya menyikapi kekalahan maupun kemenangan tim yang dibangga-banggakannya.

Belakangan ini, peristiwa kelam menggoncang dunia sepakbola tanah air. Insiden berdarah ini dipicu kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya, dengan skor 2-3. Tak terima, timnya kalah, Aremania merangsek membanjiri lapangan Stadion Kanjuruhan Malang. Sabtu, 1 Oktober 2022.

Merangseknya penonton ke lapangan konon ingin memberi semangat atas kekalahan Singo Edan. Entah mengapa ujug-ujug terjadi kekerasan dan tembakan gas air mata yang membuat seisi stadion panik kocar-kacir.

Memang diakui, kekalahan pertama Arema FC selama 23 tahun di Stadion Kanjuruhan Malang ini memancing kekecewaan Aremania julukan pendukung fanatik Arema FC.

Sejarah sepakbola bakal mengenang peristiwa kelam itu tepat di peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2022.

Fanatisme supporter yang tak terima tim kesayangannya kalah dari sang rival Persebaya, melampiaskan amarahnya secara membabi buta hingga memburu pemain, official serta merusak fasilitas sekitar Stadion Kanjuruhan. Akibat anarkisme tersebut ratusan korban jiwa mati sia-sia.

Banyaknya korban jiwa ini bukan karena bentrokan antar pendukung Arema FC maupun Persebaya. Sebab, padahal pendukung Arema yang diperbolehkan mengisi stadion.

Pemicu tragedi diawali suporter yang masuk ke lapangan, kemudian ditanggapi dengan agresif oleh petugas keamanan. Pihak kepolisian menembakkan gas air mata ke tengah lapangan juga ke tribun dengan dalih mencegah suporter lebih banyak masuk ke lapangan.

Pertanyaannya, mengapa polisi bisa dan dibolehkan melepaskan tembakan gas air mata? Padahal, dalam aturan FIFA, jangankan menembakan gas air mata. Polisi dan pihak keamanan lainnya dilarang membawa barang tersebut ke dalam stadion.

Akibatnya terjadi kekacauan luar biasa bahkan menjalar keluar lapangan. Tak tahan dengan gas air mata, para penonton berhamburan keluar stadion. Dikarenakan pintu stadion belum dibuka oleh panitia pelaksana, menyebabkan penumpukan penonton, tak ayal sebagian besar terinjak injak saat berdesakan menuju pintu keluar.

Tidak ada pertandingan di mana pun polisi atau pihak pengamanan menggunakan gas air mata untuk mengendalikan masa di dalam stadion.

Terkait insiden tragedi mencekam itu, sebagai operator kompetisi BRI Liga 1 2022/2023, PT Liga Indonesia Baru (LIB) menghentikan kompetisi selama sepekan. Selain itu PSSI memberikan sanksi untuk Arema FC berupa larangan menjadi tuan rumah di lanjutan BRI Liga 1 2022 hingga berakhir.

Penghentian kompetisi olahraga apapun, tidak akan pernah menyelesaikan masalah, kecuali hanya untuk menghormati suasana saat berkabung secara nasional atas duka yang sangat mendalam tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi peristiwa tragis di lapangan Kujuruhan, Malang, Jawa Timur, sungguh mendatangkan kemalangan bagi bangsa Indonesia.

Sebagai penikmat sepakbola tanah air ikut berdukacita dan semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Lantas, apa yang bisa kita banggakan dari prestasi sepakbola indonesia yang akhirnya mencuatkan tragedi tak terbayangkan kengeriannya.

Tidak ada pertandingan sepakbola yang sebanding dengan sebuah nyawa. R.I.P

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image