Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fadhil Ali

Meskipun muslim bukan berarti memiliki ketenangan

Curhat | Wednesday, 05 Oct 2022, 11:06 WIB

Teman, Kita di pertemukan Karena tujuan dan cita-cita yang sama, kita saling mencintai karena kita mencintai sesuatu hal yang sama , kita sama-sama mencintai Allah dan rasulnya kita mencintai Quran kita sama-sama ingin mati syahid di jalan Allah, Ya Puncak keimanan seseorang itu diuji ketika berjihad dijalan Allah berperang dijalan-Nya seluruh harta, jiwa, keluarga, darah dan air mata harus dikorbankan.

Namun terkadang rasa cemas, gelisah, sedih dan marah mendatangi hati kita, kita sudah berusaha sebaik mungkin untuk bisa dekat dengan Rabb kita, tapi ketenangan jiwa itu hanya mampir sejenak lalu pergi lagi, padahal pada kenyatanya masalah yang kita hadapi pada hidup ini tidaklah seberat masalah yang orang lain rasakan tapi justru merekalah yang tetap tenang menjalani kehidupan. lalu apa yang salah

sering kita dengar orang orang yang terkenal di muka bumi banyak dari mereka yang bunuh diri lalu para artis mereka memakai narkoba, ganja melakukan perselingkuhan dll mereka memiliki ketenaran dan kekayaan tapi tidak dengan hati mereka, mereka tidak diberikan ketenangan hati. Apa yang salah dari mereka?

Setiap kita pasti berbuat salah, mungkin pernah kita merasakan nikmatnya beribadah, tapi dikemudian hari kita kembali bermaksiat kepada Allah, dan ingin sekali rasanya hati ini selalu tenang beribadah kepada Allah, ketika merasakan manisnya beribadah kita berkata dalam hati ya allah semoga terus begini ketaatanku kepadaMu, tapi demi hari kita justru menjauh sampai pada titik hati kita telah mati.

Rasulullah bersabda:

مَثَلُ الذِّي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالذِّي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

Artainya: “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati.”

Allah swt berfirman:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَٰنَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ

Allażīna āmanụ wa lam yalbisū īmānahum biẓulmin ulā`ika lahumul-amnu wa hum muhtadụn

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surat Al-An’am Ayat 82)

di ayat 81 sebelumnya Allah memberi tahu tentang apa yang dikatakan nabi ibrahim kepada ummatnya:

فَأَىُّ ٱلْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِٱلْأَمْنِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

fa ayyul-farīqaini aḥaqqu bil-amn, ing kuntum ta'lamụn

Artinya: “Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (ketenangan jiwa), jika kamu mengetahui?” (Surat Al-An’am Ayat 82)

Ayat ini memberitahuakn kepada kita tentang siapa yang berhak mendapatkan ketenangan dalam hidupnya, orang-orang yang menderita seperti depresi, kesedihan, kemarahan, kecemasan dan bagaimana mendapatkan ketenangan, bagaimana mendapat kondisi jiwa yang tenang?

Apakah ada hubungannya keimanan dengan ketenangan jiwa?

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَٰنَهُم بِظُلْمٍ

Orang-orang yang beriman dan tidak menapuradukkan iman mereka dengan kezaliman, dengan kata lain kezaliman tidak hanya menggagu orang lain saat melakukan perbubatan yang salah, kita mengganggu orang lain. Tapi di ayat ini seolah olah Allah menggambarkan saat kita berbuat salah pada orang lain itu pun menggaggu jiwa kita sendiri, kemudian Allah mengatakan jika kamu tidak berbuat buruk pada orang lain, tidak melakukan kesalahan paa orang lain..

أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ

Mereka itulah yang mendapatkan ketenangan dalam jiwanya,

Kita banyak mendengar mereka yang ikut dalam pertempuran perang, walaupun mereka tidak ikut serta dalam peperangan tersebut atau mereka yang menyaksikan kekejaman rekan timnya, setelah mereka pulang apa yang terjadi? Banyak dari mereka terkena gangguan mental, bukan hanya trauma fisik semata dan pada akhirnya mereka bunuh diri.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.

Ali 'Imran, Ayat 142

Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H menuliskan Ini merupakan pertanyaan penolakan, maksudnya, janganlah kalian berfikir dan terlintas di benak kalian bahwa kalian akan masuk syurga tanpa kesulitan dan mengahadapi segala cobaan di jalan Allah dan dalam mencari keridhoaan Allah. Karena syurga itu merupakan puncak keinginan dan suatu yang paling utama untuk di perebutkan oleh orang-orang yang bersaing. Semakin besar keinginan, maka semakin besar pula kerjaan dan sarana yang di butuhkan untuk mencapainya, maka tidaklah amal itu akan menyampaikan kepada ketenangan kecuali dengan meninggalkan sipat santai, dan tidaklah amal itu tidaklah amal itu mendapatkan kenikmatan kecuali dengan meninggalkan kenikmatan tersebut. Akan tetapi cobaan dunia yang diderita seorang hamba di jalan Allah ketika jiwa menepatinya maka terlatih dengannya serta mengetahui akibat dari itu semua, maka hal itu akan berbalik menjadi sebuah anugrah lagi orang-orang yang memiliki hati yang murni dan dalam, di mana mereka bahagia denganya dan mereka tidak peduli dengan cobaan itu, itu adalah karunia Allah yang di berikan kepada hambanya yang dia kehendakiNya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image