Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Indonesia Berduka, Tragedi Kanjuruhan Usai Pertandingan Persebaya vs Arema

Olahraga | Sunday, 02 Oct 2022, 08:49 WIB

Indonesia Kembali berduka, 127 korban setidaknya diidentifikasi meninggal dunia akibat kerusuhan penonton pasca pertandingan sepakbola liga 1 antara Persebaya dan Arema di Stadion Kanjuruhan Malang.

Ada dua isu setidaknya dalam kasus kerusuhan ini, yang pertama adalah isu rivalitas dua tim besar Jawa Timur. Mungkin ada semacam persaingan dialam bawah sadar, bahwa salah satu tim harus menjadi tim terbaik dan terbesar yang mewakili Jawa Timur. Padahal dilihat dari sejarah, pendirian tim, keduanya terpaut puluhan tahun. Seperti dilansir dari www.bola.com, Persebaya lahir pada tahun 1927, sementara Arema lahir tahun 1987. Namun pada perkembangannya, sejumlah warga Jawa Timur, seakan “terbelah” karena ada yang mulai mendukung Arema FC, sebagai tim yang secara geografis berada di Jawa Timur.

1. Faktor penyebab kemarahan

Terdapat sejumlah faktor penyebab kemarahan, yang dapat dibagi dua secara umum:

A. Ketika menyangkut harga diri, maupun identitas sosial. Yaitu ketika tim kesayangan dilecehkan misalnya, oleh supporter tim rivalnya. Hal ini dapat terjadi khususnya karena mereka menganggap tim adalah identitas sosial ataupun konsep diri mereka. Sehingga apa yang terjadi ataupun menimpa tim, seakan menyentuh harga diri (self esteem) mereka, ataupun menyentuh sisi batin terdalam mereka.

B. Berkaitan dengan Manajemen/Tata Kelola Pertandingan, yaitu misalnya dilakukan ‘kecurangan’ oleh pengadil pertandingan, pengaturan jadwal yang dirasakan tidak menguntungkan tim, aturan/kebijakan otoritas olahraga yang dianggap merugikan tim dan lain-lain

Sehingga secara umum, kemarahan dapat mudah tersulut, karena jiwa dan pikiran suporter selalu terhubungan dengan tim dan seluruh dinamikanya. Seperti bagian tubuh yang lengkap, jiwa ujung jari terasa sakit, maka dirasakan oleh seluruh anggota badan yang lainnya

Potensi Perdamaian?

Jawabanya sangat memungkinkan. Manusia secara umum adalah mahluk sosial. Pandangan sosiologis menyatakan bahwa manusia sebagai mahluk sosial, baik sebagai individu maupun kelompok, (apa yang dilakukannya) memiliki pengaruh terhadap individu, kelompok dan anggota masyarakat lainnya. Baik itu pengaruh positf, maupun negatif. Satu perilaku dari satu individua tau kelompok masyarakat tertentu, dapat menjadi sumber pengaruh bagi pikiran, sikap dan perilaku inidividu ataupun kelompok lainnya.

Maka ketika para “ketua ataupun tokoh” dari kedua komunitas superter memiliki niat baik untuk menjalin perdamaian, sinergi ataupun berkolaborasi, tentunya perdamaian dari rivalitas dapat dibangun. Seperti rivalitas antara Suporter Persib Bandung dan Jakmania (the Jak) dari Persija, yang telah berhasil dibangun melalui keinginan kuat kedua komunitas untuk mengakhiri rivalitas, seperti dilansir dari Menularkan Perdamaian Bobotoh dan Jakmania - Bola Liputan6.com. Kondisi ini juga didukung bukan hanya oleh ketua komunitas pendukung, namun juga komitmen aktif dari pimpinan daerah keduanya. Maka secara sosiologis, legitimasi perdamaian terbangun kuat secara legal formal dan akar tradisi non formal. Akar dari konflik dapat mulai menghilang, mengingat budaya klien-patron masih cukup kuat, yaitu ‘anggota’ akan cenderung mengikuti arahan dan petunjuk dari pemimpinnya.

Penghindaran Bentrok Pendukung

Isu rivalitas ini Kembali ‘memanas’ ketika supporter sepakbola Kembali diizinkan untuk menonton di Stadion pasca pandemi. Hal ini, (yaitu diijinkannya pertandingan sepakbola dinikmati penonton secara langsung di stadion) tentu positif untuk menunjang perekonomian negara, khususnya akan menguntungkan ratusan bahkan ribuan pelaku bisnis yang berhubungan dengan pelaksanaan pertandingan sepakbola yang melibatkan jumlah penonton yang massif. Milyaran transaksi ekonomi dapat tercipta pada satu hari pertandingan besar, mulai dari tiket, konsumsi, parkir, penjualan jersey, merchandise, makanan dll.

Namun demikian, perlu diwaspadai bahwa kehadiran penonton secara langusng berpontesi menghasilkan Perilaku Crowd. Crowd behavior is a phenomenon in which people gathered in a crowd may exhibit certain behaviors that would not normally occur individually (dilansir dari study.com), atau ini adalah fenomena dimana sejumlah orang yang berkumpul dalam sebuah kerumunan khusus (crowd) akan berpotensi menghasilkan sejumlah perilaku yang tidak akan terjadi pada situasi normal.

Ini adalah perilaku individu yang memacu perilaku kolektif. Ini adalah keberanian semu yang memicu keberanian kolektif lainnya. Individu merasa sangat berani dan kuat (powerfull) melakukan apapun. Ia merasa benar dan tanpa ragu melakukan tindakannya. Seorang individu dalam “crowd” akan cenderung merasa 'berkali-kali lipat lebih berani’ dalam melakukan sesuatu yang ada dipikirannya, ia akan tidak ragu-ragu dalam melakukan niatannya. Hal dapat terjadi karena ia merasa “akan” didukung oleh kelompoknya dalam segala Tindakan yang dilakukannya.

Maka, potensi ini perlu sangat diwaspadai. Potensi “crowd behavior’ perlu diredam sedini mungkin dengan tata Kelola ataupun manajemen pertandingan yang baik. Calon penonton perlu “diseleksi’ melalui mekanisme pembelian tiket yang ketat, pencatatan identitas, penempatan kursi pada zona tertentu di lokasi, sampai penggeledahan barang yang dibawa masuk ke stadion. Selain itu, mekanisme keamanan tidak bisa tidak harus dilakukan beberapa lapis, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti percaloan, penonton masuk tanpa tiket dan identitas, penonton masuk dengan membawa barang berbahaya dll. Sehingga sedikit banyak ‘keberanian semu’ dari ‘crowd behavior’ dapat mulai ditekan.

Selanjutnya jelas adalah pada “fairplay” dilapangan yang dibangun oleh pengadil lapangan. Pertandingan yang berjalan sportif, akan dapat diterima baik oleh pendukung tim yang menang ataupun yang kalah.

Sanksi Berat

Sanksi berat sudah seharusnya diberlakukan oleh otoritas, untuk menekan terjadinya kejadian ataupun bencana serupa. Jelas sistem reward and punishment wajib diterapkan tanpa pandang bulu. Sebuah pertadingan yang menyebabkan ‘bencana sosial besar’ dengan jumlah korban 127 orang adalah kejadian luar biasa, yang harus berujung pada sanksi tegas. Ribuan pertandingan telah dilakukan sebelumnya dengan melibatkan jumlah supporter yang besar. Seharusnya “prosedur tetap” atau Protap pertandingan sudah dapat dirumuskan dan tidak boleh dilanggar. Evaluasi dan pemantauan sebelum pelaksanaan pertandingan wajib dilakukan untuk mendeteksi potensi bencana sosial sekecil apapun. Melaksanakan pertandingan dengan penonton boleh, namun wajib dengan prosedur yang sengat ketat dan bahkan kaku sekalipun. Penonton wajib terus diedukasi untuk menerima ‘kemenangan dan kekalahan’. Fairplay ditegakkan oleh pengadil pertandingan yang didukung oleh sertifikasi profesinay dan juga kecanggihan teknologi pendukung. Semoga ini bencana terakhir pada kompetisi olahraga Indonesia, khususnya sepakbola yang mulai bangkit Kembali ke pentas dunia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image