Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naely Lutfiyati Margia

Geliat Industri Film, Jangan Sampai Melalaikan Remaja

Agama | 2022-10-01 22:48:26
pexels.com

Geliat industri perfilman Indonesia telah bangkit kembali pasca pandemi covid-19. Terlihat dari rentetan film yang tayang juga antusiasme masyarakat dalam menyambut setiap penayangan film. Nampaknya seperti angin segar, baik bagi pelaku sineas maupun pecinta film.

Terbukti dengan kesuksesan berbagai film tanah air yang sukses meraih 1 juta penonton dalam waktu singkat sejak mulai dirilis awal tahun 2022 ini. Mulai dari film KKN, Pengabdi Setan, Ngeri Ngeri Sedap, Ivanna, Sayap Sayap Patah, Mencuri Raden Saleh hingga Miracle Ini Cell no. 7. Bahkan ada salah satu film diantaranya telah terpilih mewakili Indonesia dalam ajang penghargaan film bergengsi Oscar 2023.

Industri Hiburan

Sebagai seorang manusia yang disibukkan dengan ruitinitas sehari-hari, terkadang mengalami kejenuhan. Aktivitas yang monoton dan cenderung berulang, jadi wajar bila merasa lelah dan butuh rehat. Salah satunya dengan menonton film, hiburan yang murah dan praktis. Belum lagi euforia masyarakat dalam menonton film begitu tinggi, jadi keinginan menonton semakin meningkat.

Pemahaman materialisme, yang menuntut manusia untuk meraih materi sebanyak-banyaknya, terkadang memberikan rasa lelah. Selalu ada keinginan untuk menepi sesaat dari berbagai tekanan dan tuntutan kehidupan. Gaya hidup hedonisme turut mendukung manusia dalam berperilaku. Orang-orang akan mencari kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Termasuk aktivitas menonton. Maka industri hiburan menjadi pilihan ‘pelarian’ dari berbagai tuntutan dan tekanan hidup. Tak heran industri hiburan tak pernah sepi peminat. Maka bagi para pemilik modal, mereka adalah target pasar yang sempurna.

Namun hiburan tak bisa dipandang hanya sebatas hiburan. Hiburan menjadi sebuah industri yang bahkan bisa ‘menjajah’ bangsa lain melalui apa yang dimuat dalam hiburan tersebut. Mulai dari makanan, pakaian, gaya hidup, hingga pemikiran-pemikiran yang mempengaruhi setiap orang yang menontonnya.

Inilah yang bisa jadi tidak disadari oleh penonton film. Ketika alam bawah sadarnya terpengaruh oleh apa yang ditontonnya. Sehingga ketika film telah selesai ditonton pun, pengaruhnya tetap terasa ketika menjalani kehidupan sehari-hari. Adegan-adegannya, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, atau sekedar euforia sedih bahagianya masih terasa hingga mempengaruhi bagaimana penonton film berperilaku di dunia nyata.

Bagi dunia barat, film bisa menjadi media dalam menyebarkan pemikiran atau paham-paham yang ingin disebarkan di seluruh dunia. Seperti pergaulan bebas, feminisme, hingga L68T. Pemikiran dan pemahaman ini, kini tidak hanya ditemukan pada film asing, namun juga film-film lokal. Bila umat muslim menonton film tanpa filter alam bawah sadarnya, maka bukan tidak mungkin film-film yang ditontonnya akan mengubah pemikiran dan pemahamannya. Umat Islam yang awalnya condong terhadap Islam menjadi menjauh dari Islam.

Menonton film dalam pandangan Islam

Hukum asal menonton adalah mubah, alias boleh. Namun ada beberapa hal yang memang perlu diperhatikan sebagai seorang muslim:

Pertama, isi dari film yang ditonton. Apakah berisi tentang kebaikan atau malah keburukan? Apakah berisi tentang ketaatan kepada Allah atau malah kemaksiatan?

Kedua, dijalankan sesuai pergaulan dalam Islam. Dalam Islam pergaulan antara perempuan dan laki-laki sangatlah diatur, termasuk salah satunya tidak boleh ikhtilat (campur baur perempuan dan laki-laki yang bukan mahram). Maka dalam menonton film, harus bisa memastikan tidak ada syariat yang dilanggar, tidak ikhtilat, menutup aurat secara sempurna, dsb.

Ketiga, manfaat atau ilmu yang didapat. Ini berarti tentang apa yang mendasari dari kita menonton film. Apakah mencari ilmu? Apakah ada kebaikan yang bisa didapat? Apakah sedang dalam menjalankan riset tertentu? Atau hanya murni ingin sekedar hiburan saja?

Keempat, jangan sampai melalaikan waktu dan kewajiban. Inilah yang menjadi titik kritis. Menonton film memang hiburan, namun bisa melalaikan manusia. Terlalu sering menonton perhatian akan terlarut pada tontonan.

Belum lagi bila tontonannya jauh dari nilai-nilai Islam, lambat laun dan disadari atau tidak nantinya bisa memengaruhi cara berpikir, perilaku sampai kepribadian seorang muslim, yang tadinya Islam menjadi selain Islam. Sehingga aktivitas seperti inilah seringnya menggeser aktivitas wajib seorang muslim. Kewajiban mengkaji Islam, dakwah, peningkatan ibadah ruhiyah yang harusnya jadi aktivitas utama, malah dikesampingkan.

Meski hukum menonton film adalah mubah, namun bagi seorang muslim yang memiliki prioritas, tentu harus didahulukan kewajiban-kewajiban serta amalan-amalan sunnah. Akan terasa berat bagi sebagian remaja yang tumbuh dalam sistem kapitalis yang penuh dengan hiburan. Maka bisa sedikit demi sedikit dikurangi intensitas menontonnya. Para remaja bisa lebih selektif dalam memilih film yang akan ditonton, apakah ada manfaat yang didapatkan setelah menonton film. Tetap terjaga selama menonton. Sadar mana adegan yang memuat pemikiran dan faham yang tidak sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Islam sehingga tidak perlu dijadikan contoh atau rujukan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai aktivitas menonton menjadi sebuah FOMO (fear of missing out) karena kebanyakan teman sedang membahasnya. Milikilah perasaan cemas ketika yang lain sedang melakukan amalan baik sementara diri masih bersantai-santai.

Alangkah lebih baiknya bila ingin rehat sejenak dari aktivitas sehari-hari ialah dengan mendekat pada Allah. Meluruskan kembali niat dan hakikat kehidupan. Jangan buang waktu dengan hal yang sia-sia, yang hanya akan mengantarkan pada kelalaian. Maka tidak hanya kebahagiaan sesaat yang didapatkan. Tapi juga kebahagiaan yang hakiki, karena menyandarkan kebahagiaan hanya pada Allah semata.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image