Tantangan Bukti Cinta Sesungguhnya
Guru Menulis | 2021-12-03 12:47:09Bicara cinta dan kasih sayang rasanya menjadi topik yang tak ada bosannya. Baik cinta terhadap lawan jenis, orang tua , saudara, teman bahkan anak. konsep cita atau kasih sayang kadang membuat kita lupa, dalam kebanyakan yang orang pahami cinta artinya memberikan seluruh apa yang diinginkan dari orang yang kita cintai. rasanya ada rasa bersalah jika apa yang mereka inginkan tak dapt terwujud.
Wajar memang kita memliki rasa cinta atau kasih sayang, namum apakah tindakan kita dalam mengekspresikan rasa itu sudah benar? Apakan selama ini kita terjebak dengan kata sayang yang selalu kita artikan dengan mewujudkan segala keinginan dari orang yang kita sayangi. Rasanya perlu dikaji ulang jika kata sayang diartikan dengan memberikan segalanya.
Sebagai orang tua pastilah menyayangi buah hatinya dengan sepetuh hati. Ibarat pepatah kaki jadi kepala kepala jadi kaki asal sang buah hati bisa tersenyum dengan riang gembira. Namun permasalahan akan muncul ketika konsep rasa sayang ini kita terapkan seratus persen kepada buah hati kita. Salah satu permaslahan yang ada adalah putra-putri kita jadi memiliki rasa ketergantungan. Hilangnya daya juang dalam diri mereka. Hal ini terjadi karena mereka terbiasa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan sangat mudah.
Belakangan ini banyak sekolah atau lembaga pendidikan yang mempromosikan life skill sebagai salah satu program kegiatan di sekolah. Miris rasanya melihat fenomena ini, yang seharusnya kemampuan life skill ini sudah diajarkan di rumah masing-masing. Apa mungkin anak-anak ini sudah tidak lagi mendapatkan pendidikan life skill dari orag tua mereka sehingga harus pula diajarkan di sekolah?
Jika rasa cinta yang menjadi dalih sehingga orang tua tak tega meminta anaknya untuk sekedar mencuci piring, menyapu, mengepel dan lain sebagainya. Sehingga hal-hal ini harus diajarkan di sekolah sungguh amat disayangkan. Dengan kata lain ini adalah rasa cinta yang keliru dari orang tua. Jika memang kita mencintai mereka sebaiknya kita siapkan anak-anak kita agar bisa berjuang di luar sana.
Menyiapkan anak-anak agar bisa memiliki jiwa pemimpin, tangguh, punya rasa tanggung jawab dan kemandirian merupakan hal dasar yang harus disiapkan sejak dini. Cara paling mudah untuk mebangkitkan nilai-nilai positif adalah dengan memberi sedikit tantangan untuk anak-anak kita, bukankah ada pepatah mengatakan pelaut yang handal tidak lahir dari laut yang tenang. Dengan kata lain tantangan yang kita berikan akan membuat anak-anak kita semakin kuat.
Anak-anak yang terbiasa menerima tantangan akan memiliki mental yang kuat, dengan memliki mental yang kuat anak-anak akan lebih berani menghadapi berbagai tantangan di luar sana, sebab kesiapan mental dapat membantunya pantang menyerah dalam menghadapi masalah, mengendalikan emosi dan memiliki rasa tanggung jawab. Sebaliknya anak-anak yang terbiasa hidup dengan segala kenyamanan, tanpa pernah merasa harus ada yang diperjuangkan jika. Ketika menghadapi dihadapkan suatu masalah tak jarang mereka kan kebinggungan apa yang harus dilakukann untuk mengatasi masalah tersebut.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar anak memiliki mental yang kuat. Salah satunya adalah berhenti mangasihaninya. Tak jarang orang tua luluh ketika mendengar tangisan sang buah hati. Tanpa pikir panjang langsung mengabulkan apa yang diinginkan. Seandainya kita mau sedikit “tega” dengan membiarkan saja sang anak memuaskan emosinya, membiarkan ia puaskan tangisnya hingga ia sadar bahawa dalam kehidupan tidak semua hal berjalan sesuai keinginannya.
Kembali ke tema awal, menanamkan life skill yang dirasa amat penting dalam perkembangan buah hati kita. Jangan karna tertutup kata “sayang” kita lupa mengajarkan hal-hak dasar kepada buah hati kita. Padahal hal ini sangat penting untuk masa depan mereka. Banyak orang tua memanjakan buah hatinya dalam segala hal. Akibatnya anak menjadi manja, malas dan suka menyuruh.
Dengan memberikan tantangan kecil berupa membantu pekerjaan rumah, anak akan terbiasa melakukan berbagai hal sendiri. Saat besar nanti, ia tak akan canggung atau binggung untuk mengurus dirinya sendiri. Terlebih jika harus jauh dari orang tua. Tak akan kebingunggan lagi ketika tak ada yang bisa diperintah untuk membatu pekerjaannya. Karena mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang seperti itu.
Kembali kepada diri kita selaku orang tua. Cinta mana yang akan kita berikan kepada orang-orang yang kita sayangi. Apakah kita meberikan ikan yang siap makan dengan tenang, atau kita mau memberi kail pancing untuk mereka mencari ikan sendiri. Tidak selalu rasa sayang diartikan dengan terpenuhinya semua keinginan. Tantangan yang dinilai menyusahkan malah bisa jadi itu adalah tanda sayang yang sebenarnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.