Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yeni Mulati Afifah Afra

Mengenang Karakter Mulia dan Kepahlawanan SIS Al-Jufri

Sejarah | Thursday, 02 Dec 2021, 16:58 WIB
SIS Al Jufri dan istri, foto diambil dari website Al Khairaat Official

Oleh Yeni Mulati (Mahasiswa Magister Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

SIS Al-Jufri adalah salah satu tokoh terkenal di kawasan Indonesia Timur, tepatnya Sulawesi Tengah. SIS Al-Jufrie merupakan kependekan dari Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufrie. Beliau juga sering dikenal sebagai Habib Idrus bin Salim Al-Jufrie. Berdasarkan info dari website alkhairaat.sch.id (diakses 12/11/2021), Habib Idrus Al-Jufrie, atau Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufrie, lahir di Tarim, Hadramaut, Yaman pada tanggal 15 Maret 1892. Silsilah beliau terhubung hingga Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyidina Husain bin Fatimah Az-Zahra. Beliau merupakan putra dan keturunan dari ulama terpandang di negara asalnya.

Rianto et all (2019) menyebutkan bahwa ibu beliau, Syarifah Nur Al-Jufri memiliki asal keturunan Bugis, dan masih memiliki hubungan keluarga dengan Raja Wajo Sengkang, Arung Matoa. Dari pernikahan Sayyid Salim Al-Jufri dengan Syarifah Nur Al Jufri, lahir 6 anak, di antaranya adalah SIS Al-Jufri.

SIS Al-Jufri banyak belajar dari ulama-ulama baik di Hadramaut maupun di Mekah. Guru Tua menempuh pendidikan dari ayahnya sendiri yaitu Sayyid Salim Bin Alawi Aljufri, juga berguru pada ulama-ulama lain sejumlah sekitar 10 guru dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya Ilmu Hadist, Ilmu Fiqih, dan Ilmu Tafsir (Rianto, et all, 2019).

Saking cemerlangnya dalam masalah keilmuan, pada usia 25 tahun, SIS Al-Jufri diangkat menjadi Mufti dan Qadhi di kota Taris, Hadramaut. Namun, karena pertentangannya dengan penjajah Inggris yang menguasai Yaman saat itu, SIS Al-Jufri memutuskan meninggalkan Yaman. Tahun 1922, beliau pergi ke Indonesia, yang saat itu masih bernama Hindia Belanda. Sebelumnya, ibunda beliau, Syarifah Nur AI-Jufrie, lebih dahulu berhijrah ke Indonesia bersama dua saudara kandung SIS Al-Jufri, yaitu Habib Alwi dan Habib Syekh.

Di Hindia Belanda, beliau menetap berpindah-pindah, dari Manado ke Pekalongan, lalu pindah ke Solo, Jombang, beberapa tempat di Indonesia Timur, akhirnya menetap di Palu. Guru Tua SIS Al-Jufri mendirikan Madrasah Al-Khairaat pada tahun 1930 yang berkedudukan di Palu, Sulawesi Tengah. Masyarakat muslim Indonesia Timur khususnya Sulawesi Tengah mengenal perjuangan gigih dan semangat untuk menyebarkan Islam kepelosok-pelosok daerah terpencil. Tak hanya pelosok yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dan kendaraan, SIS Al Jufri juga sering menembus daerah terpencil dengan menggunakan sampan. (Nuriyanah, 2020).

Saat ini, Al-Khairaat merupakan salah satu organisasi keislaman terbesar di kawasan Indonesia Timur. Organisasi ini telah memiliki sekolah-sekolah mulai dari TK, SD, MI, MTs, SMP, SMA, SMK hingga perguruan tinggi.

Sayyid Idrus Bin Salim (SIS) Al-Jufrie merupakan sosok ulama dan pendakwah yang sangat totalitas dan istiqomah. Sejak kecil hingga akhir hayat, beliau selalu menjadikan syiar dan dakwah Islam sebagai kegiatan sehari-harinya. Beliau bepergian hingga ke pelosok-pelosok Indonesia Timur untuk berdakwah dan mengajari umat dari kegelapan menuju cahaya.

Karakter SIS Al-Jufri

Peran Guru Tua untuk bangsa dan negara Indonesia tak bisa diragukan lagi. Beliau berjuang mendidik masyarakat Indonesia Timur, untuk terlepas dari keterbelakangan, terhindar dari kebodohan. Penjajahan Belanda selama berabad-abad, telah menjadikan bangsa kita begitu terpuruk. Apalagi di kawasan Indonesia Timur, yang tentu sangat berbeda dengan kondisi di Pulau Jawa. Meski basik beliau adalah seorang ulama, Habib Idrus merupakan sosok yang sangat nasionalis dan patriotik. Meski Indonesia bukan tanah kelahirannya, beliau sangat mencintai Indonesia dan sangat merindukan kemerdekaan Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa jenis karakter yang melekat pada SIS Al Jufri dan dikembangkan menjadi pendidikan karakter untuk murid-muridnya.

1. Kecintaan Terhadap Tanah Air

Meskipun tidak lahir di Indonesia, SIS Al-Jufri sangat mencintai Indonesia yang telah menjadi tanah airnya saat telah meninggalkan Yaman. SIS Al-Jufri membuktikan kecintaan kepada tanah air dengan mendidik masyarakat, khususnya di Indonesia Timur yang masih terbelakang akibat penjajahan Belanda waktu itu.

Saat menjadi Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin (sekarang wakil presiden RI—pen.), sangat mendorong agar Guru Tua ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Menurut KH Ma'ruf Amin, jasa Guru Tua bagi kemajuan pendidikan di Sulawesi Tengah sangat besar. Selain MUI, GP Ansor Sulawesi Tengah dan sejumlah ormas Islam juga ikut mendeklarasikan dukungan bagi penetapan Guru Tua sebagai pahlawan nasional (Dwinanda, 2019).

Menurut Yayasan Al-Khairaat Pusat (2018), status kewarganegaraan Habib Idrus bin Salim Aljufri atau SIS Al-Jufrilah yang membuat beliau tidak dapat diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Namun demikian, berdasarkan Keppres 53/TK/2010, SIS Al-Jufri diberikan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana, sebuah tanda kehormatan yang dapat dianugerahkan kepada WNI dan WNA yang memenuhi persyaratan.

Selain pendidikan, wujud kecintaan kepada Indonesia adalah keterlibatan baik secara langkah nyata, dukungan dan doa yang terus dilancarkan untuk kemerdekaan RI. Dilansir dari situs alkhairaat.sch.id (12/7/2018), salah satu pengusul warna bendera RI, yakni merah putih, adalah SIS Al Jufri. Beliau pernah bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW dan dalam mimpinya, Rasulullah mengatakan bahwa jika Indonesia merdeka, benderanya adalah merah putih. Guru Tua kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Syekh Hasyim Asy'ari, pendiri NU yang juga merupakan sahabatnya. Pada Muktamar NU tahun 1937, Syekh Hasyim pun menyampaikan amanah tersebut. Maka, kita sekarang bisa melihat, bahwa bendera kita, yang berkibar-kibar senantiasa, berwarna merah putih.

2. Semangat Belajar dan Kecintaan Kepada Ilmu Pengetahuan

SIS Al-Jufri adalah putra seorang ulama terpandang di Yaman, yakni Sayyid Salim Bin Alawi Aljufri. Sang ayah, Sayid Salim bin Alwi Aljufri seorang ulama besar pada masanya yang berpengaruh dan dihormati oleh semua orang karena memiliki karisma yang tinggi (Sulaiman, 1988). Pada awal kehidupannya, SIS Al-Jufri tumbuh dan berkembang di bawah perawatan langsung dari ayahnya di Hadramaut (Yanggo, 2013). Jadi, selain mendapatkan ilmu, SIS Al-Jufri juga melakukan modeling, atau mengamati langsung sikap dan tingkah laku ayahnya, yang ternyata sangat efektif untuk membentuk karakternya. Ini sangat cocok dengan teori Bandura tentang modeling yang merupakan salah satu unsur penting dalam social learning (King, 2010).

Selain belajar kepada ayahnya sendiri, SIS Al-Jufri juga berguru pada sejumlah ulama, yaitu: Al-Habib Muhsin bin Alwi Assegaf, Al-Habib Abdurrahman bin Alwi bin Umar Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ibrahim bilfaqih, Al-Habib Abdullah bin Husein bin Sholeh Al-Bahar, Al-Habib ldrus bin Umar Al-Habsyi, dan Al-Habib Abdullah bin Umar As-Syathiri di Rubath Tarim. Tahun 1916, ayahnya wafat, dan SIS Al Jufri menggantikan ayahnya memimpin lembaga pendidikan yang didirikan sang ayah. (Yayasan Al-Khairaat Pusat, 2018).

Melihat kecintaan dan kefakihannya dalam agama, pada usia 25 tahun, SIS Al-Jufri diangkat oleh Sultan Mansur, penguasa Yaman, menjadi Mufti dan Qadhi di kota Taris, Hadramaut. Namun, karena menentang penjajahan Inggris di Yaman, Pada tahun 1922, SIS Al-Jufri hijrah ke Indonesia dan melanjutkan tradisi keilmuannya di negeri ini.

3. Kepemimpinan dan Manajerial

Guru Tua juga memiliki karakter kepemimpinan yang kuat. Buktinya, beliau memilih mendirikan sebuah organisasi yang dikelola dengan baik, sehingga cita-cita beliau bisa diwujudkan dalam sebuah kerja tim yang berkelanjutan. Menurut data dari website alkhairaat.sch.id (diakses 13/11/2021), hingga akhir tahun 2004, Alkhairaat telah memiliki 1.561 Madrasah/Sekolah dan 34 Pondok Pesantren yang tersebar di Kawasan Timur Indonesia. Alkhairaat juga mendirikan Universitas Alkhairaat (UNISA) dengan 5 fakultas definitif dan 2 fakultas persiapan. Kelima fakultas tersebut yaitu Fakultas Agama, Pertanian, Perikanan, Ekonomi dan Sastra ditambah Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan serta kedokteran. Sampai tahun 2004, UNISA tercatat telah mewisuda 1.841 sarjana Strata 1 dan D2. Sayangnya, data terbaru dari jumlah lembaga di bawah Yayasan Alkhairaat Pusat belum diupdate di website tersebut.

Penelitian Pontoh et, all (2019) menunjukkan bahwa Guru Tua, selain memiliki ilmu agama mendalam, adalah orang yang memiliki pemahaman luas dalam kepemimpinan dan manajemen, termasuk manajemen pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuannya mengembangkan lembaga pendidikan untuk melaksanakan fungsi manajerial manajemen pendidikan dalam perencanaan, pengorganisasian, implementasi dan evaluasi serta pemantauan.

4. Efikasi Diri dan Persistensi

Bandura (1997) menjelaskan bahwa self efikasi (self-efficacy) adalah keyakinan atau persepsi seseorang terhadap dirinya, bahwa dia memiliki kemampuan untuk berhasil dalam situasi tertentu. Sebuah sikap mental di mana dia merasa bisa menyelesaikan sebuah tugas-tugas, proyek, pekerjaan atau tantangan tertentu. Seseorang yang memiliki self efikasi diri yang tinggi, biasanya memiliki kinerja yang andal di bidangnya masing-masing, dan memiliki riwayat hidup yang sukses.

Adapun persistensi adalah salah satu kekuatan karakter yang juga penting dimiliki seorang pejuang. Seligman and Peterson, yang mendefinisikan persistensi sebagai kelanjutan dari tindakan sukarela yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan meskipun ada hambatan, kesulitan atau keputusasaan (Peterson & Seligman, 2004). Banyak penelitian menunjukkan bahwa self efikasi berhubungan signifikan dan positif dengan persistensi (Cardon & Kirk, 2015, Agnes, 2016 dan Wright, et all, 2012). Artinya, semakin tinggi self efikasi seseorang, maka akan semakin tinggi pula persistensi atau kegigihannya.

Dari biografi SIS Al-Jufri di atas, tampak sekali bahwa beliau memiliki self efikasi yang kuat. Beliau memutuskan meninggalkan Yaman karena tidak setuju dengan sikap penjajah Inggris, dan menuju ke Indonesia (saat itu Hindia Belanda), menempuh perjalanan yang panjang dan berat saat itu (tahun 1922). Sampai di Indonesia, beliau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, termasuk ke pelosok-pelosok, bahkan yang tak terjangkau kendaaraan.

Lalu Guru Tua mendirikan Alkhairaat, dengan keyakinan kuat bahwa berhasil menghadapi tantangan berat untuk berdakwah di Indonesia Timur yang saat itu tentunya masih sangat terbelakang, mengingat saat ini pun Indonesia Timur dianggap masih belum mendapatkan pembangunan sepesat Pulau Jawa dan Sumatera.

5. Kecintaan Terhadap Seni Budaya

SIS Al-Jufri juga dikenal sebagai seorang penyair. Dalam acara Syair-Syair Kemerdekaan yang disiarkan di PKS TV[1], cucu SIS Al-Jufri, Dr. Salim Segaf Al-Jufrie, yang merupakan Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Menteri Sosial RI ke-26, dan Duta Besar RI untuk Kerajaan Saudia Arabia dan Oman periode 2005-2009 membacakan sebuah syair yang ditulis oleh SIS Al-Jufri. Begini petikan syairnya.

Sungguh hari kebangkitannya ialah hari kebanggaan

Orang-orang tua dan anak-anak memuliakannya

Bendera kemuliaan berkibar di angkasa

Hijau daratan dan gunung-gunungnya

Tiap tahun hari itu menjadi peringatan

Muncul rasa syukur dan pujian-pujian padanya

Wahai Sukarno! Tlah kau jadikan hidup kami bahagia

Dengan obat dirimu hilang sudah penyakit kami

Wahai Presiden yg penuh berkah bagi kami

Engkau hari ini laksana kimia bagi masyarakat

Dengan perantara pena dan politikmu kau unggul

Telah datang berita engkau menang dengannya

Jangan hiraukan jiwa dan anak-anak

Demi tanah air alangkah indahnya tebusan itu

Pasti kau jumpai dari rakyat kepercayaan

Dan kepatuhan pada apa yang diucapkan para pemimpin

Makmurkan untuk Negara pembangunan materiil dan spirituil

Buktikan pada masyarakat bahwa kau mampu

Semoga Allah membantu kekuasaanmu dan mencegahmu

Dari kejahatan yang direncanakan musuh-musuh.

Menurut Dr. Salim Segaf Al-Jufri, syair tersebut ditulis SIS Al-Jufri untuk menyambut kemerdekaan RI yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Syair merupakan salah satu model pendidikan yang diterapkan oleh SIS Al-Jufri. Syair-syair beliau ditulis dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Melalui syair-syair inilah Guru Tua SIS Al Jufri mendidik karakter murid-muridnya di Perguruan Al-Khairaat (Jayadin, 2017).

Jayadin et all (2017), secara khusus melakukan penelitian terhadap nilai-nilai syair SIS Al-Jufri. Menurut penelitian ini, syair-syair SIS Al-Jufri memiliki implikasi terhadap pendidikan karakter yang diterapkan oleh beliau, meliputi nilai pendidikan, nilai sosial, nilai religius, nilai filosofi, nilai historis, nilai psikologis, nilai ekonomi, nilai moral, nilai hukum, nilai budaya dan nilai perjuangan.

Berdasarkan analisis tentang pendidikan karakter SIS Al-Jufri, maka ada beberapa karakter yang paling menonjol pada diri beliau yang juga dikembangkan kepada murid-murid beliau, yaitu kecintaan terhadap tanah air, semangat belajar dan kecintaan kepada ilmu pengetahuan, kepemimpinan dan manajerial, self efikasi dan persistensi, serta kecintaan pada seni budaya.

Daftar Pustaka

Bandura, Albert. 1997. Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: F.H. Freeman Publisher.

Cordon, MS., Kirk, C.P. 2015. Entrepreneurial Passion as Mediator of the Self–Efficacy to Persistence Relationship. Sage Journals Entrepreneurship Theory and Practice Vol 39 (5).

Dwinanda, Reiny. 2019. MUI Dorong Penetapan Guru Tua sebagai Pahlawan Nasional. Diakses dari https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/06/15/pt3vsi414-mui-dorong-penetapan-guru-tua-sebagai-pahlawan-nasional tanggal 12 November 2021.

King, Laura A., 2010. Psikologi Umum. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta.

Nuriyanah. 2020. Al-Khairaat Sebagai Lembaga Perjuangan Bangsa. Qaumiyyah Vol. 1 No. 1 (2020): 1-15.

Pontoh, R., Yahiji, K., & Lisdawati Muda. 2019. Manajemen Kepemimpinan Sayid Idrus Bin Salim Aljufri Dalam Mengembangkan Lembaga Pendidikan Alkhairaat. Tadbir Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol 7(1): 59-70.

Rianto, Rifki., Junarti & Haliadi. 2019. Peran Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri Dalam Mendirikan Madrasah Al-Khaairat di KotaPalu. Nosarara vol 7(1): 80-96.

Setianto, Yudi. 2019. Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Pahlawan Nasional. Publikasi Pendidikan UNM Vol 9(2): 177-186.

Subekhan & Annisa, Syifa Nur. 2018. Eksistensi Keteladanan Pendidikan Karakter dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara. Geneologi PAI Vol 5 No 1: 33-45.

Sulaiman, MN. 1988. Biografi S. Idrus bin Salim Aldjufrie. Palu: Palu Press.

Wilis, Sofyan S. 2018. Psikologi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Wright, S.L, Guarnieri M.J. 2012. Career Development Among First-Year College Students: College Self-Efficacy, Student Persistence, and Academic Success. Journal of Career Development Vol 40(4).

Yayasan Al-Khairaat Pusat. 2018.Sejarah Habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua). Diakses dari https://alkhairaat.sch.id/sejarah-habib-idrus-bin-salim-aljufri-guru-tua/ tanggal 12 November 2021.

Jayadin, A., Lembah, G. Karim, Ali. 2017. Nilai Syair Sayid Idrus Bin Salim Al Jufri (Guru Tua) dan Implikasinya Pada Pendidikan Karakter. Bahasantodea, Volume 5 Nomor 1 Januari 2017 hlm 78-88.

[1] https://www.youtube.com/watch?v=RKG4XSJk0O4

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image