Kolaborasi Masyarakat dan CSR (Corporate Social Responsibility) Bantu Golkan Adicita Bersama
Lomba | 2022-09-22 18:38:10“Bersyukur banget kemarin bisa bawa Ibu saya ke Rumah Sakit lebih cepat, ambulance Rumah Sakit di masa-masa itu jadi fasilitas langka untuk pelayanan kesehatan. Semua penuh dan semua sibuk. Jadi saya ikut bahagia ketika ada mobil ambulance sumbangan perusahaan yang bisa kita gunakan untuk hal-hal yang seperti saya alami.” — tutur salah seorang teman saya yang kesulitan membawa Ibunya berobat ke Rumah Sakit karena semua layanan ambulance Rumah Sakit saat itu penuh dan antre.
Penuturan tersebut menjadi salah satu kebahagiaan saya juga selama pandemi kemarin. Ada begitu banyak bantuan untuk masyarakat kita. Salah satu sebab mengapa Indonesia pulih lebih cepat pasca Covid-19. Seluruh elemen masyarakat bekerjasama, saling tolong menolong dan memberikan bantuan pada yang membutuhkan.
Mulai dari mobil ambulance untuk umum yang diberikan secara gratis, bantuan sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 dan yang tidak mampu, hingga bantuan sarana kebersihan untuk menghadapi era new normal di masjid-masjid atau fasilitas umum lainnya. Semua itu dilakukan oleh CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan-perusahaan sebagai tanggung jawab sosial mereka.
Lebih dari sepuluh tahun berorganisasi di salah satu ormas Islam, seringkali kolaborasi dengan perusahaan melalui program CSR seperti di atas menjadi salah satu penyemangat para aktivis. Aktivis mungkin bisa menyumbangkan waktu dan tenaganya untuk masyarakat, namun terkadang kami juga terkendala dana dan sarana.
Oleh karena itu bantuan CSR dalam hal ini memberikan nafas panjang untuk kami. Sebelum saya membahas bagaimana CSR dapat membantu “bangkitnya” masyarakat pasca pandemi dan bagaimana program tersebut dapat memberdayakan masyarakat sekitar, saya ingin sekali meluruskan kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat tentang CSR.
Meluruskan Kesalahpahaman tentang CSR
Beberapa waktu lalu saya membaca buku karya Ditto Santoso berjudul CSR dan Kolaborasi Lintas Sektor. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa CSR atau Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan sering disalahpahami atau disimplifikasi sebagai “dana CSR”, “donasi perusahaan”, atau “pengembangan masyarakat”. Padahal CSR tidak sebatas donasi atau community development.
Tetapi sebuah upaya perusahaan dengan kolaborasi dan dukungan para pihak untuk mengatasi dan mengelola dampak dari aktivitas operasionalnya dalam rangka menjamin keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan di sekitar perusahaan.
Berangkat dari sini kita paham ya, sehingga kita tidak bisa mengatakan CSR itu dana sosial atau sekadar donasi perusahaan. Meskipun hal itu tidak salah juga. Namun pengertiannya tidak sesempit itu.
Disebutkan bahwa mengacu pada konsep tanggung jawab sosial ala ISO 26000 :
Dana sosial sebagai bagian dari community development hanya salah satu dari tujuh isu atau subjek inti tanggung jawab sosial perusahaan maupun institusi lainnya. Isu atau subjek inti lainnya adalah tentang konsumen, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, tata kelola organisasi, dan prosedur operasi yang wajar.
Jadi bukan semata perusahaan mendanai, lalu organisasi/masyarakat sebagai eksekutornya. Namun lebih dari itu. Kita diajak untuk bersama-sama bergerak. Namanya juga kolaborasi kan. Tidak bisa hanya salah satu saja yang bergerak untuk satu tujuan. Tapi semuanya harus mengambil peran sesuai dengan kapasitas masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Heny Ford:
Jika setiap orang bergerak maju bersama maka keberhasilan akan muncul dengan sendirinya.. — Henry Ford
CSR tidak berhenti di pendanaan. Namun CSR juga melakukan asesmen, mendesain program pelibatan dan pengembangan masyarakat, mengimplementasikan di lapangan, hingga kemudian memonitor dan mengevaluasi hasilnya. Apakah sudah sukses mencapai tujuan bersama?
Karena kita tahu bahwa persoalan bisnis, sosial, dan lingkungan, tidak akan bisa diselesaikan sendirian oleh perusahaan saja atau oleh sekelompok masyarakat saja. Selain itu permasalahan juga tidak akan selesai dengan pendekatan bantuan karitatif saja.
Oleh karena itulah dibutuhkan kolaborasi di antara para pihak untuk bersama-sama saling berkontribusi menyelesaikan masalah yang dampaknya dirasakan oleh semua pihak. Saya jadi teringat sebuah webinar, bahwa kerusakan lingkungan, masalah kelaparan dan kemiskinan ini masalah bersama. Bukan hanya masalah satu kelompok saja.
Jangan bergantung pada orang lain atau salah satu pihak saja. Tapi lihat dalam diri sendiri, apa yang bisa kita lakukan untuk itu? Apa solusi yang kita tawarkan? Atau bisakah kita menjadi bagian dari solusi tersebut? Begitu juga dengan CSR.
Yuk Berdayakan Masyarakat dengan Kolaborasi Bersama CSR
Selama ini kalau kita mengatakan kolaborasi maka artinya kerjasama kan? Bukan hanya salah satu pihak saja yang diuntungkan. Namun kolaborasi ini bagaimana sih caranya agar dapat mencapai tujuan bersama-sama?
Di sinilah peran kita, masing-masing pihak dapat berkontribusi sesuai sumber daya yang dimiliki. Sebagai aktivis saya juga menyadari bahwa kolaborasi bukan hanya menyampaikan shopping list alias daftar belanja untuk CSR. Karena memang masih banyak yang berpendapat bahwa perusahaan adalah tempat bagi mereka untuk mengajukan permintaan bantuan (atau menuntut) untuk dipenuhi.
Sebagai contoh di dekat tempat tinggal saya ada sebuah pengembangan ekonomi lokal dengan basis ekowisata. Setiap pihak termasuk kalangan akademisi dari kampus, perusahaan, serta masyarakat setempat punya peran untuk mendorong pelestarian lingkungan. Jika perusahaan berkontribusi melakukan peningkatan kapasitas bagi pelaku usaha lokal, maka LSMnya bisa bertugas untuk melakukan pendampingan dan inkubasi bisnis di sekitar kawasan ekowisata.
Lalu universitas melakukan riset untuk mencari inovasi-inovasi produk. Sedangkan pemerintah bisa mengatur regulasi yang mendorong sektor perbankan mendukung usaha lokal berbasis ekowisata tersebut. Pada akhirnya semua pihak memaksimalkan sumber dayanya masing-masing. Namun diharapkan dapat memiliki pedoman dan rencana besar (grand design) yang disepakati bersama-sama. Begitulah hakikatnya kolaborasi bukan?
Mendengar dan membaca begitu banyak perusahaan seperti Pertamina, Adaro, BTPN, Bank Mandiri, BTPN Syariah, Bank Muammalat, Bank DKI dan masih banyak lagi ikut mengambil peran untuk mewujudkan bangkitnya perekonomian Indonesia pasca pandemi ini saya optimis tujuan kita bersama dapat terwujud.
Tidak hanya memberikan kebutuhan masyarakat pasca pandemi, namun juga pendampingan pada para pelaku usaha agar bisnisnya naik kelas, melejit, dan dapat bersaing di pasar internasional. Memang butuh waktu yang lama untuk bisa mencapai tujuan bersama. Namun, jika kita lakukan bersama-sama dengan CSR dan juga para pemangku kebijakan dan masyarakat, kita bisa lho berkembang dan melesat bersama.
Sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli:
CSR yang sukses adalah CSR yang berkelanjutan. Untuk itu CSR harus menerapkan pendekatan multipemangku kepentingan. Tidak hanya perlu menggandeng mitra kerja, tetapi melibatkan pemangku kepentingan yang berkomitmen untuk berkolaborasi mencapai tujuan bersama — Christine Davis & Stephanie Soderborg
Perubahan akan terjadi ketika ada keinginan yang kuat dan kerja keras dari masing-masing orang, lalu disambut dengan kepanjangan tangan dari rahman dan rahimnya Allah melalui CSR dan orang-orang yang peduli terhadap impian mulia bangsa kita.
Referensi:
CSR dan Kolaborasi Lintas Sektor oleh Ditto Santoso
https://www.republika.co.id/berita/r8hleg349/network
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.