Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irawati Khasanah

Eceng Gondok, Solusi Fitoremediasi Kolam Bekas Tambang Timah dan Potensi CSR di Bangka Belitung

Lomba | Thursday, 22 Sep 2022, 18:36 WIB
Penampakan kolam bekas tambang timah ilegal di Desa Rindik, Kabupaten Bangka Selatan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi dengan kandungan timah melimpah yang dihasilkan melalui tambang laut maupun tambang darat. Timah merupakan komponen yang krusial untuk industri elektronik, pengemasan makanan, dan pelapisan baja. Permintaan timah dari berbagai industri dan harga timah yang menjanjikan mendorong maraknya penambangan timah baik secara legal dan ilegal. Hal ini berakibat pada meningkatnya jumlah kolam bekas galian timah yang perlu ditangani. Menurut penelitian Sukarman, dkk (2017) dilaporkan bahwa total luas kolam bekas tambang Pulau Bangka dan Belitung mencapai 12.147 hektare yang terdiri dari 8.987 hektare atau 10,20% dari luas Pulau Bangka dan 3.160 hektare atau 6,47% dari luas Pulau Belitung.

Kolam bekas tambang timah atau disebut “kolong” oleh masyarakat sekitar biasanya digenangi air dan memiliki usia yang beragam. Saat ini, kolam bekas tambang timah banyak digunakan untuk pertanian, budidaya ikan, dan sumber air bagi masyarakat sekitar. Namun, permasalahan utama yang dihadapi pada kolong terutama kategori usia muda (umur 10 tahun) yaitu tingginya kandungan logam berat. Penelitian Henny dan Susanti (2009) menunjukkan bahwa kolong berusia muda memiliki kandungan logam berat yang tinggi dan pH yang rendah berkisar 2,9-4,5. Menurut Irvani dan Janiar (2016), unsur logam Fe, Cu, Pb, dan Cd pada air kolong melampaui ambang batas normal. Nilai Pb dan Cd pada air kolong mencapai 1 mg/L dan 0.05 mg/L. Kurniawan (2013) juga mengatakan bahwa kandungan logam berat Pb di kawasan penambangan timah di Bangka telah melebihi baku mutu air laut untuk biota laut. Kondisi ini menimbulkan air kolam bekas tambang timah menjadi sulit untuk dimanfaatkan kembali. Hingga saat ini, mayoritas kolam bekas tambang timah diatasi dengan metode reklamasi. Namun, metode tersebut memiliki banyak hambatan misalnya biaya operasional yang mahal dan kondisi tanah hasil reklamasi yang tidak subur. Menurut penelitian Arvina. M, dkk (2017), kolam bekas tambang timah memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai media budidaya tanaman eceng gondok.

Tanaman eceng gondok menjadi salah satu agen biologi atau tanaman yang dapat digunakan dalam fitoremediasi. Menurut W. Nakbanpote, dkk (2016), fitoremediasi adalah teknologi yang menggunakan tanaman untuk mendegradasi, mengasimilasi, memetabolisme, atau mendetoksifikasi kontaminasi logam dan kimia organik. Tanaman eceng gondok atau Eichhornia crassipes mampu menyerap logam berat seperti Pb dan Cd yang terkandung dalam perairan yang tercemar. Hal ini didukung dengan penelitian Indrasti, dkk (2015) yang melaporkan bahwa laju penyerapan total logam berat campuran Pb dan Cd oleh eceng gondok sebesar 451 mg/kg/hari, laju penyerapan untuk logam Pb tunggal adalah 269,66 mg/kg/hari, sedangkan laju penyerapan Cd tunggal adalah 221,68 mg/kg/hari. Serapan dalam bentuk logam tunggal Pb sebesar 17244,5 mg/kg/hari dan Cd 15865,5 mg/kg. Budidaya eceng gondok di kolam bekas tambang timah memiliki potensi yang besar dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan pasca penambangan. Selain itu, eceng gondok dapat menyebabkan pendangkalan air pada daerah pertumbuhannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa eceng gondok akan mereklamasi kolam bekas tambang timah secara alami dalam jangka waktu tertentu.

Budidaya eceng gondok (Sumber : https://satriabajahitam.com)

Sebagai perusahaan yang mengolah sumber daya alam yang tak terbarukan, perusahaan pertambangan timah perlu menghilangkan ketergantungan ekonomi masyarakat sekitar terhadap sektor pertambangan. Hal ini dapat dilakukan melalui implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR). CSR adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap sosial dan lingkungan sekitar. Program CSR diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga lingkungan sekitar dengan senantiasa memberikan penguatan dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.

Budidaya eceng gondok dapat menjadi program CSR terutama untuk perusahaan yang bergerak dalam penambangan timah. Melalui program CSR, perusahaan dapat memberdayakan masyarakat sekitar untuk menjadi petani hingga pelaku pemasaran produk eceng gondok. Pemberdayaan masyarakat sebagai petani eceng gondok dapat dilakukan melalui penyuluhan hingga pelatihan guna membentuk petani yang unggul dan dapat menghasilkan produk eceng gondok yang berkualitas tinggi. Selain menjadi petani, masyarakat bisa dilibatkan dalam hal bisnis pembuatan produk eceng gondok.

Melihat teknologi dan potensi kearifan lokal saat ini, eceng gondok dapat bertransformasi menjadi kerajinan anyaman, bahan kompos, hingga bahan industri tekstil. Produk eceng gondok yang beragam dapat menciptakan ekonomi kreatif bagi masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku UMKM dapat berperan dalam mengembangkan bisnis produk eceng gondok secara mandiri. Kepulauan Bangka Belitung yang menjadi salah satu destinasi wisata di Indonesia dapat menjadi faktor pendukung dalam mendorong pemasaran produk eceng gondok sehingga mampu menembus pasar domestik dan internasional

Kerajinan anyaman dari eceng gondok (Sumber : https://kerajinanencenggondok.com)

Referensi:

Febrianto, A. (2014). Pengaruh Logam Berat Pb Limbah Aktifitas Penambangan Timah Terhadap Kualitas Air Laut di Wilayah Penangkapan Cumi-Cumi Kabupaten Bangka Selatan. Jurnal Sumberdaya Perairan, 8(2), 24–33.

Indrasti, N. S., Suprihatin, Burhanuddin, & Novita, A. (2006). PENYERAPAN LOGAM Pb DAN Cd OLEH ECENG GONDOK : PENGARUH KONSENTRASI LOGAM DAN LAMA WAKTU KONTAK. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 16(1), 44–50.

Meyzilia, A., & Darsiharjo. (2017). Pemanfaatan Kolong Bekas Galian Tambang Timah. Jurnal Pendidikan Geografi, 17(2), 153–158.

Nakbanpote, W., Meesungnoen, O., & Prasad, M. N. V. (2016). Potential of ornamental plants for phytoremediation of heavy metals and income generation. In Bioremediation and Bioeconomy (Issue Cd). Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-802830-8.00009-5

Pitulima, J., Timah, S., Tenggara, A., & East, S. (2016). Studi Logam Berat dalam Air dan Sedimen Kolong Retensi Kacang Pedang Pasca Penambangan Timah ( Study of Heavy Metals in Water and Sediment of Kacang Pedang Retention Ponds Post Tin Mining Activities ). 4(June), 40–45.

Wahyuni, H., Sasongko, S. B., & Sasongko, D. P. (2013). Kandungan Logam Berat pada Air, Sedimen dan Plankton di Daerah Penambangan Masyarakat Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 486–494.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image