Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Aulia Safitri

Rasa Sakit Adalah Bibit Kebahagiaan

Curhat | Friday, 16 Sep 2022, 19:42 WIB

Berapa kali merasakan sesak di dada, air mata bercucuran, hilang harapan, hilang arah hidup, tersesat dalam pikiran yang kalut, kacau mental dan fisik namun dipaksa bertahan dengan cobaan beruntut. Yang semua hal-hal itu seolah memburu ingin menghabisi kita. Namun katanya semua rasa sakit itu adalah proses pendewasaan diri. Sengaja Tuhan berikan masalah dan problematika kehidupan agar kita menjadi manusia yang bijak dalam masa mendatang. Manusia yang dapat menghargai arti kehidupan, manusia yang selalu kuat dan sabar. Berkaitan dengan hal itu Saya pernah membaca sebuah artikel dimana analogi yang sama diberikan pada ikan Salmon yang akan dikirim menuju suatu tempat, namun pada sampai tempat tujuan ikan banyak yang mati, atas kejadian itu kemudian ikan itu di masukan ke dalam peti yang didalamnya berenang dengan Hiu. Kalian tau apa alasannya? Sebab ikan Salmon akan berusaha agar ia tidak dimangsa oleh Hiu, sehingga ikan-ikan Salmon mampu bertahan hidup sampai pada tempat tujuan meski dengan bersusah payah. Sama seperti kita kita diberikan kan suatu kesulitan agar kita mampu terbiasa dengan keadaan yang tak selalu sesuai harapan, kita diberikan tekanan dalam hidup agar kita lebih waspada dimasa mendatang, kita diberikan seluruh rasa sakit yang tak mampu di deskripsikan dengan kata, agar kita menjadi manusia dengan jiwa-jiwa kuat meski diterpa sekian duka. Sejatinya seluruh masalah yang kita hadapi adalah cara kita bertahan hidup. Kita merasakan sakit sebab kita masih hidup

Aku ingin menceritakan sebuah pengalaman ku ketika bertemu dengan salah seorang teman, sebut saja mas R. Kami bertemu dalam sebuah kegiatan volunteer bencana erupsi gunung Semeru setahun silam. Layaknya pertemanan pada umumnya kami saling mengintrodaksi diri. Masing- masing dari kami memberikan informasi yang lazim ya mulai dari nama, asal , tempat tinggal, kuliah dimana, semester berapa, dan paling mentok saling bertukar nomor untuk koordinasi kegiatan .

Hal hal baru yang menambah ilmu, wawasan yang bermanfaat, juga relasi pertemanan yang dari kisah hidupnya diambil hikmah untuk hidup kedepan atau kalau beruntung bisa mendapatkan lembaran cerita baru dengan judul “ Cintaku Bersemi di Tenda Pengungsi “. Saya rasa aku mendapatkan semua kecuali yang terakhir. Saya tidak menyesal sebab awal saya datang dengan tujuan hal-hal yang saya kira bermanfaat untuk perjalanan hidupku kedepan nya.

Suatu ketika aku ditakdirkan untuk mengenalnya lebih dalam, kami dipertemukan di lain hari, lain tempat, dan lain kondisi. Kami sudah tak sungkan saling bercerita mengenai kisah hidup kami, bukan untuk mengadu nasib hanya saja beberapa kisah hidup perlu dijadikan pelajaran agar ya minimal di kemudian hari kita tak kaget jika dihadapkan dengan permasalahan yang sama. Saat itu sore hari ketika kami menikmati pemandangan alam yang asri kami membuka obrolan mengenai masalah hati. Patah hati pertaman ya saat wanita yang sangat ia cintai pergi, wanita tempatnya bersandar telah menyerah, wanita tempat kembali ter nyaman telah menghadap Tuhan, dia sangat marah benci terhadap penyebab wanita terkasih nya pergi, sang wanita itu yang telah melahirkan nya menyusui hingga membesarka nya meski belum sempat melihat putranya menjadi pria dewasa se cerdas, se kuat ,se hebat, se sabar, se tangguh dan tidak bisa ku pungkiri se manis laki-laki yang duduk bersama ku ini. di usia yang belia mau tak mau ia pergi ke tempat dimana ia tak mengenal siapa siapa yang nantinya ia akan menghabiskan hari – hari bertahun tahun bahkan hingga detik ini dan ia menganggap mereka semua saudara. Iya di panti asuhan sebuah kota di Jawa. Pasti kalian bertanya-tanya mengapa harus pergi ke panti, si bapak apakah tak mau mengurusnya ? bukan tak mau dia sedang asyik menikmati peran nya menjadi seorang ayah dan suami dari janda muda, seorang bapak yang seharusnya mendidik dan memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya justru tak malu mempertonton kan kebejatan dan kemunafikan nya dihadapan anak laki-laki nya, memukul memaki sang istri hingga terakhir kali memberikan duka sampai sang istri menghadap sang pencipta. Saya pun bisa merasakan penderitaan mas R dari sorotan mata, dan sesekali senyuman getir yang seperti nya ia sembunyikan luka dibalik nya

Entahlah aku ikut meneteskan air mata saat ia membuka lembaran-lembaran kisah masa lalu itu. Ketika itu aku berpikir bagaimana jika saat aku berada di posisi hidupnya

Masalah tetap bergulir saat ia beranjak dewasa tepatnya saat sudah lulus di bangku kuliah, jika kutulis bisa satu buku ini . Dia masih sama di panti tersebut akupun sekali berkunjung kesana. Semoga aku berkesempatan mengunjungi anak-anak dan berinteraksi bersama sama, ku ingin mengadopsi bayak kisah dalam hidup mereka, agar bisa aku bagikan seperti ini. Agar semua orang tahu bahwasanya kita tak sendirian kita semua berdampingan dengan masalah-masalah yang tentunya berbeda, namun kita masih bisa menguatkan sama-sama

Sebelum aku pulang ke kota ku ia berpesan kepadaku jangan pernah menyerah, jangan fokuskan hidup kita pada sebuah permasalahan tapi fokus lah dalam penyelesaian masalahnya dan cari solusi

Kita tak akan bisa menikmati kebahagiaan tanpa adanya penderitaan, sebab rasa nyaman tak mampu memberikan itu semua

Sampai sini dulu yaaa

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image