Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ana aliyatul h

Memberdayakan Desa Tuli Bengkala Melalui CSR DPPU Ngurah Rai

Lomba | Tuesday, 13 Sep 2022, 08:49 WIB

Latar Belakang Dilaksanakannya Pemberdayaan di Desa Tuli Bengkala

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Disabilitas didefinisikan sebagai orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama. Bisu Tuli merupakan salah satu kelompok dari penyandang disabilitas sensorik. Selain itu disebutkan juga oleh Soewito dalam buku Ortho Paedagogik bahwa penyandang Bisu Tuli adalah seseorang yang mengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat menangkap tutur kata tanpa membaca gerak bibir lawan bicaranya. Anak penyandang Bisu Tuli adalah anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar baik itu sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan kerusakan fungsi pendengaran baik sebagian atau seluruhnya sehingga membawa dampak kompleks terhadap kehidupannya, utamanya berdampak pada kemampuan berbicara (bisu) (Rahmah, 2018). Dan mengacu pada data World Federation of The Deaf (WFD), terdapat sekitar 70 juta orang yang Tuli di seluruh dunia namun hanya terdapat 2 persen orang Tuli yang bisa mengakses pendidikan melalui bahasa isyarat dan hanya 20 persen anak-anak Tuli yang berada di negara berkembang dapat mendapatkan akses pendidikan.

Desa Bengkala yang terletak di Buleleng, Bali, merupakan sebuah desa yang telah terkenal hingga ke mancanegara sebagai Desa Tuli. Desa ini disebut sebagai Desa Tuli dikarenakan tingkat kelahiran anak Bisu Tuli di Desa Bengkala cukup tinggi, yaitu sebesar 1,4% dari populasi, serta sebanyak 2% dari total masyarakat yang berjumlah 3.064 jiwa merupakan Bisu Tuli. Hal ini cukup menarik dikarenakan berdasarkan data World Health Organization (WHO), angka rata-rata bayi Tuli yang terlahir di dunia adalah 1:1000 atau 0,1 persen dari total populasi (Michi, 2017). Selain itu Pada 1990-1993, Winata mencoba mencari penyebab dari tingginya populasi Bisu Tuli di Desa Bengkala. Dengan menggunakan uji DNA metode Short Tandem Repeat (STR), disimpulkan bahwa terdapat mutasi gen resesif pada lokus DFNB3 di kromosom 17 yang mengakibatkan kelahiran bayi Bisu Tuli. Oleh karena itu jenis ketulian yang dimiliki warga Desa Bengkala merupakan gangguan pendengaran nonsindrom resesif autosomal. Hasil penelitian itu juga mengestimasikan bahwa DFNB3 telah muncul dalam gene pool warga Desa Bengkala sejak 150-300 tahun yang lalu (Winata dkk., 1995). Hal tersebut menunjukkan bahwa selain dari orang Tuli, bahkan orang Dengar yang terdapat di Desa Bengkala pun memiliki potensi untuk dapat melahirkan anak Bisu Tuli. Oleh karena itulah dengan angka populasi Bisu Tuli dan tingkat kelahiran Bisu Tuli yang cukup tinggi menjadikan Desa Bengkala ini dikenal sebagai Desa Tuli.

Kondisi Desa Bengkala sebagai Desa Tuli telah dikenal hingga ke mancanegara dan menjadi salah satu percontohan dari penerapan inklusivitas. Kondisi tersebut dikarenakan di desa ini masyarakat Dengar dan Bisu Tuli dapat hidup bersama secara berdampingan, dimana mayoritas masyarakat Dengar mampu menerapkan bahasa isyarat sebagai sarana berkomunikasi. Tetapi di lain sisi, tingginya angka Bisu Tuli di desa ini juga menjadi sebuah permasalahan baru di masyarakat. Hal ini dikarenakan permasalahan yang dimiliki Bisu Tuli memang tidak hanya sebatas tidak dapat mendengar dan kesulitan berkomunikasi Tetapi juga dalam mencari pekerjaan dan mencari penghidupan yang layak (Hayyu dkk., 2015). Bisu Tuli yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi menyebabkan kesulitan dalam akses mendapatkan pendidikan serta pekerjaan yang laik. Di Desa Bengkala sendiri terdapat 43 orang Bisu Tuli yang sebagian besar hidup sebagai buruh tani dan buruh kasar (tukang gali kuburan , juru tanam/panen, kuli angkut, dan pecalang) (Putri, 2019).

https://nationalgeographic.grid.id/read/131247100/kem-kolok-bengkala-rumah-harapan-bagi-masyarakat-kolok-desa-bengkala?page=all (12 September 2022)" />
gambar1. Komunikasi Masyarakat Kolok (Bisu Tuli) di BengkalaSumber: https://nationalgeographic.grid.id/read/131247100/kem-kolok-bengkala-rumah-harapan-bagi-masyarakat-kolok-desa-bengkala?page=all (12 September 2022)

“Kolok” merupakan sebutan bagi masyarakat Bisu Tuli di Desa Bengkala, yang berasal dari bahasa local yang artinya “Tuli”. Oleh karena itu Desa Bengkala juga dikenal sebagai Desa Kolok Bengkala atau Desa Tuli Bengkala. Dalam hal ini penulis akan menggunakan istilah Kolok sebagai istilah untuk menyebut masyarakat Bisu Tuli di Desa Bengkala sesuai dengan istilah penyebutan lokal tersebut. Selain permasalahan akses pekerjaan, akses Kolok di bidang pendidikan pun cukup rendah. Keterbatasan yang dialami oleh Kolok[A1] membuat mereka memiliki rasa rendah diri dan rasa ketidakpercayaan diri. Keterbatasan yang mereka miliki juga mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan. Kolok memiliki keterbatasan aset dan akses dalam mengakses pendidikan sehingga membuat sebagian besar Kolok tidak bisa baca tulis atau buta huruf. Keterbatasan akses yang dialami oleh Kolok Bengkala disebabkan karena jauhnya akses pendidikan untuk Tuli di Sekolah Luar Biasa (SLB). Pada tahun 2015 diketahui hanya terdapat 4 orang yang berpendidikan SMP, 5 orang lulus SD, lalu sisa 39 orang masih buta huruf (Mas’ud, 2019).

Salah satu upaya dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat Kolok tersebut dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai. Melalui program CSR nya, PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai telah menyusun sebuah program bernama “Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) Bengkala”. Program KEM Bengkala ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan di Desa Bengkala, baik permasalahan di bidang pendidikan maupun perekonomian. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam program ini yaitu penyelenggaraan program kejar paket, sekolah inklusi, serta peningkatan ekonomi melalui pembuatan UMKM Tuli seperti produksi dupa, tenun, produk olahan jamu, serta kudapan lokal.

Penjelasan Lokasi Program

Desa Bengkala merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, dimana desa tersebut terletak pada jarak 15,6 km dari pusat Kota Singaraja, atau berjarak sekitar 100 km sebelah utara Denpasar yang merupakan Ibukota Provinsi Bali. Desa Bengkala berbatasan langsung dengan Desa Jagaraga atau Sungai Daya di sebelah barat, Desa Kubutambahan di sebelah utara, Desa Bila di sebelah selatan, dan Desa Bulian di sebelah timur. Adapun Luas wilayah Desa Bengkala adalah 496,00 ha yang terdiri atas wilayah perumahan 31,08 ha, perkebunan 441,09 ha, pertanian 21,00 ha, pemakaman 0,20 ha dan lain-lain 1,60 ha. Dengan demikian dari data tersebut menunjukkan bahwa 93,16% wilayah Desa Bengkala merupakan lahan pertanian dan perkebunan.

Jumlah penduduk Desa Bengkala secara keseluruhan adalah 2.749 jiwa yang terdiri atas 1.247 laki-laki dan 1.502 perempuan. Dari jumlah tersebut jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) sebanyak 257 orang, atau sekitar 9,35% dari total populasi. Dan dari angka tersebut yang menjadi penyumbang angka kemiskinan terbesar merupakan masyarakat Kolok. Diakibatkan ketidakmampuan perekonomian tersebut, banyak masyarakat Kolok yang tinggal di rumah yang tidak layak huni, yang memiliki kondisi sanitasi yang buruk, serta derajat kesehatan yang rendah. Ditinjau dari tingkat pendidikan usia produktif di Desa Bengkala terdapat: akademi/sarjana sebanyak 256 orang, lulusan SMA/SMK 561 orang, lulusan SMP 673 orang, dan lulusan SD 1.216 orang. Pekerjaan penduduk Desa Bengkala sebagian besar sebagai besar sebagai petani dan buruh tani yaitu sebanyak 1.416 orang, peternak 962 orang, pegawai negeri/TNI/Polri 36 orang, pegawai swasta 4 orang dan tenaga pengangguran/pencari kerja/tidak bekerja 331 orang. Di pihak lain, khusus untuk masyarakat Bisu Tuli di Desa Bengkala, dari 48 jiwa masyarakat Bisu Tuli, hanya 4 orang yang berpendidikan SMP, 5 orang SD, sisanya buta huruf.Gg

https://nationalgeographic.grid.id/read/131247100/kem-kolok-bengkala-rumah-harapan-bagi-masyarakat-kolok-desa-bengkala?page=all (12 September 2022)  " />
Gambar2. Gerbang Masuk Desa BengkalaSumber: https://nationalgeographic.grid.id/read/131247100/kem-kolok-bengkala-rumah-harapan-bagi-masyarakat-kolok-desa-bengkala?page=all (12 September 2022)

Pemberdayaan Kolok Melalui Program CSR KEM Bengkala

Pemerintah telah membuat beberapa aturan mengenai implementasi CSR oleh perusahaan sebagai upaya dalam melakukan monitoring dalam kegiatan perusahaan. Salah satu contoh terkait aturan CSR tersebut dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas, CSR disebutkan dengan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan. Undang-undang ini mengatur bahwasanya setiap perusahaan yang usahanya di bidang sumber daya alam atau berkaitan dengan sumber daya alam, maka diwajibkan untuk melaksanakan CSR. Dalam pasal 74 undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa pelaksanaan CSR sendiri bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pelaksanaan pasal 74 tersebut kemudian diperjelas dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Tidak hanya itu, terdapat sejumlah regulasi lain yang turut mengatur mengenai CSR, antara lain Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, serta Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Selain itu sebagai bentuk dalam pengawasan, Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan melakukan kegiatan penilaian perusahaan (PROPER) yang dilaksanakan setiap tahun (Arifin dkk., 2022).

Pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh perusahaan memberikan pembelajaran (lesson learned) bagi semua pihak, baik itu bagi pihak-pihak yang terlibat sebagai stakeholder program ataupun bagi pihak-pihak lain yang memiliki focus of interest terhadap proses pelaksanaan program CSR. Praktik pelaksanaan program CSR oleh perusahaan telah menunjukkan terjadinya proses transformasi pada dunia usaha untuk tidak hanya bertujuan mencari keuntungan (profit) bagi para pemilik modal (shareholder) aktivitas bisnis saja, melainkan juga ikut berperan serta dalam menciptakan outcome dan impact bagi para stakeholder, terutama dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat ataupun dalam meningkatkan potensi yang dimiliki oleh para stakeholder program CSR. Outcome dan impact positif yang dirasakan oleh para stakeholder dengan dilaksanakannya program CSR merupakan pencapaian bagi perusahaan sekaligus sebagai best practice dalam implementasi CSR. Di sisi lain, upaya mengkritisi kekurangan dari pelaksanaan program CSR merupakan tantangan bagi Tim Pelaksana CSR agar terus melakukan upaya-upaya perbaikan dalam pelaksanaan program secara berkelanjutan (continuous improvement).

Salah satu program CSR yang di kembangkan PT Pertamina DPPU Ngurah Rai yaitu program Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) Bengkala. Program ini merupakan program yang ditujukan dalam memberdayakan masyarakat dalam aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Sejak dilaksanakan mulai tahun 2017 hingga sekarang, program ini menjadi wadah bagi masyarakat Kolok (Bisu Tuli) di Desa Bengkala yaitu sebagai media dalam beraktivitas, tempat belajar, bersosialisasi, serta berkegiatan dalam meningkatkan taraf ekonomi Kolok (Bisu Tuli) agar mereka dapat mandiri secara finansial. Periode awal pelaksanaan program KEM Bengkala difokuskan pada upaya menyelesaikan permasalahan sosial yaitu rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Kolok (Bisu Tuli). Program yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan ini diwujudkan melalui kegiatan “SMP Inklusi Bengkala” dan “Aksara Kolok Kelih”.

Kegiatan SMP inklusi Bengkala pada dasarnya merupakan sebuah pendidikan non formal yang diinisiasi oleh PT Pertamina DPPU Ngurah Rai, dimana kegiatan ini juga dapat dijelaskan sebagai program pendidikan kesetaraan SMP atau program kejar paket B. Tujuan dari program ini yaitu untuk mendorong masyarakat Kolok (Bisu Tuli) Bengkala yang telah memiliki ijazah SD maupun Paket A untuk dapat belajar dan beradaptasi dengan jenjang pendidikan selanjutnya. Peserta yang merupakan masyarakat Kolok (Bisu Tuli) tersebut dapat aktif dalam pelaksanaan program. Hingga pada tahun 2021 kegiatan pendidikan SMP inklusi di Bengkala ini telah menjaring 5 orang anak Kolok agar terus bersekolah, dimana 2 diantaranya telah berhasil mendapatkan ijazah kesetaraan SMP, serta 2 orang anak yang telah berhasil mendapatkan Ijazah kesetaraan SD.

Adapun Kegiatan pendidikan Aksara Kolok Kelih, nama program berasal dari bahasa lokal yaitu “Kolok” yang artinya Tuli dan “Kelih” yang artinya dewasa. Sehingga pendidikan Aksara Kolok Kelih dapat diartikan sebagai kegiatan pengentasan buta huruf yang ditujukan kepada Kolok (Bisu Tuli) yang telah dewasa dengan diberikannya pendidikan aksara dasar dan aksara fungsional. Dari 43 warga Kolok (Bisu Tuli), sebanyak 20 orang Kolok (Bisu Tuli) yang dewasa masih terindikasi buta huruf. Aksara dasar dilakukan dengan mengajarkan 20 orang tersebut agar dapat membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Kegiatan ini berupaya mengenalkan masyarakat Bisu Tuli pada huruf, angka dan warna, dalam jangka waktu 3 tahun. Setelah selesai dan lulus dari aksara dasar tersebut, masyarakat bisu tuli menempuh tahap selanjutnya yaitu aksara fungsional. Pada tahap aksara fungsional juga diberikan pembelajaran basic life skills, yaitu penerapan dari ilmu aksara dasar dalam kegiatan sehari-hari. Adapun hasil dari kegiatan ini yaitu telah terdapat sebanyak 20 orang Kolok (Bisu Tuli) yang telah mampu membaca, menulis, dan berhitung, serta mampu mengoperasikan gadget.

SMP Inklusi Bengkala dan Aksara Kolok Kelih merupakan dua buah kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan kapabilitas literasi masyarakat Kolok (Bisu Tuli) di Desa Bengkala. Selain kedua kegiatan ini, PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai juga menyelenggarakan kegiatan berupa Sign Language Academy (SLA), yaitu program pembelajaran bahasa isyarat yang ditujukan untuk masyarakat dengar. Tujuan utama dari kegiatan SLA ini sendiri yaitu untuk menyebarkan informasi dan edukasi terkait bahasa isyarat, khususnya bahasa isyarat lokal Desa Bengkala, sehingga semakin banyak masyarakat Dengar di luar Desa Bengkala yang dapat berbahasa isyarat dan dapat berkomunikasi dengan masyarakat Kolok (Bisu Tuli) di Desa bengkala. Edukasi bahasa isyarat melalui kegiatan SLA kepada orang Dengar ini merupakan langkah awal dalam mewujudkan inklusivitas di Indonesia. Di samping itu, SLA juga memiliki tujuan dalam meningkatkan kepercayaan diri masyarakat Kolok (Bisu Tuli). Untuk mencapai tujuan tersebut melalui SLA ini masyarakat Kolok (Bisu Tuli) diberikan peran sebagai pengajar bahasa isyarat, yang bertugas dalam mengajar bahasa isyarat lokal Desa Bengkala kepada peserta yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Pelaksanaan SLA telah dilakukan sebanyak dua batch sejak tahun 2020 dengan jumlah peserta sebanyak 47 orang dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti Surabaya, Bali, Bima, Blitar, Indramayu, Yogyakarta, Cirebon, Jakarta, Bandung, Balikpapan, Manado hingga Palembang. Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2021 telah terdapat 2 orang Kolok (Bisu Tuli) Desa Bengkala yang mampu menjadi pengajar dalam pelaksanaan kegiatan SLA tersebut.

Program KEM Bengkala selain dari bidang pendidikan, juga berfokus pada penyelesaian masalah di bidang ekonomi. Sulitnya akses Kolok (Bisu Tuli) untuk memperoleh pekerjaan laik menjadi salah satu permasalahan utama yang menjadi sorotan dalam perencanaan dan implementasi program KEM Bengkala. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat Kolok (Bisu Tuli) Desa Bengkala bekerja sebagai peternak, petani, tukang kebun, serta penggali kubur umumnya berpenghasilan di kisaran 450 ribu rupiah yang masih jauh dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Buleleng. Kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat di bidang ekonomi yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai dilakukan dengan memperhatikan potensi lokal di Desa Bengkala. Melihat dari potensi lokal banyaknya masyarakat yang menanam tanaman obat tradisional, serta kemampuan masyarakat Kolok (Bisu Tuli) yang fokus dalam mengerjakan sesuatu, maka program diawali dengan pelatihan dan produksi jamu Sakuntala dan produksi tenun pada tahun 2017. Selanjutnya program di bidang ekonomi ini terus dikembangkan sehingga masyarakat dapat melakukan produksi piring lidi (inka), dupa harum Bengkala, kudapan/makanan ringan produk olahan kolok (Prolog).

https://www.viva.co.id/arsip/1236691-bangun-kem-kolok-bengkala-pertamina-kucurkan-rp1-3-miliar (12 September 2022)" />
Gambar3. Produksi Tenun Masyarakat Bisu Tuli KEM BengkalaSumber: https://www.viva.co.id/arsip/1236691-bangun-kem-kolok-bengkala-pertamina-kucurkan-rp1-3-miliar (12 September 2022)

Produk UMKM yang diproduksi oleh masyarakat Kolok (Bisu Tuli) di Desa Bengkala ini menjadi suatu keunikan tersendiri dikarenakan diproduksi oleh masyarakat Kolok (Bisu Tuli). Hal ini juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi Desa Bengkala sebagai sebuah Desa Wisata Budaya, dimana banyak wisatawan mancanegara yang kemudian datang berkunjung dan menjadi target pemasaran UMKM tersebut. Selain itu produk UMKM tersebut juga dipasarkan secara daring melalui beberapa marketplace seperti shopee dan tokopedia, serta mengikuti pameran-pameran UMKM yang diselenggarakan di wilayah Bali.

Sesuai dengan SK Bupati Buleleng nomor 430/405/Hk/2017 Tentang Desa Wisata Kabupaten Buleleng, Desa Bengkala termasuk sebagai salah satu Desa Wisata Budaya. Hal ini menunjukkan bahwa budaya lokal dan inklusivitas masyarakat di Desa Bengkala merupakan sebuah potensi yang dapat menarik banyak wisatawan mancanegara untuk datang. PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai bekerjasama dengan Forum Layanan Iptek bagi Masyarakat di Indonesia (FLIPMAS) dalam rangka mendukung keberadaan wisata budaya lokal di Desa Bengkala tersebut, kemudian menyusun sebuah program yaitu pelatihan tari lokal. Dalam menyusun pelatihan tari tersebut juga mempertimbangkan kondisi potensi dan permasalahan masyarakat Desa Bengkala, yaitu permasalahan masyarakat Kolok (Bisu Tuli) yang tidak dapat mendengar suara.

https://www.nusabali.com/berita/83622/seniman-kolok-desa-bengkala-pentas-virtual (12 September 2022)" />
Gambar3. Tarian Lokal Bebek Bingar Bengkala (Bebila) oleh Mayarakat Bisu TuliSumber: https://www.nusabali.com/berita/83622/seniman-kolok-desa-bengkala-pentas-virtual (12 September 2022)

Masyarakat Kolok (Bisu Tuli) yang tidak dapat mendengarkan nada dan musik yang dikeluarkan penabuh merupakan salah satu masalah di kegiatan pelatihan tari ini. Namun kondisi tersebut diatasi dengan penggunaan kode khusus antara penabuh dan penari, sehingga penari yang merupakan Bisu Tuli dapat menari sesuai dengan irama dari penabuh. Melalui kegiatan pelatihan tari tersebut kemudian masyarakat Kolok (Bisu Tuli) dilatih untuk dapat menampilkan tari lokal antara lain Bebek Bingar Bengkala (Bebila) yang menjadi tarian khas Kolok (Bisu Tuli) Desa Bengkala, Tari Janger Kolok, Tari Penyambutan (Tari Puspa Arum), Jalak Anguci, serta Tari Yoginandhini. Berbagai tarian yang dipertunjukkan oleh masyarakat Kolok (Bisu Tuli) ini menjadi daya tarik utama Desa Bengkala. Hal inilah yang kemudian menarik datangnya banyak wisatawan yang ingin melihat kemampuan masyarakat Bisu Tuli tersebut dalam menari. Kunjungan wisatawan ini menjadi salah satu target pemasaran utama terhadap produk-produk hasil produksi masyarakat Kolok (Bisu Tuli), sehingga semakin banyaknya wisatawan berkunjung dapat meningkatkan penjualan baik dari produk tenun, piring lidi (inka), dupa harum Bengkala, maupun kudapan/makanan ringan produk olahan kolok (Prolog).

Sinergitas Stakeholder dalam Implementasi Program

Secara teoritis terdapat tiga domain governance dalam upaya pembangunan yang baik (good governance) menurut world bank, antara lain yaitu state (Negara), private sector (Sektor Privat/Dunia Usaha), civil society (Masyarakat Sipil) yang saling berinteraksi serta menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik (Sujarwoto & Yumarni, 2007). Ketiga domain tersebut yang saling bersinergi memiliki peran penting dalam upaya menciptakan dampak keberlanjutan (Sustainable Impact) dari program KEM Bengkala. State (Negara) dalam hal ini direpresentasikan oleh perangkat pemerintahan baik dari level desa hingga provinsi, Private sector (Sektor Privat) direpresentasikan oleh PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai, dan civil society (Masyarakat Sipil) direpresentasikan oleh kelompok masyarakat pengelola KEM Bengkala.

Peran dari state yaitu untuk dapat menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, khususnya dalam pembuatan regulasi dan perizinan pelaksanaan program. Hal ini dapat terlihat selain dari dukungan pemerintah di level desa, pemerintah di level kabupaten juga turut berperan dalam upaya pelaksanaan program KEM Bengkala. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya 2 peraturan di level kabupaten yang mendukung pelaksanaan program, antara lain Perda Buleleng Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, serta SK Bupati Buleleng No.430/450/HK/2017 Tentang Desa Wisata Kabupaten Buleleng. Perda Buleleng mengenai pemenuhan hak penyandang disabilitas tersebut mengukuhkan adanya sebuah potensi lokal di Desa Bengkala, yaitu dengan adanya ”bahasa isyarat ibu” atau bahasa isyarat lokal yang telah digunakan oleh masyarakat Bengkala secara turun temurun. “Kata Kolok” merupakan nama bahasa isyarat ibu yang digunakan oleh masyarakat Desa Bengkala. “Kata Kolok” inilah yang kemudian digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam Sign Language Academy untuk dapat mengangkat budaya lokal Desa Bengkala. Sedangkan SK Bupati Buleleng mengenai Desa Wisata mengukuhkan bahwa Desa Bengkala sudah diakui sebagai sebuah Desa Wisata sehingga diharapkan dapat dapat menarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang berkunjung.

https://www.pertamina.com/Id/news-room/energia-news/pertamina-dukung-kemampuan-sahabat-disabilitas (12 September 2022)" />
Gambar 4. Kunjungan Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia (tengah) serta Vice President CSR & SMEPP Pertamina Arya Dwi Paramita (kanan)Sumber: https://www.pertamina.com/Id/news-room/energia-news/pertamina-dukung-kemampuan-sahabat-disabilitas (12 September 2022)

Private sector yang dalam hal ini direpresentasikan oleh PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai, memiliki peran sebagai perintis serta pendorong dalam implementasi program KEM Bengkala. Meskipun dalam Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa pembangunan dan pengembangan masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah, namun hal tersebut tidak membatasi ataupun melarang perusahaan dan sektor privat untuk dapat turut berkontribusi dalam pembangunan (Arifin dkk., 2022). Bahkan jika mengacu pada Undang-undang nomor 40 tahun 2007, perusahaan juga dituntut untuk dapat turut berkontribusi dalam pengembangan masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungannya (Arifin dkk., 2021) . Hal inilah yang kemudian menjadi dasar PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai untuk mendukung pengembangan program KEM Bengkala bagi masyarakat Kolok (Tuli Bisu).

Adapun dukungan yang diberikan oleh PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai tidak terbatas pada dukungan finansial semata, namun juga melaluidukungan dengan dilakukannya penyusunan konsep program, pendampingan kegiatan, serta pemberian pelatihan dan pengembangan kapasitas masyarakat. Selain itu PT Pertamina Patra Niaga DPPU Ngurah Rai juga turut berperan dalam melakukan channeling program, yaitu dengan menghubungkan masyarakat KEM Bengkala dengan institusi-institusi lain. Misalnya dengan menghubungkan KEM Bengkala dengan National Geographic yang kemudian membantu dalam mempublikasikan keunikan budaya di Desa Bengkala, selanjutnya menghubungkan dengan FLIPMAS yang membantu dalam melakukan penelitian program, serta menghubungkan dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang berperan dalam membantu melakukan pendampingan serta penguatan kelembagaan. Pada tahun 2022 ini peran pendampingan dan penguatan kelembagaan digantikan oleh lembaga lain yaitu Dompet Sosial Madani. Melalui channeling ini diharapkan institusi-institusi terkait dapat terus mendukung pelaksanaan program bahkan setelah berakhirnya masa program.

Civil society atau masyarakat sipil merupakan pihak yang memiliki peran yang paling dominan dalam implementasi program KEM Bengkala. Hal ini dikarenakan masyarakat sipil berperan langsung dalam kegiatan operasional program, baik dari mulai kegiatan di bidang pendidikan, ekonomi, hingga budaya. Masyarakat sipil sendiri secara istilah diartikan sebagai perkumpulan merdeka yang membentuk apa yang disebut sebagai masyarakat borjuis (Thamrin dkk., 2004). Ernest Gellner juga menyebutkan bahwa masyarakat sipil merupakan seperangkat institusi non pemerintah yang cukup kuat untuk mengimbangi negara dan mencegah timbulnya tirani kekuasaan (Sufyanto, 2001). Oleh karena itu masyarakat sipil bukanlah masyarakat perorangan atau masyarakat umum, melainkan sekelompok masyarakat yang memiliki kekuatan dan membentuk sebuah institusi baru. Dalam pelaksanaan program KEM Bengkala ini civil society direpresentasikan oleh kelompok masyarakat pengelola program KEM Bengkala. Keaktifan masyarakat dalam pelaksanaan program merupakan salah satu penerapan dari Tri Hita Karana yang menjadi pedoman dasar dalam tindakan masyarakat di Bali.

Tri Hita Karana dapat diartikan sebagai tiga penyebab kesejahteraan (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Namun jika ditarik lebih luas Tri Hita Karana merupakan trilogi konsep hidup dimana Tuhan, manusia dan alam berdiri di masing-masing sudut sebagai unsur mutlak terselenggaranya denyut nadi alam raya (Suyastiri, 2012). Oleh karena itu pelaksanaan program KEM Bengkala yang mendukung inklusivitas merupakan bagian dari penerapan Tri Hita Karana yaitu menjaga hubungan dengan sesama manusia sebagai bentuk upaya menjaga keseimbangan.

Daftar Pustaka

Arifin, M., Ahmad, Y., Hartato, M., Paramitasari, A., & Utami, D. H. (2022). Corporate Social Responsibility in Natural Sustainability, Case Study : CSR PT Pertamina DPPU Ngurah Rai in Eco-Edu Tourism Uma Palak Lestari Program. American Journal of Humanities and Social Sciences Research (AJHSSR), 6(3), 227–238.

Arifin, M., Hartato, M., Ahmad, Y. R., Paramitasari, A., & Utami, D. H. (2021). Strategi Pemberdayaan Masyarakat Petani di Pulau Bali Menghadapi Konversi Lahan Pertanian (Studi Kasus Program Utari Pertamina (Persero) DPPU Ngurah Rai). Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial (Journal of Social Welfare), 22(2), 71–85.

Hayyu, A., Olievia, D., & Mulyana, P. (2015). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Kebermaknaan Hidup pada Penyandang Tuna Rungu di Komunitas Persatuan Tuna Rungu Indonesia (Perturi) Surabaya. Jurnal Psikologi Teori & Terapan, 5(2), 2087–1708.

Mardikanto, T., & Soebiato, P. (2017). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik (4th ed.). Bandung: Alfabeta.

Mas’ud, K. (2019, Februari 28). Harapan Melek Aksara Bagi Para Tuli-Bisu di Desa Bengkala Bali. National Geographic Indonesia. Diakses dari https://nationalgeographic.grid.id/read/ 131651277/harapan-melek-aksara-bagi-para-tuli-bisu-di-desa-bengkala-bali

Michi, S. A. (2017). Analisis Genealogi & Mean Matrimonial Radius Populasi Tuli-Bisu di Desa Bengkala, Buleleng, Bali [Tesis]. Universitas Airlangga, Surabaya.

Najiati, S., Asmana, A., & Suryadiputra, I. N. N. (2005). Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut. Bogor: Wetlands International.

Putri, D. R. (2019). A Morphological Study of Sign Language: Reduplication in Kata Kolok. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 338(1), 112–117.

Raharjo, Santoso T. (2021). Laporan Social Return On Investment PT Pertamina Patra Niaga Marketing Operation Region Jatimbalinus DPPU Ngurah Rai. Bandung: Pusat Studi Corporate Social Responsibility, Kewirausahaan Sosial, dan Pemberdayaan Masyarakat, FISIP-Universitas Padjajaran

Rahmah, F. N. (2018). Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya. Quality, 6(1), 1–15.

Sufyanto. (2001). Masyarakat Tamaddun Kritik Hermeneutik Masyarakat Madani Nurcholish Madjid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharto, E. (2014). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Rafika Aditama.

Sujarwoto & Yumarni, T. (2007). Deconstructing Governance Theory. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 8(2), 553–564.

Suyastiri, N. M. (2012). Pemberdayaan Subak Melalui “Green Tourism” Mendukung Keberlanjutan Pembangunan Pertanian di Bali. SEPA: : Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 8(2), 168–173.

Thamrin, M. H. & Stiftung, F. N. (2004). Islam, Masyarakat Sipil, dan Ekonomi Pasar (A. Yahya (ed.)). Jakarta: Fredrick Nauman Stiftung.

Winata, S., Arhya, I. N., Moeljopawiro, S., Hinnant, J. T., Liang, Y., Friedman, T. B., & Asher, J. H. (1995). Congenital Non-Syndromal Autosomal Recessive Deafness in Bengkala, an Isolated Balinese Village. Journal of Medical Genetics, 32(5), 336–343.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image