Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Feri Anugrah

Dengarkanlah Curhat Anak Sebelum Datang Sesal

Curhat | Saturday, 03 Sep 2022, 18:55 WIB
Ilustrasi (Dokumentasi Pribadi)

PUNYA anak itu anugerah luar biasa yang diberikan Tuhan. Punya anak juga termasuk kategori ujian minimal bisa untuk menguji bagaimana kesabaran kita dalam menghadapinya. Salah-salah dalam menghadapi anak, wah, bisa berujung kepada sesal kita sebagai ayahnya.

Yang saya maksud yakni kita sebagai orangtua khususnya ayah tidak atau kurang banyak waktunya untuk membersamai anak. Ya, termasuk juga mendengarkan curahatan hati (curhat) anak dengan ocehan-ocehan lucunya.

Namun, saya memandang bahwa anak harus dihadapi dengan luar biasa bahagia. Pasalnya masa anak-anak tidak akan bisa kembali. Ingat, tidak akan bisa kembali!

Oleh karena itu, saya sebisa mungkin untuk selalu mendengarkan curhat dan ocehan kedua anak saya. Kapan itu curhatnya? Ya, sepulang saya dari kantor. Kedua anak saya terutama yang paling kecil (3,5 tahun) akan langsung curhat soal apa-apa yang dialaminya seharian di rumah.

Seperti beberapa hari lalu si kecil dengan lucunya terus bercerita tentang kartun Upin-Ipin yang ditontonnya. Bahkan anak sekecil itu sudah tahu hantu dan pocong segala rupa yang membuat saya tertawa-tawa karen bocil kaya begitu sudah tahu "makhluk" tak kasatmata tersebut.

"Kakang dari mana tahu pocong dan hantu itu?" tanya saya. Saya dan ibunya memanggil anak paling kecil kami ini dengan Kakang. Dia menjawab, "Dari hape kakek." Ternyata maksudnya dia nonton youtube bersama kakeknya.

Momen luar biasa

Berinteraksi, mengakrabi, dan mengobrol dengan anak itu memang luar biasa. Momen itu sekali lagi tidak akan terulang kembali dengan cara apa pun.

Termasuk mendengarkan ocehan dan celotehan anak itu menggemaskan dan membuat kita menjadi seseorang yang istimewa karena anak-anak kita mengocehnya kepada ayah dan ibunya. Saya pun jadi mendapatkan informasi mengenai seputar informasi apa saja yang dia lakukan sepanjang hari.

Pernah saya mencoba cuek terhadap curhatan si kecil. Saya pura-pura main hape sambil tidak mendengarkan curhatan lucu dia. Apa yang terjadi? Dia terlihat kecewa dan berlari menjauh.

Namun, kalau saya antusias mendengarkan curhatan dia, wah dia terlihat bersemangat dengan mimik muka yang lucu. Kita sebagai ayahnya ya cukup mendengarkan saja dan menimpali sesekali curhatan dia agar dia merasa diperhatian ayahnya.

Saya menikmati momen-momen ini karena salah satu manfaatnya bisa membuat badan capek terasa ringan, pikiran di kantor yang mumet menjadi lancar. Bahkan sejenak lupa kepada hutang.

Pokoknya saya lebih nyaman mendengarkan curhatan si kecil karena seakan-akan menegaskan bahwa saya seorang ayah yang baik. Ya, ayah yang baik salah satu cirinya adalah yang suka mendengarkan omongan anak-anaknya, bukan? Kurang lebih begitu.

Tentu saja di samping mendengarkan curhat anak bisa membuat kita merasa gembira atau pengobat capek di kala pulang dari tempat kerja, ada juga momen anak rewel dan susah diatur sehingga membuat kita pusing.

Itu wajar dan normal-normal saja. Saya pun paham dengan itu. Namun, keduanya saya nikmati sebagai ilmu kehidupan yang sangat mahal harganya yang tidak semua ayah bisa memanfaatkan momen ini dengan baik. Betul, tidak semua ayah bisa memanfaatkan momen yang sangat penting ini. Alasannya tentu beragam.

Sebelum menyesal

Ketika anak sakit, tidak bisa banyak bicara, kita juga menjadi sedih tidak bisa lagi menyaksikan dia lari-lari di dalam rumah. Dari situ kadang-kadang kita timbul penyesalan, andai bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak minimal bermain bersama.

Barulah ketika dia sakit, kita biasanga buru-buru akrab dengan anak. Bahkan rela izin tidak masuk kerja untuk lebih bisa dekat dengan anak dan mengurus dia secara baik.

Saya kira jangan menunda sesal datang untuk lebih dekat dengan anak. Jangan juga harus menunggu anak sakit.

Ya, kita sejatinya dekat dengan anak sejak dari kandungan sampai anak itu pisah dengan kita karena sudah berumah tangga, misalnya, karena momen itu akan menempel di benak si anak sampai kapan pun. Anak akan mengingat momen dekat dengan ayah atau ibunya.

Rasulullah SAW pun dalam beberapa hadis populer dikatakan akrab sekali dengan para cucunya. Bahkan sering menggendong dan menciumi cucu-cucunya itu.

Apa yang nabi akhir zaman itu lakukan membuat salah seorang sahabatnya bertanya kenapa sang nabi melakukannya. Rupanya sahabat ini tidak pernah seumur hidupnya mencium dan bermain-main akrab dengan anak-anaknya begitu baik seperti yang Rasulullah SAW lakukan.

Untuk para ayah, ayo kita lebih akrab dengan anak agar membersamai si kecil secara indah dan menyenangkan. Waktu dengan anak tidak akan lama karena mereka akan terus tumbuh dan perlahan menjadi dewasa.

Hal yang paling sederhana yakni mendengarkan curhat anak itu keren dan seru. Paling tidak, itu upaya kita dekat dengan anak agar bisa tumbuh secara indah.***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image