Pensiunan DPR Yang Sensasional, Adakah Dalam Islam?
Agama | 2022-09-03 05:51:28Pensiunan DPR Yang Sensasional, Adakah Dalam Islam?
Rochma Ummu Arifah
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI) menyebutkan perlunya menyelenggarakan reformasi dalam hal dana pensiunan PNS karena dianggap menjadi beban negara. Pernyataan ini pun ditanggapi publik dengan membandingkan dana pensiun PNS dengan dana pensiun DPR yang justru berada dalam kisaran angka yang sensasional. Sebagian publik pun menggugat untuk menghapus dana pensiun DPR yang sejatinya justru membebani APBN negara.
Dana Pensiun DPR
Penyaluran pensiunan DPR serta lembaga tinggi negara diatur dalam Undang-Undang (UU) 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara. Pembayaran pensiun diberikan kepada MPR dan DPR secara penuh jika masih sehat. Jika meninggal maka pemberian dana pensiunnya dihentikan. Kecuali ia masih memiliki suami/istri, maka akan tetap diberikan dana pensiun. Namun, nilainya berkurang dari saat penerima masih hidup.
Sementara itu, berdasarkan Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, besaran uang pensiun anggota DPR adalah 60% dari gaji pokok. Selain itu, mereka juga mendapatkan tunjangan hari tua (THT) yang dibayarkan sekali sebesar Rp15 juta. Berikut besaran uang pensiunan anggota DPR:
a. Anggota DPR yang merangkap ketua:Rp 3,02 juta (60 persen dari gaji Rp 5,04 juta per bulan)
b. Anggota DPR yang merangkap wakil ketua: Rp 2,77 juta (60 persen dari gaji pokok Rp 4,62 juta per bulan)
c. Anggota DPR yang tidak merangkap jabatan: Rp 2,52 juta (60 persen dari gaji pokok Rp 4,20 juta per bulan).
Jumlah dana pensiun DPR ini membuat publik tercengang. Mereka bekerja selama satu periode yaitu lima tahun namun kemudian diberikan fasilitas dana yang lumayan besar setelah tidak menjabat. Sungguh hal ini sangat mencederai rakyat di mana sebagian besar harus berjuang keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengaturan Islam Mengenai Gaji
Gaji dalam Islam adalah reward atau balasan atas kerja yang telah dilakukan atas akad kerja atau ijarah yang terjadi antara pemberi kerja dan pekerja. Islam menuntut pemberian gaji yang manusiawi dan adil sesuai dengan usaha yang dijalankan pekerja tersebut.
Hukum asal upah pekerja di lembaga negara adalah tidak kurang dari kadar kecukupannya. Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad Saw., “Barang siapa yang loyal kepada kami dalam pekerjaan, dan dia tidak memiliki rumah, hendaklah dia mengambil rumah; atau tidak memiliki istri, hendaklah dia menikah, atau tidak memiliki pembantu, hendaklah dia mengambil pembantu; atau tidak memiliki kendaraan, hendaklah dia mengambil kendaraan; dan barang siapa mendapatkan sesuatu selain hal tersebut, maka dia korupsi.” (HR Ahmad)
Gaji pekerja pemerintahan (pegawai negeri) yang tidak kurang dari batas kecukupan serta untuk mencegah para pekerja ini menerima suap dari pihak mana pun. Khalifah Umar ra. juga mengatur bahwa para gubernur dilarang untuk berdagang saat menjabat sebagai usaha agar tetap bisa mencurahkan tenaganya demi amanah pemerintah ini.
Dalam Islam, sistem pemberian gaji ini tidak mengenal adanya istilah pensiun. Hal ini karena masa kerja pegawai pemerintah tidak dibatasi oleh periode kerja. Selama si pekerja masih mampu dan merasa produktif dalam bekerja serta tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum syara dalam pelaksanaan kerjanya, maka ia akan tetap dipekerjakan oleh negara.
Jika si pekerja sudah tidak mampu menjalankan kerjanya dan memutuskan untuk berhenti kerja, pemberian gaji pun dihentikan seiring dengan berhentinya akad ijarah yang terjadi antara dirinya dan negara. Setelah itu, tidak diberikan gaji atau tunjangan dalam bentuk apa pun. Namun, negara yang berdasarkan pada aturan Islam ini memiliki tanggungjawab untuk menjaga kesejahteraan bagi masyarakatnya, salah satunya adalah bagi kalangan orang tua yang sudah tidak mampu untuk bekerja. Negara akan memberikan kemudahan pada walinya untuk mendapatkan gaji demi menafkahi kalangan orang tua ini. Jika dalam satu kondisi, orang tua ini tidak memiliki wali, maka tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan berada di tangan negara. Demikianlah negara memberikan perhatian penuh untuk kesejahteraan rakyatnya dalam persoaan gaji dan tanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup golongan orang tua yang sudah tak mampu lagi untuk bekerja. Wallahu alam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.