Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dewi Alfi

Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya

Gaya Hidup | Tuesday, 30 Aug 2022, 13:01 WIB

Akhlaq orang yang menuntut ilmu ketika bersama-sama dengan gurunya ada dua belas macam budi pekerti, yaitu:

Berangan-angan

Maksud dari berangan-angan disini yaitu berfikir yang mendalam kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika memnungkinkan seorang peajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, ia juga mempunyai kasih saying, menjaga muruah (etika), menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan martabat seorang guru. Ia juga seorang yang bagus metode pengajaran dan pemahamannya.

Diriwayatkan dari sebagian ulama’ salaf: “Ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil atau belajar agama kalian”

Bersungguh-sungguh dalam mencari guru

Dalam mencari seorang guru harus bersungguh-sungguh. Guru harus termasuk orang yang mempunyai perhatian khusus terhadap ilmu syari’at dan termasuk orang-orang yang dipercaya oleh guru-guru pada zamannya, sering diskusi serta lama dalam perkumpulan diskusinya, bukan termasuk orang-orang yang mengambil ilmu berdasarkan makna yang tersurat dalam sebuah teks dan tidak dikenal guru-guru yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi.

Imam Syafi’I berkata: “Barang siapa yang mempelajari ilmu fiqh hanya memahami makna-makna yang tersurat saja, maka ia teal meyia-nyiakan beberapa hukum”.

Taat terhadap guru.

Taat terhadap guru dalam segala hal dan tidak keluar dari nasehat-nasehat dan aturan yang diberikannya. Bahkan, hendaknya hubungan antara guru dan murid itu ibarat pasien dengan dokter spesialis. Sehingga ia minta resep sesuai dengan anjurannya dan selalu berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ridhonya terhadap apa yang ia lakukan dan bersungguh-sungguh dalam memberikan penghormatan kepadanya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melayaninya. Hendaknya seorang penuntut ilmu tahu bahwa merendahkan diri kepada dihadapan gurunya merupakan kemulian, ketertundukannya kepada gurunya merupakan kebangga dan tawadhu’ dihadapannya merupakan meningkatnya derajat.

Memandang guru dengan pandangan bahwa ia merupakan sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna.

Dikarenakan pandangan seperti itu paling dekat dengan kemanfaatan ilmunya. Abu Yusuf verkata “ Aku mendengar para ulama’ salaf salaf berkata:”Barang siapa yang tidak mempunyai sebuah (I’tiqad) keyakinan tentang kemulyaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia. Maka bagi pelajar jangan memanggil guru dengan menggunakan ta’ khitab (kamu) dan kaf khitab (kamu), dan juga jangan memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan : “ya sayyidi”, wahai tuanku atau “y ustadzi”, wahai guruku. Juga ketika seorang guru tidak berada ditempat, maka pelajar tidak diperkenankan memanggil dengan sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dengan sebutan yang memberikan pengertian tentang keagungan guru, seperti apa yang diucapkan pelajar: “Al Syekh Al Ustadz berkata begini, begitu” atau “ guru kami berkata” dan lain sebagainya.

Hendaknya pelajar mengetahui kewajibannya kepada gurunya dan tidak pernah melupakan jasa-jasanya, keagungannya dan kemuliaannya, serta selalu mendoakan kepada gurunya baik ketika beliau masih hidup atau setelah meninggal dunia.

Selalu menjaga keturunannya, para kerabatnya dan orang-orang yang beliau kasihi, dan selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu berziarah kemakam beliau untuk memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama beliau, selalu menampakkan budi pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain yang membutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat, tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya baik dalam masalah agama maupun keilmuan, serta menggunakan budi pekerti sebagaimana yang telah dilakukan oleh gurunya, selalu setia, tunduk dan patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.

Pelajar harus mengekang diri

Sebagai pelajar harus bisa mengekang diri untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka atau budi pekerti (perilaku) beliau kurang diterima oleh santrinya. Hendaklah hal tersebut tidak menjadikan pelajar lantas meninggalkan guru (tidak setia) bahkan ia harus mempunyai keyakinan, I’tiqad bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsirkan, menakwilkan semua pekerjaan-pekerjaan yang ditampakkan dan dilakukan oleh seorang guru bahwasanya yang benar adalah kebalikannya dengan penakwilan dan penafsiran yang baik.

Apabila seorang guru berbuat kasar kepada santrinya, maka yang perlu dilakukan pertama kali adalah dengan cara meminta maaf kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri dan mencari keridhaan dari gurunya, karena hal itu lebih mendekatkan diri seorang pelajar untuk mendapatkan kasih akung guru.

Duduk dihadapan guru dengan budi pekerti yang baik

Apabila pelajar duduk didepan guru atau Kyai, maka hendaklah ia duduk dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya (seperti duduk tahiyat) dengan rasa tawadhu’, rendah diri, tuma’ninah dan khusus’.

#adab #akhlakmenuntutilmu #pelajar #guru #adabkepadaguru

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image